SELAMAT DATANG DI BLOG IRWAN GRAVES TEMPAT SHARING MASALAH HUKUM DAN LAIN-LAIN SYA MENYEDIAKAN BERBAGAI MAKALAH BUAT KAWAN SEMUA SILAHKAN TELUSURI SETIAP POSTING
Kali ini irwan graves akan share tentang Makalah , namun sebelumnya harab bersabar karena kita akan berbasa-basi dulu, kenapa selalu harus berbasa-basi ketika posting ? Karena itu adalah ciri khas irwan graves
BAGI KAWAN YANG INGIN SHARE SILAHKAN COPAS LINK SAYA
SELAMAT BERTELUSUR SEMOGA ARTIKEL YANG SAYA POSTING BERMANFAAT BAGI KAWAN SEMUA
BUAT KAWAN SEMUA JANGAN LUPA TINGGALKAN KOMENTAR DARI ARTIKEL YANG SAYA POSTING
PENDEKATAN-PENDEKATAN
PENDIDIKAN
Banyak pakar
telah mengembangkan berbagai pendekatan Pendidikan Nilai. Di antara berbagai pendekatan yang ada dan banyak
digunakan, dapat diringkas menjadi
lima macam pendekatan, yaitu:
pendekatan penanaman nilai,
pendekatan perkembangan kognitif, pendekatan analisis nilai, pendekatan klarifikasi nilai, dan pendekatan
pembelajaran berbuat. Dalam
pelaksanaan Pendidikan Budi
Pekerti lebih tepat digunakan Pendekatan
Campuran, dengan penekanan pada Pendekatan
Penanaman Nilai, karena
esensi dari tujuan antara Pendidikan Budi Pekerti dan Pendekatan Penanaman
Nilai adalah sama, yakni menanamkan nilai-nilai sosial tertentu dalam diri siswa. Berbagai metoda pendidikan dan pengajaran yang digunakan dalam berbagai pendekatan lain dapat digunakan juga dalam proses pendidikan
dan pengajaran Pendidikan Budi Pekerti. Hal ini penting, untuk memberi variasi
kepada proses pendidikan dan
pengajarannya, sehingga lebih menarik dan tidak membosankan.
Klasifikasi
dan tipologi dari masing-masing pendekatan tersebut telah divalidasikan juga dengan dua cara.Pertama,
ringkasan dari tipologi itu telah
dikirimkan kepada sepuluh pakar dalam bidang ini. Enam di antara mereka telah memberikan tanggapannya.
Empat di antaranya menyatakan
bahwa tipologi itu sangat bermanfaat, dan dapat dibedakan dengan jelas antara yang satu dengan
yang lain. Dua orang pakar menyatakan
meragukan kemanfaatannya.
Validasi kedua
dilakukan dalam suatu aplikasi yang lebih konkrit, dengan melibatkan lebih banyak pakar. Dalam dua konferensi yang diselenggarakan pada bulan Oktober 1974,
64 orang pakar pendidikan telah
diminta untuk menganalisis lebih dari 200 bahan pelajaran pendidikan sosial tingkat sekolah dasar
dan sekolah menengah. Selanjutnya
mereka diminta untuk mengklasifikasikannya ke dalam pendekatan-pendekatan tersebut, sesuai dengan tipologi yang
telah
dirumuskan. Untuk setiap bahan pelajaran telah dilakukan dua kali analisis secara bebas (independent). Hasil analisis tersebut membuktikan bahwa sistem klasifikasi
tersebut bermanfaat dan memiliki tingkat
reliabilitas yang tinggi (Superka, et. al. 1976).
Uraian lebih
lanjut dalam pembahasan ini akan didasarkan pada lima pendekatan tersebut. Kelima pendekatan ini, selain telah dikaji
dan dirumuskan tipologinya dengan
jelas oleh Superka, juga dipandang sesuai
dan bermanfaat dalam pelaksanaan Pendidikan Budi Pekerti di Indonesia.
v Pendekatan
penanaman nilai
Pendekatan
penanaman nilai (inculcation approach) adalah suatu pendekatan yang memberi penekanan pada penanaman nilai-nilai
sosial dalam diri siswa. Menurut
Superka et al. (1976), tujuan pendidikan nilai
menurut pendekatan ini adalah: Pertama, diterimanya nilai-nilai sosial tertentu oleh siswa; Kedua, berubahnya
nilai-nilai siswa yang tidak
sesuai dengan nilai-nilai sosial yang diinginkan.
