BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Kata tsunami
berasal dari bahasa jepang, tsu berarti pelabuhan, dan nami berarti gelombang. Tsunami sering terjadi Jepang.
Sejarah Jepang mencatat setidaknya 196 tsunami telah terjadi.
Pada beberapa
kesempatan, tsunami disamakan dengan gelombang pasang. Dalam tahun-tahun
terakhir, persepsi ini telah dinyatakan tidak sesuai lagi, terutama dalam
komunitas peneliti, karena gelombang pasang tidak ada hubungannya dengan
tsunami. Persepsi ini dahulu populer karena penampakan tsunami yang menyerupai
gelombang pasang yang tinggi.
Tsunami dan
gelombang pasang sama-sama menghasilkan gelombang air yang bergerak ke daratan,
namun dalam kejadian tsunami, gerakan gelombang jauh lebih besar dan lebih
lama, sehingga memberika kesan seperti gelombang pasang yang sangat tinggi.
Meskipun pengartian yang menyamakan dengan "pasang-surut" meliputi
"kemiripan" atau "memiliki kesamaan karakter" dengan
gelombang pasang, pengertian ini tidak lagi tepat. Tsunami tidak hanya terbatas
pada pelabuhan. Karenanya para geologis dan oseanografis
sangat tidak merekomendasikan untuk menggunakan istilah ini.
Hanya ada
beberapa bahasa lokal yang memiliki arti yang sama dengan gelombang merusak
ini. Aazhi Peralai dalam Bahasa Tamil, ië beuna atau alôn
buluëk (menurut dialek) dalam Bahasa Aceh adalah contohnya. Sebagai
catatan, dalam bahasa Tagalog versi Austronesia, bahasa utama di Filipina, alon
berarti "gelombang". Di Pulau Simeulue, daerah pesisir barat Sumatra,
Indonesia, dalam Bahasa Defayan,
smong berarti tsunami. Sementara dalam Bahasa Sigulai, emong berarti
tsunami.
B. Rumusan
Masalah
Dari latar belakang diatas dapat diambil beberapa rumusan masalah yang
dapat dikajipada pembahasan bab selanjutnya yakni :
1.
Pengertian
Tsunami
2.
Penyebab
terjadinya tsunami
3.
Penanggulangan
bahaya tsunami
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untukmemenuhi salah satu tugas mata
pelajaran bahasa Indonesia di SMK Negeri 7 Garut.
Selain dari itu bertujuan untuk memahami tentang bahaya tsunami dan
bagaimana cara penanganan bahaya tsunami tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Tsunami
Tsunami (bahasa Jepang: 津波; tsu = pelabuhan, nami = gelombang,
secara harafiah
berarti "ombak besar di pelabuhan") adalah perpindahan badan air yang
disebabkan oleh perubahan permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba.
Perubahan permukaan laut tersebut bisa disebabkan oleh gempa bumi
yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi
bawah laut, longsor
bawah laut, atau atau hantaman meteor di laut. Gelombang
tsunami dapat merambat ke segala arah. Tenaga yang
dikandung dalam gelombang tsunami adalah tetap terhadap fungsi ketinggian dan
kelajuannya. Di laut dalam, gelombang tsunami dapat merambat dengan kecepatan 500-1000 km
per jam. Setara dengan kecepatan pesawat terbang. Ketinggian gelombang di laut
dalam hanya sekitar 1 meter. Dengan demikian, laju gelombang tidak terasa oleh
kapal yang sedang berada di tengah laut. Ketika mendekati pantai, kecepatan gelombang
tsunami menurun hingga sekitar 30 km per jam, namun ketinggiannya sudah
meningkat hingga mencapai puluhan meter. Hantaman gelombang Tsunami bisa masuk
hingga puluhan kilometer dari bibir pantai. Kerusakan dan korban jiwa yang
terjadi karena Tsunami bisa diakibatkan karena hantaman air maupun material
yang terbawa oleh aliran gelombang tsunami.
Dampak negatif yang diakibatkan tsunami adalah merusak apa saja yang
dilaluinya. Bangunan, tumbuh-tumbuhan, dan mengakibatkan korban jiwa manusia
serta menyebabkan genangan, pencemaran air asin lahan pertanian, tanah, dan air
bersih.
