Administrasi kepegawaian berkaitan dengan penggunaan sumber daya manusia dalam suatu organisasi. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam kegiatan belajar ini telah dikemukakan beberapa pendapat para ahli tentang pengertian, ruang lingkup, dan fungsi/aktivitas kepegawaian.
Sistem Administrasi Kepegawaian
Sistem administrasi kepegawaian adalah bagian dari administrasi negara yang kebijaksanaannya ditentukan dari tujuan yang ingin dicapai. Pola kebijaksanaannya tergantung pada bentuk negara yang dianut suatu negara, apakah federal ataukah kesatuan. Kebijaksanaan dasar sistem administrasi kepegawaian di negara kita mengacu pada Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional untuk mewujudkan masyarakat madani yang taat hukum, berperadaban modern, demokratis, adil, dan bermoral tinggi, diperlukan pegawai negeri yang merupakan unsur aparatur negara yang bertugas sebagai abdi masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan secara adil dan merata, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan penuh kesetiaan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Fungsi Teknis Administrasi Kepegawaian
Administrasi kepegawaian pada hakikatnya melakukan dua fungsi yaitu fungsi manajerial, dan fungsi operatif (teknis). Fungsi manajerial berkaitan dengan pekerjaan pikiran atau menggunakan pikiran (mental) meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian pegawai. Sedangkan fungsi operatif (teknis), berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan fisik, meliputi pengadaan, pengembangan, kompensasi, integrasi, pemeliharaan, dan pemensiunan pegawai.
FUNGSI UMUM ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN
A. FORMASI PEGAWAI NEGERI SIPIL
Formasi Pegawai Negeri Sipil adalah penentuan jumlah dan susunan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan untuk mampu melaksanakan tugas pokok yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang. Formasi ditetapkan untuk jangka waktu tertentu berdasarkan jenis, sifat, dan beban kerja yang harus dilaksanakan.
Tujuan penetapan formasi adalah agar satuan-satuan organisasi Negara mempunyai jumlah dan mutu pegawai yang memadai sesuai beban kerja dan tanggung jawab masing-masing satuan organisasi. Formasi ditetapkan berdasarkan analisis kebutuhan dalam jangka waktu tertentu dengan mempertimbangkan macam-macam pekerjaan, rutinitas pekerjaan, keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan hal-hal lain yang mempengaruhi jumlah dan sumber daya manusia yang diperlukan.
Analisis Kebutuhan Pegawai
Analisis kebutuhan pegawai merupakan dasar bagi penyusunan formasi. Analisis kebutuhan pegawai adalah suatu proses perhitungan secara logis dan teratur dari segala dasar-dasar/faktor-faktor yang ditentukan untuk dapat menentukan jumlah dan susunan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan oleh suatu satuan organisasi negara untuk mampu melaksanakan tugasnya secara berdayaguna, berhasil guna dan berkelanjutan Analisis kebutuhan dilakukan berdasarkan:
1. Jenis pekerjaan,
2. Jenis pekerjaan adalah macam-macam pekerjaan yang harus dilakukan oleh suatu satuan organisasi dalam melaksanakan tugas pokoknya, misalnya pekerjaan pengetikan, pemeriksaan perkara, penelitian, perawatan orang sakit, dan lain-lain
3. Sifat pekerjaan,
4. Sifat pekerjaan adalah pekerjaan yang berpengaruh dalam penetapan formasi, yaitu sifat pekerjaan yang ditinjau dari sudut waktu untuk melaksanakan pekerjaan itu. Ada pekerjaan-pekerjaan yang cukup dilaksanakan selama jam kerja saja, misalnya pekerjaan tata usaha, tetapi ada pula pekerjaan yang hams dilakukan selama 24 jam penuh, misalnya pemadam kebakaran, tenaga medis dan para medis di rumah-rumah sakit pemerintah.
5. Analisis beban kerja dan perkiraan kapasitas seorang Pegawai Negeri Sipil dalam jangka waktu tertentu,
6. Analisis beban kerja dalam jangka waktu tertentu, adalah frekuensi rata-rata masing-masing jenis pekerjaan dalam jangka waktu tertentu dari masing-masing organisasi, misalnya berapa banyaknya pekerjaan pengetikan surat atau naskah lainnya yang harus dibuat oleh suatu satuan organisasi dalam jangka waktu tertentu.