Metoda yang
digunakan dalam proses pembelajaran menurut pendekatan ini antara lain: keteladanan, penguatan
positif dan negatif, simulasi, permainan
peranan, dan lain-lain.Pendekatan ini sebenarnya merupakan pendekatan
tradisional.
Banyakkritik
dalam berbagai literatur barat yang ditujukan kepada pendekatanini. Pendekatan
ini dipandang indoktrinatif, tidak sesuai
dengan perkembangan kehidupan
demokrasi (Banks, 1985; Windmiller, 1976).
Pendekatan ini dinilai mengabaikan hak anak untuk memilih nilainya sendiri secara bebas. Menurut Raths et
al. (1978) kehidupan manusia berbeda
karena perbedaan waktu dan tempat. Kita tidak dapat meramalkan nilai yang sesuai untuk generasi yang
akan datang. Menurut beliau, setiap
generasi mempunyai hak untuk menentukan nilainya sendiri. Oleh karena itu, yang perlu diajarkan kepada
generasi muda bukannya nilai, melainkan
proses, supaya mereka dapat menemukan nilai-nilai mereka sendiri, sesuai dengan tempat dan zamannya.
v Pendekatan
perkembangan kognitif
Pendekatan ini
dikatakan pendekatan perkembangan kognitif karena karakteristiknya memberikan penekanan pada aspek kognitif dan perkembangannya. Pendekatan ini
mendorong siswa untuk berpikir aktif tentang
masalah-masalah moral dan dalam membuat keputusan-keputusan moral. Perkembangan moral menurut
pendekatan ini dilihat sebagai perkembangan
tingkat berpikir dalam membuat pertimbangan moral, dari suatu tingkat yang lebih rendah menuju suatu tingkat yang lebih
tinggi (Elias, 1989).
Tujuan yang
ingin dicapai oleh pendekatan ini ada dua hal yang utama. Pertama, membantu siswa dalam membuat
pertimbangan moral yang lebih kompleks
berdasarkan kepada nilai yang lebih tinggi. Kedua, mendorong siswa untuk mendiskusikan
alasan-alasannya ketika memilih nilai dan
posisinya dalam suatu masalah moral (Superka, et. al., 1976; Banks,(1985).
Pendekatan
perkembangan kognitif pertama kali dikemukakan oleh Dewey (Kohlberg 1971, 1977). Selanjutkan dikembangkan
lagi oleh Peaget dan Kohlberg
(Freankel, 1977; Hersh, et. al. 1980). Dewey membagi perkembangan moral anak menjadi tiga tahap (level) sebagai
berikut: (1) Tahap "premoral" atau
"preconventional". Dalam tahap ini tingkah laku seseorang didorong oleh desakan yang bersifat fisikal atau sosial; (2) Tahap
"conventional". Dalam tahap ini seseorang mulai menerima nilai dengan sedikit kritis,
berdasarkan kepada kriteria kelompoknya.
(3) Tahap "autonomous".
Dalam tahap ini seseorang berbuat atau
bertingkah laku sesuai dengan akal pikiran dan pertimbangan dirinya sendiri, tidak sepenuhnya menerima
kriteria kelompoknya.
·
Tahapan "preconventional":
Tingkat 1: moralitas heteronomus Dalam tingkat perkembangan ini
moralitas dari sesuatu perbuatan
ditentukan oleh ciri-ciri dan akibat yang bersifat fisik.
Tingkat 2: moralitas individu dan
timbal balik Seseorang mulai sadar
dengan tujuan dan keperluan orang lain. Seseorang
berusaha untuk memenuhi kepentingan sendiri dengan memperhatikan juga kepentingan
orang lain.
·
Tahapan "conventional":
Tingkat 3: moralitas harapan
saling antara individu. Kriteria
baik atau buruknya suatu perbuatan dalam tingkat ini ditentukan oleh norma bersama dan hubungan saling mempercayai.
Tingkat 4: moralitas sistem
sosial dan kata hati. Sesuatu
perbuatan dinilai baik jika disetujui oleh yang berkuasa dan sesuai dengan peraturan yang menjamin
ketertiban dalam masyarakat.