Sejarawan Yunani
bernama Thucydides
merupakan orang pertama yang mengaitkan tsunami dengan gempa bawah laut. Namun
hingga abad ke-20, pengetahuan mengenai penyebab tsunami masih sangat minim.
Penelitian masih terus dilakukan untuk memahami penyebab tsunami. Teks-teks
geologi,
geografi,
dan oseanografi
pada masa lalu menyebut tsunami sebagai "gelombang laut seismik".
Beberapa kondisi meteorologis, seperti
badai tropis, dapat menyebabkan gelombang badai yang disebut sebagai meteor tsunami
yang ketinggiannya beberapa meter di atas gelombang laut normal. Ketika badai
ini mencapai daratan, bentuknya bisa menyerupai tsunami, meski sebenarnya bukan
tsunami. Gelombangnya bisa menggenangi daratan. Gelombang badai ini pernah
menggenangi Burma (Myanmar) pada Mei 2008.
Wilayah di sekeliling Samudra
Pasifik memiliki Pacific Tsunami Warning Centre (PTWC) yang
mengeluarkan peringatan jika terdapat ancaman tsunami pada wilayah ini. Wilayah
di sekeliling Samudera Hindia sedang membangun Indian
Ocean Tsunami Warning System (IOTWS) yang akan berpusat di Indonesia.
B.
Penyebab Terjadinya
Tsunami
dapat terjadi jika terjadi gangguan yang menyebabkan perpindahan sejumlah besar
air, seperti letusan gunung api, gempa bumi, longsor maupun meteor yang jatuh ke bumi. Namun, 90% tsunami adalah akibat gempa
bumi bawah laut. Dalam rekaman sejarah beberapa tsunami diakibatkan oleh gunung
meletus, misalnya ketika meletusnya Gunung Krakatau.
Gerakan vertikal pada kerak bumi, dapat mengakibatkan dasar laut naik atau turun secara
tiba-tiba, yang mengakibatkan gangguan keseimbangan air yang berada di atasnya.
Hal ini mengakibatkan terjadinya aliran energi air laut, yang ketika sampai di
pantai menjadi gelombang besar yang mengakibatkan terjadinya tsunami.
Kecepatan gelombang tsunami
tergantung pada kedalaman laut di mana gelombang terjadi, dimana kecepatannya
bisa mencapai ratusan kilometer per jam. Bila tsunami mencapai pantai,
kecepatannya akan menjadi kurang lebih 50 km/jam dan energinya sangat merusak
daerah pantai yang dilaluinya. Di tengah laut tinggi gelombang tsunami hanya
beberapa cm hingga beberapa meter, namun saat mencapai pantai tinggi gelombangnya
bisa mencapai puluhan meter karena terjadi penumpukan masa air. Saat mencapai
pantai tsunami akan merayap masuk daratan jauh dari garis pantai dengan
jangkauan mencapai beberapa ratus meter bahkan bisa beberapa kilometer.
Gerakan vertikal ini dapat terjadi
pada patahan bumi atau sesar. Gempa bumi juga banyak terjadi di daerah subduksi, dimana lempeng samudera menelusup ke bawah lempeng benua.
Tanah longsor yang terjadi di dasar
laut serta runtuhan gunung api juga dapat mengakibatkan gangguan air laut yang
dapat menghasilkan tsunami. Gempa yang menyebabkan gerakan tegak lurus lapisan
bumi. Akibatnya, dasar laut naik-turun secara tiba-tiba sehingga keseimbangan
air laut yang berada di atasnya terganggu. Demikian pula halnya dengan benda
kosmis atau meteor yang jatuh dari atas. Jika ukuran meteor atau longsor ini
cukup besar, dapat terjadi megatsunami yang tingginya mencapai ratusan meter.