7. Perkiraan kapasitas pegawai dalam jangka waktu tertentu, adalah kemampuan seorang pegawai untuk menyelesaikan jenis pekerjaan tertentu dalam jangka waktu tertentu. Perkiraan beban kerja dan perkiraan kapasitas pegawai dapat dilakukan berdasarkan perhitungan atau pengalaman
8. Prinsip pelaksanaan pekerjaan, dan
9. Prinsip pelaksanaan pekerjaan sangat besar pengaruhnya dalam menentukan formasi pegawai. Misalnya, apabila pekerjaan membersihkan ruangan atau merawat pekarangan harus dikerjakan sendiri oleh satuan organisasi yang bersangkutan, maka harus diangkat pegawai untuk pekerjaan-pekerjaan itu, akan tetapi kalau pekerjaan membersihkan ruangan dan merawat pekarangan diborongkan kepada pihak ketiga, maka tidak perlu mengangkat pegawai untuk pekerjaan itu
10. Peralatan yang tersedia.
11. Peralatan yang tersedia atau yang diperkirakan akan tersedia dalam menyelesaikan pekerjaan sesuai tugas pokok akan mempengaruhi jumlah dan rnutu pegawai yang diperlukan. Pada umumnya semakin tinggi mutu peralatan kerja yang ada dan tersedia dalam jumlah yang memadai akan mengurangi jumlah pegawai yang diperlukan.
Penetapan Formasi
Formasi Pegawai Negeri Sipil secara nasional setiap tahun anggaran ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara, setelah memperhatikan pendapat Menteri Keuangan dan pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara Formasi Pegawai Negeri Sipil terdiri dari:
1) Formasi Pegawai Negeri Sipil Pusat
2) Formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah.
Formasi Pegawai Negeri Sipil Pusat untuk masing-masing satuan organisasi Pemerintah Pusat setiap tahun anggaran ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara setelah mendapat pertimbangan dari Kepala Badan Kepegawaian Negara atas usul Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat.
Formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah untuk masing-masing satuan organisasi Pemerintah Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota setiap tahun anggaran ditetapkan oleh Kepala Daerah masing-masing setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara berdasarkan pertimbangan Kepala Badan Kepegawaian Negara. Persetujuan formasi Pegawai Negeri Sipil Daerah berdasarkan usul dari Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah yang dikoordinasikan oleh Gubernur. Formasi yang telah ditetapkan berlaku dalam tahun anggaran yang bersangkutan, sehingga lowongan formasi yang tidak diisi pada tahun anggaran yang bersangkutan, tidak dapat digunakan untuk tahun anggaran berikutnya. Dalam menetapkan formasi untuk setiap tahun anggaran harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Jumlah Pegawai Negeri Sipil (bezetting) yang ada,
2) Jumlah Pegawai Negeri Sipil yang naik pangkat,
3) Jumlah Pegawai Negeri Sipil yang berhenti, pensiun, atau meninggal dunia, dan
4) Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil menurut jabatan dan pendidikan/jurusannya.
Analisis Jabatan
Analisis kebutuhan pegawai dapat diperoleh melalui analisis jabatan. Analisis jabatan adalah suatu kegiatan mengumpulkan, menilai, dan mengorganisasikan informasi tentang jabatan. Analisis jabatan meliputi:
1. Uraian jabatan atau uraian pekerjaan, yaitu informasi yang lengkap tentang tugas dan berbagai aspek lain dari suatu jabatan atau pekerjaan,
2. Kualifikasi atau syarat-syarat jabatan, yaitu keterangan mengenai syarat-syarat yang diperlukan oleh seorang pegawai untuk dapat melakukan tugas tertentu misalnya pendidikan tertentu,
3. Peta jabatan, yaitu susunan nama dan tingkat jabatan struktural dan fungsional yang tergambar dalam suatu struktur unit organisasi dari tingkat yang paling rendah sampai dengan yang paling tinggi dan jenis jabatan fungsional serta jumlah yang diperlukan
Kemampuan Keuangan Negara
Faktor kemampuan keuangan negara adalah faktor penting yang selalu harus diperhatikan dalam penentuan formasi Pegawai Negeri Sipil. Walaupun penyusunan formasi telah sejauh mungkin ditetapkan berdasarkan analisis kebutuhan pegawai seperti diuraikan terdahulu, akan tetapi apabila kemampuan keuangan negara masih terbatas, maka penyusunan formasi tetap harus didasarkan kemampuan keuangan negara yang tersedia.