·
Tahapan "posconventional":
Tingkat 4,5: tingkat transisi. Seseorang belum sampai pada
tingkat "posconventional" yang
sebenarnya. Pada tingkat ini kriteria benar atau salah bersifat personal dan subjektif, dan tidak memiliki
prinsip yang jelas dalam mengambil
suatu keputusan moral. Tingkat 5: moralitas kesejahteraan sosial dan hak-hak manusia. Kriteria moralitas
dari sesuatu perbuatan adalah yang
dapat menjamin hak-hak individu serta sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam suatu masyarakat.
Tingkat 6: moralitas yang didasarkan pada prinsip-prinsip moral yang umum Ukuran benar atau salah ditentukan oleh pilihan sendiri
berdasarkan prinsip-prinsip moral
yang logis, konsisten, dan bersifat universal.
v Pendekatan
analisis nilai
Pendekatan
analisis nilai (values analysis approach) memberikan penekanan pada perkembangan kemampuan siswa untuk berpikir
logis, dengan cara menganalisis
masalah yang berhubungan dengan nilai-nilai
sosial. Jika dibandingkan dengan pendekatan perkembangan kognitif, salah satu perbedaan penting antara keduanya
bahwa pendekatan analisis nilai
lebih menekankan pada pembahasan
masalah-masalah yang memuat nilai-nilai
sosial. Adapun pendekatan perkembangan kognitif memberi penekanan pada dilemma moral yang bersifat perseorangan.
Ada dua tujuan
utama pendidikan moral menurut pendekatan ini. Pertama, membantu siswa untuk menggunakan kemampuan berpikir logis dan
penemuan ilmiah dalam menganalisis
masalah-masalah sosial, yang berhubungan dengan
nilai moral tertentu. Kedua, membantu siswa untuk menggunakan proses berpikir rasional dan analitik,
dalam menghubung-hubungkan dan merumuskan
konsep tentang nilai-nilai mereka. Selanjutnya, metoda-metoda pengajaran yang sering digunakan adalah:
pembelajaran secara individu atau
kolompok tentang masalah-masalah sosial yang memuat nilai moral, penyelidikan kepustakaan, penyelidikan
lapangan, dan diskusi kelas
berdasarkan kepada pemikiran rasional (Superka, et. al. 1976).
Ada enam
langkah analisis nilai yang penting dan perlu diperhatikan dalam proses pendidikan nilai menurut pendekatan
ini (Hersh, et. al., 1980; Elias,
1989). Enam langkah tersebut menjadi dasar dan sejajar dengan enam tugas penyelesaian masalah berhubungan dengan nilai.
Enam langkah dan tugas tersebut
sebagai berikut:
Langkah analisis nilai:
Tugas penyelesaian masalah:
1.
Mengidentifikasi dan menjelaskan nilai yang
terkait
2.
Mengurangi perbedaan penafsiran tentang nilai
yang terkait
3.
Mengumpulkan fakta yang berhubungan.
4.
Mengurangi perbedaan dalam fakta yang
berhubungan
5.
Menguji kebenaran fakta yang berkaitan.
6.
Mengurangi perbedaan kebenaran tentang fakta
yang berkaitan.
7.
Menjelaskan kaitan antara fakta yang
bersangkutan
8.
Mengurangi perbedaan tentang kaitan antara fakta
yang bersangkutan.
9.
Merumuskan keputusan moral sementara.
10.
Mengurangi perbedaan dalam rumusan keputusan
sementara.
11.
Menguji prinsip moral yang digunakan dalam
pengambilan keputusan.
12.
Mengurangi perbedaan dalam pengujian prinsip
moral yang diterima.
Kelemahannya,
berdasarkan kepada: prosedur analisis nilai yang ditawarkan
serta tujuan dan metoda pengajaran yang digunakan, seperti yang dijelaskan oleh Superka, et. al.
(1976), pendekatan ini sangat menekankan
aspek kognitif, dan sebaliknya mengabaikan aspek afektif serta perilaku. Dari perspektif yang lain, seperti yang
dijelaskan oleh Ryan dan Lickona
(1987), pendekatan ini sama dengan pendekatan perkembangan kognitif dan pendekatan klarifikasi nilai, sangat
berat memberi penekanan pada proses, kurang
mementingkan isi nilai.
v Pendekatan
klarifikasi nilai
Pendekatan
klarifikasi nilai (values clarification approach) memberi penekanan pada usaha membantu siswa
dalam mengkaji perasaan dan perbuatannya
sendiri, untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang nilai-nilai mereka sendiri.