Gempa yang menyebabkan tsunami
- Gempa bumi yang berpusat di tengah laut dan dangkal (0 - 30 km)
- Gempa bumi dengan kekuatan sekurang-kurangnya 6,5 Skala Richter
- Gempa bumi dengan pola sesar naik atau sesar turun
C. Pencegahan
Tsunami
a. Sistem Peringatan Dini
Banyak kota-kota di sekitar Pasifik, terutama di Jepang dan juga Hawaii, mempunyai sistem peringatan
tsunami dan
prosedur evakuasi untuk menangani kejadian tsunami. Bencana tsunami dapat
diprediksi oleh berbagai institusi seismologi di berbagai penjuru dunia dan proses terjadinya tsunami
dapat dimonitor melalui perangkat yang ada di dasar atau permukaan laut yang
terhubung dengan satelit.
Perekam tekanan di dasar laut
bersama-sama denganperangkat yang mengapung di laut buoy, dapat digunakan untuk mendeteksi
gelombang yang tidak dapat dilihat oleh pengamat manusia pada laut dalam.
Sistem sederhana yang pertama kali digunakan untuk memberikan peringatan awal
akan terjadinya tsunami pernah dicoba di Hawaii pada tahun 1920-an. Kemudian,
sistem yang lebih canggih dikembangkan lagi setelah terjadinya tsunami besar
pada tanggal 1 April 1946 dan 23 Mei 1960. Amerika serikat membuat Pasific
Tsunami Warning Center
pada tahun 1949, dan menghubungkannya ke jaringan data dan peringatan
internasional pada tahun 1965.
Salah satu sistem untuk menyediakan
peringatan dini tsunami, CREST Project, dipasang di pantai Barat Amerika Serikat,
Alaska, dan Hawai oleh USGS, NOAA, dan Pacific Northwest Seismograph Network,
serta oleh tiga jaringan seismik universitas.
Hingga kini, ilmu tentang tsunami
sudah cukup berkembang, meskipun proses terjadinya masih banyak yang belum
diketahui dengan pasti. Episenter dari sebuah gempa bawah laut dan
kemungkinan kejadian tsunami dapat cepat dihitung. Pemodelan tsunami yang baik
telah berhasil memperkirakan seberapa besar tinggi gelombang tsunami di daerah
sumber, kecepatan penjalarannya dan waktu sampai di pantai, berapa ketinggian
tsunami di pantai dan seberapa jauh rendaman yang mungkin terjadi di daratan.
Walaupun begitu, karena faktor alamiah, seperti kompleksitas topografi dan batimetri
sekitar pantai dan adanya corak ragam tutupan lahan (baik tumbuhan, bangunan,
dll), perkiraan waktu kedatangan tsunami, ketinggian dan jarak rendaman tsunami
masih belum bisa dimodelkan secara akurat.
b. Sistem Peringatan Dini Tsunami di
Indonesia
Pemerintah Indonesia, dengan bantuan
negara-negara donor, telah mengembangkan Sistem Peringatan Dini Tsunami
Indonesia (Indonesian Tsunami Early Warning System - InaTEWS). Sistem ini
berpusat pada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Jakarta. Sistem ini
memungkinkan BMKG mengirimkan peringatan tsunami jika terjadi gempa yang
berpotensi mengakibatkan tsunami. Sistem yang ada sekarang ini sedang
disempurnakan. Kedepannya, sistem ini akan dapat mengeluarkan 3 tingkat
peringatan, sesuai dengan hasil perhitungan Sistem Pendukung Pengambilan
Keputusan (Decision Support System - DSS).
Pengembangan Sistem Peringatan Dini
Tsunami ini melibatkan banyak pihak, baik instansi pemerintah pusat, pemerintah
daerah, lembaga internasional, lembaga non-pemerintah. Koordinator dari pihak
Indonesia adalah Kementrian Negara Riset dan Teknologi (RISTEK). Sedangkan
instansi yang ditunjuk dan bertanggung jawab untuk mengeluarkan INFO GEMPA dan
PERINGATAN TSUNAMI adalah BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika).
Sistem ini didesain untuk dapat mengeluarkan peringatan tsunami dalam waktu
paling lama 5 menit setelah gempa terjadi.