Formasi Pegawai Pada Perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri
Pada kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dipekerjakan Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia (home staff) dan tenaga kerja warga negara setempat (local staff). Penetapan formasi Pegawai Negeri Sipil di luar negeri bagi instansi yang memiliki perwakilan di luar negeri harus memperhatikan pula pertimbangan dari Menteri Luar Negeri.
Formasi yang telah ditetapkan berlaku dalam tahun anggaran yang bersangkutan, sehingga lowongan formasi yang tidak diisi pada tahun yang bersangkutan tidak dapat digunakan untuk tahun anggaran berikutnya.
Penetapan formasi Pegawai negeri Sipil yang tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku, maka tidak dapat digunakan untuk pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil/Pegawai Negeri Sipil.
Dalam rangka perencanaan dan pengendalian jumlah Pegawai Negeri Sipil maka setiap keputusan Gubernur/Bupati/Walikota tentang penetapan formasi di lingkungannya, tembusannya harus disampaikan kepada Menteri yang bertanggungjawab di bidang pendayagunaan aparatur negara dan Kepala BKN.
DASAR PERHITUNGAN KEBUTUHAN TENAGA KESEHATAN
NO UNIT KERJA JUMLAH TENAGA
DOKTER DRG PERAWAT BIDAN NAKES
LAIN NON
NAKES
PERAWAT
1 PUSKESMAS
PERAWATAN 2 dr/
PKM 1 drg/
PKM 8 perawat/PKM 3 bidan/
PKM 5 Nakes lain/PKM 1
2 PUSKESMAS
NON
PERAWATAN 1 drg/
PKM 1 dr/
3 PKM 5 perawat
/PKM
3 PUSKESMAS
PEMBANTU 1 perawat
4 DESA 1 dr / 10 TT 1 bidan/
desa
RUMAH SAKIT
1 RUMAH SAKIT 1 dr / 10 / TT 3 drg / RS 2 perawat
/ TT 1 Nakes lain/ 3 TT 1/3 jml tenaga kesehatan
Keterangan :
TT : Tempat Tidur
PKM : Puskesmas
Nakes Lain : Tenaga Kefarmasian, Kesehatan Masyarakat, Gizi, Keterapian fisik, Keteknisan Medis
Non Nakes : Tenaga Administrasi yang menunjang pelayanan kesehatan
STANDAR PENGHITUNGAN KEBUTUHAN GURU
1. Guru SD
Keterangan
JGSD : Jumlah Guru SD
JRB : Jumlah Rombongan Belajar
GP : Guru Pendidikan Jasmani dan Rohani
GA : Guru Agama
2. Guru SLTP dan SMU
Keterangan
JGMP : Jumlah Guru Mata Pelajaran
JRB : Jumlah Rombongan Belajar
W : Alokasi waktu seluruh mata pelajaran/minggu
24 : jumlah jam wajib mengajar /minggu
3. Guru SMK
Keterangan
JGMP : Jumlah Guru Mata Pelajaran yang dibutuhkan
JP : Jumlah Jam Pelajaran/tahun
JK : Jumlah Kelas tiap tingkat/paralel
JW : Jam wajib mengajar/minggu
KB : Kelompok Belajar
- Untuk Program Normatif dan Adaptif kelompok belajar = 1
- Untuk Program Produktif kelompok belajar = 2
ME : Jumlah Minggun Efektif/tahun
4. Guru Konseling
Keterangan
JGBK : Jumlah Guru Bimbingan Konseling
JS : Jumlah Siswa
150 : Jumlah siswa yang wajib dibimbing
FORMULA PENGHITUNGAN JABATAN TEKNIS LAINNYA
I. PERHITUNGAN MENGGUNAKAN PROSES KERJA
Rumus = Jumlah Waktu Penyelesaian Tugas
Standar Waktu
Contoh :Jabatan Perancang Grafik Peta Bumi
1) Jumlah Waktu Penyelesaian Tugas
Jumlah Waktu penyelesaian tugas jabatan Perancang Grafik Peta Bumi sebanyak 54.300menit (905 jam)
Standar Waktu Penyelesaian
Jumlah waktu standar penyelesaian tugas selama 1 (satu) tahun sebanyak 75.000 menit (1.250 jam)
Jumlah Pegawai yang dibutuhkan
54.300 / 75.000 = 0,75 pegawai
Sehingga jumlah pegawai yang dibutuhkan sebanyak 1 (satu) pegawai dengan catatan ditambahkan beban kerja lain
II. PERHITUNGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT KERJA
Rumus = Jumlah Satuan Perangkat Kerja
Standar Pegawai persatuan Perangkat Kerja
Contoh : Traktor pada Balai Latihan Kerja Departemen Pertanian dibutuhka Jabatan Operator, Teknisi dan Tukang Oli
1. Standar Pegawai Per Satuan Perangkat Kerja
a. Operator = 3 orang
b. Teknisi = 1 orang
c. Tukang Oli = 2 orang
2. Jumlah Pegawai yang dibutuhkan
a. Operator = 1 x 3 = 3 orang
b. Teknisi = 1 x 1 = 1 orang
c. Tukang Oli = 1 x 2 = 2 orang
III. PERHITUNGAN MENGGUNAKAN HASIL KERJA
Rumus = Volume Hasil Kerja
Standar Hasil Kerja Pegawai
Contoh: Agenda Surat adalah hasil kerja jabatan Agendaris
1. Hasil Kerja
1000 agenda surat
2. Standar kemampuan prestasi rata-rata Pegawai
100 Agsenda surat/pegawai/hari
3. Jumlah Pegawai yang dibutuhkan
1000/100 = 10 pegawai
IV. PERHITUNGAN MENGGUNAKAN OBJEK / BAHAN KERJA
Rumus = Jumlah Beban Kerja
Standar Penyelesaian Obyek / Bahan Kerja
Contoh : Bahan kerja surat diperlukan jabatan Agendari dan Caraka
1. Volume objek kerja
1000 surat
2. Standar kemampuan Pegawai per jabatan
a. Agendaris = 100 surat / hari
b. Caraka = 50 surat / hari
3. Jumlah Pegawai yang dibutuhkan
a. Agendaris = 1000 / 100 = 10 agendaris
b. Caraka = 1000 / 50 = 20 caraka
Bahan Bacaan:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 Tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil.
3. Surat Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 26 Tahun 2004 Tanggal 6 Mei 2004
4. Keputusan Presiden yang mengatur tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi yang bersangkutan.
B. PENGADAAN PNS
Pengadaan Pegawai Negeri Sipil adalah kegiatan untuk mengisi formasi yang lowong. Pada umumnya formasi yang lowong disebabkan adanya Pegawai Negeri Sipil yang berhenti, pensiun, meninggal dunia atau adanya perluasan organisasi, yang kemudian ditetapkan dalam keputusan Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara Karena tujuan pengadaan Pegawai Negeri Sipil untuk mengisi formasi yang lowong, maka pengadaan Pegawai Negeri Sipil harus berdasarkan kebutuhan, baik dalam arti jumlah maupun kompetensi jabatan yang diperlukan. Setiap Warga Negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Syarat-syarat tersebut tidak boleh didasarkan atas jenis kelamin, suku, agama, ras, golongan, atau Daerah.
Pengadaan Pegawai Negeri Sipil hanya diperkenankan dalam batas formasi yang telahditetapkan, dengan memprioritaskan:
1. Pegawai pelimpahan/penarikan dari Departemen/Lembaga Pemerintahan Non Departemen/ Pemerintah Daerah yang kelebihan pegawai.
2. Siswa/mahasiswa ikatan dinas, setelah lulus dari pendidikannya.
3. Tenaga kesehatan yang telah selesai melaksanakan masa bakti sebagai pegawai tidak tetap.
4. Tenaga lain yang sangat diperlukan.
Persyaratan
Syarat yang harus dipenuhi oleh setiap pelamar untuk menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil:
1. Warga Negara Indonesia;
2. Pada saat diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil, berusia sekurang-kurangnya 18 tahun dan setingi-tinginya 35 tahun
3. Tidak pernah dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena melakukan suatu tindak pidana kejahatan;Dalam ketentuan ini, tidak termasuk bagi mereka yang dijatuhi hukuman percobaan.