Tujuan
pendidikan nilai menurut pendekatan ini ada tiga. Pertama, membantu siswa untuk menyadari dan mengidentifikasi
nilai-nilai mereka sendiri serta
nilai-nilai orang lain; Kedua, membantu siswa, supaya mereka mampu berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan orang
lain,
berhubungan dengan nilai-nilainya sendiri; Kedua, membantu siswa, supaya mereka mampu menggunakan secara bersama-sama
kemampuan berpikir rasional dan
kesadaran emosional, untuk memahami perasaan, nilai-nilai, dan pola tingkah laku mereka sendiri (Superka, et.
al. 1976).
Dalam proses
pengajarannya, pendekatan ini menggunakan metoda: dialog, menulis, diskusi dalam kelompok besar
atau kecil, dan lain-lain (Raths,
et. Al., 1978).
Pendekatan ini
memberi penekanan pada nilai yang sesungguhnya dimiliki oleh seseorang. Bagi penganut pendekatan ini, nilai bersifat subjektif, ditentukan oleh seseorang berdasarkan
kepada berbagai latar belakang
pengalamannya sendiri, tidak ditentukan oleh faktor luar, seperti agama, masyarakat, dan sebagainya.
Oleh karena itu, bagi penganut
pendekatan ini isi nilai tidak terlalu penting. Hal yang sangat dipentingkan dalam program pendidikan adalah
mengembangkan keterampilan siswa
dalam melakukan proses menilai.
Ada tiga
proses klarifikasi nilai menurut pendekatan ini. Dalam tiga proses tersebut terdapat tujuh
subproses sebagai berikut:
Pertama,
memilih :
1). dengan
bebas
2). dari
berbagai alternatif
3). setelah
mengadakan pertimbangan tentang berbagai akibatnya,
Kedua,
menghargai :
1.
merasa bahagia atau gembira dengan pilihannya,
2.
mau mengakui pilihannya itu di depan umum,
Ketiga,
bertindak:
a.
berbuat sesuatu sesuai dengan pilihannya,
b.
diulang-ulang sebagai suatu pola tingkah laku
dalam hidup (Raths,
et. al., 1978).
Kekuatan pendekatan ini terutama memberikan penghargaan yang tinggi kepada siswa sebagai individu yang
mempunyai hak untuk memilih, menghargai,
dan bertindak berdasarkan kepada nilainya sendiri (Banks, 1985). Metoda pengajarannya juga sangat
fleksibel, selama dipandang sesuai
dengan rumusan proses menilai dan empat garis panduan yang
ditentukan, seperti telah dijelaskan di atas
Sama halnya dengan pendekatan perkembangan kognitif, pendekatan ini juga mengandung kelemahan menampilkan
bias budaya barat. Dalam pendekatan
ini, kriteria benar salah sangat relatif, karena sangat mementingkan nilai perseorangan. Seperti dikemukakan oleh Banks (1985), pendidikan nilai menurut pendekatan
ini tidak memiliki suatu tujuan
tertentu berkaitan dengan nilai. Sebab, bagi penganut pendekatan ini, menentukan sejumlah nilai untuk siswa adalah tidak wajar dan tidak etis.
v Pendekatan
pembelajaran berbuat
Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach) memberi penekanan pada usaha memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan perbuatan-perbuatan moral, baik secara perseorangan maupun secara bersama-sama dalam suatu
kelompok.
Superka, et. al. (1976) menyimpulkan ada dua tujuan utama pendidikan moral berdasarkan kepada pendekatan ini. Pertama, memberi
kesempatan kepada siswa untuk
melakukan perbuatan moral, baik secara perseorangan mahupun secara bersama-sama, berdasarkan nilai-nilai mereka sendiri; Kedua, mendorong siswa untuk melihat
diri mereka sebagai makhluk individu
dan makhluk sosial dalam pergaulan dengan sesama, yang tidak memiliki kebebasan sepenuhnya,
melainkan sebagai warga dari suatu masyarakat,
yang harus mengambil bagian dalam
suatu proses demokrasi.
Metoda-metoda pengajaran yang digunakan dalam pendekatan analisis nilai dan klarifikasi nilai digunakan
juga dalam pendekatan ini. Metoda-metoda
lain yang digunakan juga adalah projek-projek tertentu untuk dilakukan di sekolah atau dalam masyarakat, dan praktek keterampilan dalam berorganisasi atau
berhubungan antara sesama (Superka,
et. al., 1976).