Sistem Peringatan Dini memiliki 4
komponen: Pengetahuan mengenai Bahaya dan Resiko, Peramalan, Peringatan, dan
Reaksi.Observasi (Monitoring gempa dan permukaan laut), Integrasi dan
Diseminasi Informasi, Kesiapsiagaan.
c. Cara Kerja
Sebuah Sistem Peringatan Dini
Tsunami adalah merupakan rangkaian sistem kerja yang rumit dan melibatkan
banyak pihak secara internasional, regional, nasional, daerah dan bermuara di
Masyarakat.
Apabila terjadi suatu Gempa, maka
kejadian tersebut dicatat oleh alat Seismograf (pencatat gempa). Informasi
gempa (kekuatan, lokasi, waktu kejadian) dikirimkan melalui satelit ke BMKG
Jakarta. Selanjutnya BMG akan mengeluarkan INFO GEMPA yang disampaikan melalui
peralatan teknis secara simultan. Data gempa dimasukkan dalam DSS untuk
memperhitungkan apakah gempa tersebut berpotensi menimbulkan tsunami. Perhitungan
dilakukan berdasarkan jutaan skenario modelling yang sudah dibuat terlebih
dahulu. Kemudian, BMKG dapat mengeluarkan INFO PERINGATAN TSUNAMI. Data gempa
ini juga akan diintegrasikan dengan data dari peralatan sistem peringatan dini
lainnya (GPS, BUOY, OBU, Tide Gauge) untuk memberikan konfirmasi apakah
gelombang tsunami benar-benar sudah terbentuk. Informasi ini juga diteruskan
oleh BMKG. BMKG menyampaikan info peringatan tsunami melalui beberapa institusi
perantara, yang meliputi (Pemerintah Daerah dan Media). Institusi perantara
inilah yang meneruskan informasi peringatan kepada masyarakat. BMKG juga
menyampaikan info peringatan melalui SMS ke pengguna ponsel yang sudah
terdaftar dalam database BMKG. Cara penyampaian Info Gempa tersebut untuk saat
ini adalah melalui SMS, Facsimile, Telepon, Email, RANET (Radio Internet), FM
RDS (Radio yang mempunyai fasilitas RDS/Radio Data System) dan melalui Website
BMG (www.bmg.go.id).
Pengalaman serta banyak kejadian
dilapangan membuktikan bahwa meskipun banyak peralatan canggih yang digunakan,
tetapi alat yang paling efektif hingga saat ini untuk Sistem Peringatan Dini
Tsunami adalah RADIO. Oleh sebab itu, kepada masyarakat yang tinggal didaerah
rawan Tsunami diminta untuk selalu siaga mempersiapkan RADIO FM untuk
mendengarkan berita peringatan dini Tsunami. Alat lainnya yang juga dikenal
ampuh adalah Radio Komunikasi Antar Penduduk. Organisasi yang mengurusnya
adalah RAPI (Radio Antar Penduduk Indonesia). Mengapa Radio ? jawabannya sederhana,
karena ketika gempa seringkali mati lampu tidak ada listrik. Radio dapat
beroperasi dengan baterai. Selain itu karena ukurannya kecil, dapat dibawa-bawa
(mobile). Radius komunikasinyapun relatif cukup memadai.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
·
Tsunami
(bahasa Jepang: 津波; tsu = pelabuhan, nami = gelombang,
secara harafiah
berarti "ombak besar di pelabuhan") adalah perpindahan badan air yang
disebabkan oleh perubahan permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba.
·
Tsunami dapat terjadi jika terjadi
gangguan yang menyebabkan perpindahan sejumlah besar air, seperti letusan gunung api,
gempa bumi,
longsor
maupun meteor
yang jatuh ke bumi. Namun, 90% tsunami adalah akibat gempa bumi bawah laut
B.
Saran
Kepada
masyarakat yang tinggal didaerah rawan Tsunami diminta untuk selalu siaga
mempersiapkan RADIO FM untuk mendengarkan berita peringatan dini Tsunami. Alat
lainnya yang juga dikenal ampuh adalah Radio Komunikasi Antar Penduduk.
Organisasi yang mengurusnya adalah RAPI (Radio Antar Penduduk Indonesia).
0 komentar:
Posting Komentar
jangan lupa komentar yah