4. Tidak pernah diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil atau diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai swasta;
5. Tidak berkedudukan sebagai Calon/Pegawai Negeri;
6. Mempunyai pendidikan, kecakapan, keahlian, dan keterampilan yang diperlukan; Berkelakuan baik;
7. Sehat jasmani dan rohani;
8. Bersedia ditempatkan diseluruh wilayah Republik Indonesia atau negara lain yang ditentukan oleh pemerintah; dan
9. Syarat lain yang ditentukan dalam persyaratan jabatan.
Catatan: Pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil dapat dilakukan bagi mereka yang melebihi usia 35 tahun namun tidak boleh melebihi usia 40 tahun. pengangkatan tersebut dilaksanakan berdasarkan kebutuhan khusus dan dilaksanakan secara selektif bagi yang telah mengabdi pada Pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah sekurang-kurangnya 5 tahun terus-menerus sebelum diundangkannya Peraturan Pemerintah 11 Tahun 2002.
Pengumuman
Setiap pengadaan Pegawai Negeri Sipil harus diumumkan seluas-luasnya melalui media masa yang tersedia dan/atau bentuk lain yang mungkin digunakan agar diketahui oleh umum. Dengan pengumuman tersebut, di samping untuk memberikan kesempatan yang luas kepada Warga Negara Indonesia, juga lebih memungkinkan bagi Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah untuk mencari Calon Pegawai Negeri Sipil yang cakap dalam menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya. Pengumuman penerimaan pegawai harus sudah dilakukan selambat-lambatnya 15 hari sebelum penerimaan lamaran.
Dalam pengumuman dicantumkan antara lain:
1. Jumlah dan jenis jabatan yang lowong
2. Kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan
3. Syarat yang harus dipenuhi oleh setiap pelamar
4. Alamat dan tempat lamaran ditujukan
5. Batas waktu pengajuan surat lamaran
6. Waktu dan tempat seleksi; dan
7. Lain-lain yang dianggap perlu.
Pelamaran
Surat lamaran ditulis tangan sendiri. Surat lamaran ditujukan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian yang bersangkutan dengan melampirkan:
1. Fotokopi STTB/Ijazah yang disahkan pejabat yang berwenang.
2. Kartu tanda pencari kerja dari Departemen/ Dinas Tenaga Kerja setempat
3. Pas foto menurut ukuran dan jumlah yang ditentukan.
Penyaringan
Penyaringan pelamar dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu pemeriksaan administratif dan ujian penyaringan Dalam pemeriksaan administratif, surat lamaran yang diterima diperiksa dan diteliti apakah sesuai dengan persyaratan yang diperlukan. Pemeriksaan surat lamaran secara fungsional oleh pejabat yang diserahi tugas urusan kepegawaian. Surat lamaran yang tidak memenuhi syarat administratif dikembalikan dan disebutkan alasan pengembaliannya. Surat lamaran yang memenuhi Ujian penyaringan.
Ujian penyaringan dilaksanakan dengan test kompetensi serta test kepribadian (psikotest). Dalam usaha menjamin obyektivitas penyelenggaraan ujian penyaringan penerimaan pegawai, maka ujian dilaksanakan secara tertulis. Materi test kompetensi disesuaikan dengan kebutuhan persyaratan jabatan, meliputi pengetahuan umum, Bahasa Indonesia, kebijaksanaan pemerintah, pengetahuan teknis, dan pengetahuan lainnya. Materi ujian disusun sedemikian rupa sehingga pelamar yang akan diterima benar-benar mempunyai kecakapan, keahlian, dan/atau keterampilan yang diperlukan.
Apabila dipandang perlu dapat diadakan ujian lisan berupa wawancara. Ujian lisan merupakan pelengkap dari ujian tertulis atau sebagai salah satu usaha untuk lebih mengetahui kecakapan pelamar syarat administratif disusun dan ditata secara tertib untuk memudahkan pemanggilan. Ujian keterampilan diadakan bagi pelamar untuk mengisi lowongan tertentu, misalnya untuk pelamar yang akan diangkat menjadi operator komputer atau pengemudi kendaraan bermotor.
Ujian kepribadian (psikotest) diadakan untuk mengisi jabatan tertentu untuk mengetahui kepribadian, minat, dan bakat pelamar.
Penyelenggaraan psikotest disesuaikan dengan kemampuan instansi masing-masing.