PENDEKATAN MEDIS
Dalam Undang-Undang Kesehatan nomor
23 tahun 1992, disebutkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera jasmani,
rohani dan sosial agar setiap orang dapat hidup secara produktif secara sosial
dan ekonmis Pengertian kesehatan dalam Undang-Undang ini kalau dicermati kata
demi kata pada dasar adalah suatu visi bangsa Indonesia dalam pembangunan
kesehatan masyarakat, bukan visi Indonesia Sehat 2010 yang selama ini kita
dengar. Karena merupakan visi maka dalam mewujudkannya harus dilakukan secara
kompehensif-menyeluruh.
Percaya lagi pada Dalam dokument
pembangunan kesehatan Negara Republik Indonesia ada 4 pendekatan yang digunakan
agar pembangunan kesehatan lebih menyeluruh (komprehensif) yaitu
pendekatan kuratif, rehabilitatif, preventif dan promotif. Ke empat pendekatan
ini harus dilakukan secara proporsional oleh Pemerintah dalam melayani masyarakat.
Pendekatan kuratif dan rehabilitatif
dalam praktek dilakukan oleh tenaga-tenaga dokter, perawat dan apoteker, dan
petugas yang berhubungan dengan medis lainnya, mereka ini biasanya di kenal
sebagai petugas medis.
Sementara pendekatan preventif dan
promotif dilakukan oleh tenaga-tenaga kesehatan masyarakat semisal ahli gizi
masyarakat, epidemiolgi kesehatan, ahli kesehatan lingkungan, tenaga promosi
kesehatan dan tenaga kesehatan masyarakat lainnya, mereka ini biasa disebut
sebagai tenaga kesehatan masyarakat.
Pendekatan medis dan pendekatan
kesehatan masyarakat harus berjalan bersama-sama, pendekatan yang satu tidak
merasa lebih dari pendekatan yang lainnya. Tidak bisa juga dikatakan pendekatan
kuratif dan rehabilitaif tampa mengabaikan pendekatan preventif dan promotif
seperti banyak yang ditemukan dalam konteks-konteks pada buku Kebijakan
Kesehatan di Indonesia. Karena kalau demikian konteksnya itu artinya sudah
melebihkan pendekatan kuratif-rehabilitaif daripada preventif-promotif.
Akibatnya adalah orang-orang akan selalu sakit kemudian diobati dan dipulihkan
tetapi karena tidak adanya upaya pencegahan melalui promosi kesehatan
orang-orang tersebut atau orang-orang lainnya sakit lagi dan sakit lagi, hingga
secara sosial mereka sakit dan tidak pendekatan medis, pengobatan
alternatif lainnyapun dicarai salah satunya adalah dukun cilik Ponaripun
sebagai alternatif.
Melebihkan pendekatan
kuratif-rehabilitatf dalam prakteknya dimasyarakat dapat ditunjukkan dari peran
petugas medis (dokter, perawat dan apoteker) dalam menangani penyakit berbasis
masyarakat, terlihat lebih menonjol bila dibandingkan dengan peran petugas
kesehatan masyarakat, bahkan peran-peran dari petugas kesehatan masyarakat
diambil alih oleh petugas medis, sehingga sangat menyedihkan peran petugas
kesehatan masyarakat hanya sebagai pelengkap saja.
Tetapi perlu diketahui beberapa hari
atau bulan kemudian timbul lagi penyakit serupa, terus berputar dari hari ke
hari, minggu-ke minggu, bulan ke bulan sampai tahun ke tahun bahkan ada
penyakit sampai terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa). Jadi sebenarnya mereka
petugas medis telah gagal dalam membangun kesehatam masyarakat, memang dalam
penanganan penyakit dan pengobatannya serta rehabilitasinya petugas medis
berhasil menyembuhkan penyakit tersebut, dan kemudian di klaim pelayanan
kesehatan masyarakat berhasil ditanggulangi, Bahkan karena penyakit-penyakit
tersebut sering terjadi dan sering ditangani mereka petugas medis terlihat
semakin profesional, akibatnya masyarakat cenderung membayar mahal penyakit tersebut
karena petugas medis yang menangani penyakit tersebut semakin mampu
menyembuhkannya. Tidak ada masalah bagi masyarakat yang mempunyai tingkat
ekonomi yang baik, karena mereka akan dilayani dengan baik dan ramah sebelum
diobati, tetapi akan menjadi masalah adalah mereka masyarakat yang mempunyai
tingkat ekonomi yang sangat kurang, tentunya mereka tidak akan mampu mengobati
penyakitnya oleh petugas medis, dan walaupun dilayani keramahan tidak ditemukan
seperti pada mereka yang mempunyai tingkat ekonomi tinggi, dan walaupun ada
keramahan, itu hanyalah keramahan sesaat karena mareka tiba-tiba mampu membayar
(karena berhutang) ketika mereka pulang 3-4 hari kemudian penyakit kambuh lagi,
karena yang ditangani bukan asal muasal timbulnya penyebab..