Pengumuman Pelamar Yang Diterima
Pejabat Pembina Kepegawaian menetapkan pelamar yang diterima berdasarkan jumlah lowongan dan kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan. Pejabat Pembina Kepegawaian atau pejabat lain yang ditunjuk mengumumkan nomor peserta ujian yang diterima melalui media masa atau dalam bentuk lainnya.
Di samping pengumuman melalui media masa, kepada pelamar yang diterima disampaikan pemberitahuan secara tertulis melalui surat tercatat. Dalam pengumuman dan surat pemberitahuan tersebut diberitahukan kapan, kepada pejabat mana, dan batas waktu untuk melapor. Batas waktu melapor sekurang-kurangnya 14 hari kerja terhitung mulai tanggal dikirimkan surat pemberitahuan tersebut. Apabila pelamar yang dipanggil sampai batas waktu yang ditentukan tidak melapor, maka dianggap mengundurkan diri.
Pelamar yang ditetapkan diterima wajib melengkapi dan menyerahkan kelengkapan administrasi kepada Pejabat Pembina Kepegawaian atau pejabat lain yang ditunjuk, yaitu:
1. Foto copy ijazah/STTB yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang
2. Daftar riwayat hidup sesuai ketentuan yang belaku.
3. Pasfoto ukuran 3x4 cm sesuai kebutuhan.
4. Surat keterangan catatan kriminal/berkelakuan baik dari Polri.
5. Surat keterangan sehat rohani dan jasmani serta tidak mengkonsumsi/menggunakan narkotika, psikotropika, prekursor, dan zat adiktif lainnya dari dokter.
6. Asli kartu pencari kerja dari Dinas Tenaga Kerja.
7. Surat pernyataan tentang:
a) Tidak pernah dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukumyang tetap, karena melakukan suatu tindak pidana kejahatan;
b) Tidak pernah diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri atau diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai swasta;
c) Tidak berkedudukan sebagai Calon/ Pegawai Negeri;
d) Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Republik Indonesia atau negara lain yang ditentukan oleh Pemerintah;
e) Tidak menjadi anggota/pengurus partai politik. catatan: Bagi yang sebelumnya telah menjadi pengurus dan/atau anggota partai politik harus melampirkan surat pernyataan telah melepaskan keanggotaan dan/atau kepengurusan dari partai politik yang diketahui oleh pengurus partai politik yang bersangkutan.
8. Foto copy sah surat keterangan dan bukti pengalaman kerja bagi yang telah mempunyai pengalaman bekerja.
Khusus bagi yang pada saat diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil berusia lebih dari 35 (tiga puluh lima) tahun dan tidak lebih dari 40 (empat puluh) tahun, harus melampirkan surat keputusan pengangkatan dan surat keterangan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan masih melaksanakan tugasnya pada instansi pemerintah.
Pengangkatan Sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil
Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah menyampaikan daftar pelamar yang dinyatakan lulus ujian penyaringan dan ditetapkan diterima untuk diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara untuk mendapat Nomor Identitas Pegawai Negeri Sipil menurut tata cara yang ditentukan.
Kepala Badan Kepegawaian Negara memberikan NIP bagi yang memenuhi syarat, sebagai dasar bagi Pejabat Pembina Kepegawaian untuk menetapkan keputusan pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil. Penetapan pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan tahun anggaran yang berjalan, yaitu tahun anggaran penetapan formasi, pada tanggal 1 bulan berikutnya setelah pemberian NIP.
Dalam hal pemberian NIP pada bulan terakhir tahun anggaran yang berjalan, pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil berlaku mulai tanggal 1 bulan terakhir tahun anggaran yang bersangkutan, kecuali ada kebijakan lain dari Pemerintah Pusat.
Surat keputusan tentang pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil diberikan kepada yang bersangkutan dengan surat ke alamatnya.Selambat-lambatnya 1 bulan sejak diterimanya surat keputusan, Calon Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus sudah melapor pada satuan unit organisasi.
Golongan Ruang
Golongan ruang sebagai dasar penggajian pertama ditetapkan berdasarkan ijazah atau surat tanda tamat belajar (STTB) yang dimiliki dan digunakan pada saat melamar menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, yaitu sebagai berikut.
Golongan ruang gaji Calon Pegawai Negeri Sipil (menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 yang diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2002).