Pendekatan kuratif-rehabilitatif
berjalan bersama-sama dengan pendekatan preventif-promotif dapat dicontoh pada
Kejadian Luar Biasa (KLB) diare di Kabupaten Polewali Mandar Propinsi Sulawesi
Barat, pada akhir bulan Oktober dan awal Nobember 2009. Ketika laporan survailans
menyebutkan terjadi peningkatan kasus diare dan ada yang meninggal dunia, serta
merta pengambil kebijakan kesehatan kabupaten membentuk tim penanggulangan yang
merupakan refresentase dari pendekatan kuratif-rehabilitatif yang terdiri dari
tenaga dokter, perawat dan apoteker. Petugas-petugas kesehatan masyarakat (Ahli
Kesehatan Lingkungan, Epidemiolog, Petugas Promosi Kesehatan, Ahli Gizi
Masyarakat dll) kurang dilibatkan, yang seharusnya mereka juga dibentuk dalam
satu Tim yang dapat bekerja sama yaitu Tim Penyelidikan sebagai sebagai
representasi pendekatan preventif-promotif.
PERUBAHAN PERILAKU
Peran Tenaga Kesehatan
Masyarakat Dalam Mengubah Perilaku Masyarakat Menuju Hidup Bersih Dan Sehat.
Pembangunan kesehatan
merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Dalam konstitusi
Organisasi Kesehatan Dunia tahun 1948 disepakati antara lain bahwa diperolehnya
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya adalah hak yang fundamental bagi
setiap orang tanpa membedakan ras, agama, politik yang dianut dan tingkat
sosial ekonominya. Program pembangunan kesehatan yang dilaksanakan telah
berhasil meningkatkan derajat kesehatan masayarakat secara cukup bermakna,
walaupun masih dijumpai berbagai masalah san hambatan yang akan mempengaruhi
pelaksanaan pembangunan kesehatan. Oleh karena itu diperlukan adanya reformasi
di bidang kesehatan untuk mengatasi ketimpangan hasil pembangunan kesehatan
antar daerah dan antar golongan, derajat kesehatan yang masih tertinggal
dibandingkan dengan engara-negara tetangga dan kurangnya kemandirian dalam
pembangunan kesehatan.
Reformasi dibidang kesehatan
perlu dilakukan mengingat lima fenomena yang berpengauh terhadapa pembangunan
kesehatan. Pertama, perubahan pada dinamika kependudukan. Kedua, Temuan-temuan
ilmu dan teknologi kedokteran. Ketiga, Tantangan global sebagai akibatdari
kebijakan perdagangan bebas, revolusi informasi, telekomunikasi dan
transportasi. Keempat, Perubahan lingkungan.Kelima, Demokratisasi.
Perubahan
pemahaman konsep akan sehat dan sakit serta semakin maju IPTEK dengan informasi
tentang determinan penyebab penyakit telah menggugurkan paradigma pembangunan
kesehatan yang lama yang mengutamakan pelayanan kesehatan yang bersifat kuratif
dan rehabilitatif. Paradigma pembangunan kesehatan yang baru yaitu Paradigma
Sehat merupakan upaya untuk lebih meningkatkan kesehatan masyarakat yang
bersifat proaktif. Paradigma sehat sebagai model pembangunan kesehatan yang
dalam jangka panjang diharapkan mampu mendorong masyarakat untuk mandiri dalam
menjaga kesehatan melalui kesadaran yang lebih tinggi pada pentingnya pelayanan
kesehatan yang bersifat promotif dan preventif.
Dalam
Indonesia Sehat 2010, lingkungan yang diharapkan adalah yang kondusif bagi
terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya
air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, pemukiman yang sehat, perencanaan
kawasan yang berwawasan kesehatan serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang
saling tolong menolong.
Perilaku
masyarakat Indonesia Sehat 2010 yang diharapkan adalah yang bersifat proaktif
untuk memlihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya
penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif
dalam gerakan kesehatan masyarakat.
v
Dasar-Dasar Pembangunan Kesehatan
Untuk mencapai taraf kesehatan
bagi semua, maka paling sedikit yang harus tercakup dalam pelayanan kesehatan
dasar adalah :
1.
Pendidikan tentang masalah kesehatan umum, cara
pencegahan dan pemberantasannya
2. Peningkatan
persediaan pangan dan kecukupan gizi
3. Penyediaan
air minum dan sanitasi dasar.
4. Pelayanan
kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana
5. Imunisasi
6. Pengobatan
dan pengadaan obat
Pelayanan promotif, untuk
meningkatkan kemandirian dan peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan
diperlukan program penyuluhan dan pendidikan masyarakat yang berjenjang dan
berkesinambungan sehingga dicapai tingkatan kemandirian masyarkat dalam
pembangunan kesehatan. Dalam program promotif membutuhkan tenaga-tenaga kesmas
yang handal terutama yang mempunyai spesialisasi dalam penyuluhan dan
pendidikan.
Pelayanan preventif, untuk
menjamin terselenggaranya pelayanan ini diperlukan parar tenaga kesmas yang
memahami epidemiologi penyakit, cara-cara dan metode pencegahan serta
pengendalian penyakit. Program preventif ini merupakan salah satu lahan bagi
tenaga kesmas dalam pembangunan kesehatan. Keterlibatan kesmas dibidang
preventif di bidang pengendalian memerlukan penguasaan teknik-teknik lingkungan
dan pemberantasan penyakit. Tenaga kesmas juga dapat berperan dibidang kuratif
dan rehabilitatif kalau yang bersangkutan mau dan mampu belajar dan
meningkatkan kemampuannya dibidang tersebut.
Peran Tenaga Kesehatan
Masyarakat Dalam Merubah Perilaku Masyarakat Menuju Hidup Bersih Dan Sehat.
Ø Program
promosi perilaku hidup bersih dan sehat yang biasa dikenal PHBS/Promosi Higiene
merupakan pendekatan terencana untuk mencegah penyakit menular yang lain melaui
pengadopsian perubahan perilaku oleh masyarakat luas. Program ini dimulai
dengan apa yang diketahui, diinginkan dan dilakukan masyarakat setempat dan
mengembangkan program berdasarkan informasi tersebut (Curtis V dkk, 1997;
UNICEF, WHO. Bersih, Sehat dan Sejahtera).
Ø Program
promosi PHBS harus dilakukan secara profesional oleh individu dan kelompok yang
mempunyai kemampuan dan komitmen terhadap kesehatan masyarakat serta memahami
tentang lingkungan dan mampu melaksanakan komunikasi, edukasi dan menyampaikan
informasi secara tepat dan benar yang sekarang disebut dengan promosi
kesehatan. Tenaga kesehatan masyarakat diharapkan mampu mengambil bagian dalam
promosi PHBS sehingga dapat melakukan perubahan perilaku masyarakat untuk hidup
berdasarkan PHBS. Tenaga kesehatan masyarakat telah mempunyai bekal yang cukup
untuk dikembangkan dan pada waktunya disumbangkan kepada masyarakat dimana mereka
bekerja.
Dalam mewujudkan PHBS secara
terencana, tepat berdasarkan situasi daerah maka diperlukan pemahaman dan
tahapan sebagai berikut :
i.
Memperkenalkan kepada masyarakat gagasan dan teknik
perilaku Program promosi Hygiene Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), yang
merupakan pendekatan terencana untuk mencegah penyakit diare melalui
pengadopsian perubahan perilaku oleh masyarakat secara meluas. Program ini
dimulai dari apa yang diketahui, diinginkan, dan dilakukan masyarakat.
Perencanaan suatu program promosi hygiene untuk masyarakat dilakukan
berdasarkan jawaban atau pertanyaan diatas atau bekerjasama dengan pihak yang
terlibat, untuk itu diperlukan pesan-pesan sederhana, positif, menarik yang
dirancang untuk dikomunikasikan lewat sarana lokal seperti poster, leaflet.
ii.
Mengidentifikasikan perubahan perilaku masyarakat,
dalam tahap ini akan dilakukan identifikasi perilaku beresiko melalui
pengamatan terstruktur. Sehingga dapat ditentukan cara pendekatan baru terhadap
perbaikan hygiene sehingga diharapkan anak-anak terhindar dari lingkungan yang
terkontaminasi.
Memotivasi perubahan perilaku masyarakat,
langkah-langkah untuk memotivikasi orang untuk mengadopsi perilaku hygiene
termasuk ;
ü Memilih
beberapa perubaha perilaku yang diharapkan dapat diterapkan
ü Mencari
tahu apa yang dirasakan oleh kelompok sasaran mengenai perilaku tersebut
melalui diskusi terfokus, wawancara dan melalui uji coba perilaku
ü Membuat
pesan yang tepat sehingga sasaran mau melakukan perubahan perilaku
ü Menciptakan
sebuah pesan sederhana, positif, menarik berdasarkan apa yang disukai kelompok
sasaran
ü Merancang
paket komunikasi
Merancang program komunikasi,
pada tahap ini telah dapat menentukan perubahan perilaku dan menempatkan pesan
dengan tepat dengan memadukan semua informasi yang telah dikumpulkan,
selanjutnya dikomunikasikan dengan dukungan seperti audio visual (video, film),
oral (radio), cetak (poster, leaflet), visual (flip charts).
PEMBERDAYAAN
Pemerintah
sebagai “agen perubahan” dapat menerapkan kebijakan pemberdayaan masyarakat
miskin dengan 3 arah tujuan yaitu enabling, empowering, dan protecting.
Enabling
maksudnya menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
untuk berkemban. Sedangkan empowering bertujuan untuk memperkuat potensi atau
daya yang dimiliki oleh rakyat dengan menerapkan langkah-langkah nyata, yakni
dengan menampung berbagai masukan dan menyediakan sarana dan prasarana yang
diperlukan dan Protecting artinya melindungi dan membela kepentingan masyarakat
lemah.
Untuk
meningkatkan partisipasi rakyatdalam proses pengambilan keputusan yang
menyangkut diri dan masyarakatnya
merupakan unsure yang penting. Dengan sudut pandang demikian, maka
pemberdayaan masyarakat amat erat kaitannya dengan pemantapan, pembudayaan dan
pengamalan demokrasi. Friedmann ( 1994:76 ).
Pendekatan
pemberdayaan pada intinya memberikan tekanan pada otonomi pengambilan keputusan
dari suatu kelompok masyarakat yang berlandaskan pada sumber daya pribadi
langsung (melalui partisipasi) demokrasi dan pembelajaran social melalui pengalaman langsung.
Friedmann
dalam hal ini menegaskan bahwa pemberdayaan masyarakat tidak hanya sebatas
ekonomi saja tetapi juga secara politis sehingga pada akhirnya masyarakat akan
memiliki posisi tawar-menawar (bargaining position) baik secara nasional maupun internasional
sebagai titik focus dari pemberdayaan ini adalah aspek lokalitas, sebab civil
society akan merasa lebih siap diberdayakan lewat isu-isu lokal. Friedmann
mengingatkan bahwa adalah tidak sangat relistis apabila kekuatan-kekuatan
ekonomi dan struktur-struktur diluar social society diabaikan sedangkan proses
pemberdayaan bias dilakukan melalui individu maupun kelompok, namun
penberdayaan melalui kelompok mempunyai keunggulan yang lebih baik karena
mereka daplat saling memberikan masukan satu sama lainnya untuk memevcahkan
masalah yang dihadapinya.
Konsep
pemperdayaan masyarakat ini lebih luas hanya semata-mata memenuhi kebutuhan
dasar (basic need) atau menediakan mekanisme untuk mencegah proses kemiskinan
lebih lanjut(sapetined) belakangan ini konsep tersebut dikembangkan sebagai
upaya mencari alternative terhadap konsep-konsep pertumbuhan dimasa lalu.
Konsep ini berkembang dari upaya banyak ahli dan praktisi untuk mencari apa
yang menurut Fredmann alternatife depelovment yang menghendaki insclusif
demokraci economi growth gander equality and intergenerational equity (
Kartasamita 1996).
0 komentar:
Posting Komentar
jangan lupa komentar yah