• I/a Sekolah Dasar/setingkat
• I/c Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama/setingkat
• II/a Sekolah Lanjutan Tingkat Atas/Diploma I/setingkat
• II/b Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa/ Diploma II/setingkat
• II/c Sarjana Muda/Akademi/Diploma III
• III/a Sarjana/Diploma IV
• III/b Dokter/Apoteker/Magister/setara ~ III/c Doktor
Ijazah/STTB Yang Diperoleh Di Luar Negeri
Ijazah yang diperoleh dari sekolah atau perguruan tinggi di luar negeri hanya dapat dihargai apabila telah diakui dan ditetapkan sederajat dengan sekolah atau perguruan tinggi negeri di Indonesia yang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab dibidang pendidikan nasional atau pejabat lain yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berwenang menyelenggarakan pendidikan.
Penghasilan
Hak atas gaji Calon Pegawai Negeri Sipil adalah sebesar 80 % dari gaji pokok Pegawai Negeri Sipil yang berlaku mulai yang bersangkutan secara nyata melaksanakan tugasnya yang dinyatakan dengan surat pernyataan oleh kepala kantor atau pimpinan satuan organisasi yang bersangkutan. Calon Pegawai Negeri Sipil yang ditempatkan jauh dari tempat tinggalnya, sudah dianggap nyata melaksanakan tugas sejak ia berangkat menuju ke tempat tugasnya.
Calon Pegawai Negeri Sipil yang pada saat pengangkatannya telah memiliki pengalaman atau masa kerja yang dapat diperhitungkan untuk penetapan gaji pokok adalah:
1. Masa kerja selama bertugas di instansi pemerintah dihitung penuh untuk penetapan gaji pokok.
2. Masa kerja sebagai pegawai tidak tetap (PTT).
3. Masa kerja sebagai pegawai/karyawan dari perusahaan swasta yang berbadan hukum, yang tiap-tiap kali tidak kurang dari 1 tahun dan tidak terputus-putus, diperhitungkan setengahnya sebagai masa kerja untuk penetapan gaji pokok, dengan ketentuan sebanyak-banyak 8 (delapan) tahun.
Masa Percobaan
Setiap Calon Pegawai Negeri Sipil diwajibkan menjalani masa percobaan sekurang-kurangnya selama 1 tahun dan paling lama 2 tahun. Calon Pegawai Negeri Sipil yang selama menjalani masa percobaan dinyatakan cakap diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Calon Pegawai Negeri Sipil yang dinyatakan tidak cakap maka diberhentikan dengan hormat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil.
Calon Pegawai Negeri Sipil yang telah menjalani masa percobaan sekurang-kurangnya 1 tahun dan paling lama 2 tahun, diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil apabila memenuhi syarat berikut:
1. Setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan sekurang-kurangnya bernilai baik,
2. Telah memenuhi syarat kesehatan j asmani dan rohani untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil,
3. Telah lulus pendidikan dan pelatihan prajabatan.
Calon Pegawai Negeri Sipil diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil dengan keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian dan diberikan pangkat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku dan gaji pokok sesuai dengan golongan dan ruang penggajiannya.
Calon Pegawai Negeri Sipil yang telah menjalani masa percobaan lebih dari 2 tahun dan telah memenuhi syarat menurut ketentuan yang berlaku, tetapi karena sesuatu sebab belum diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil, maka hanya dapat diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil apabila alasannya bukan karena kesalahan yang bersangkutan. Pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil Pusat bagi Calon Pegawai Negeri Sipil Pusat yang telah menjalani masa percobaan lebih dari 2 tahun ditetapkan oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara. Pengangkatan menjadi Pegawai Negeri Sipil Daerah bagi Calon Pegawai Negeri Sipil Daerah yang telah menjalani masa percobaan lebih dari 2 tahun ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah setelah mendapat pertimbangan teknis dari Kepala Kantor Regional Badan Kepegawaian Negara.
Calon Pegawai Negeri Sipil yang oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara dinyatakan tewas atau cacat karena dinas dan tidak dapat bekerja lagi disemua jabatan negeri, dengan keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara atau Kepala Kantor Regional Badan Kepegawaian Negara diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil dan diberikan hak-hak kepegawaian sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemberhentian Calon Pegawai Negeri Sipil
Calon Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan hormat apabila:
1. Mengajukan permohonan berhenti;
2. Tidak memenuhi syarat kesehatan;
3. Tidak lulus dari pendidikan dan pelatihan prajabatan;
4. idak menunjukkan kecakapan dalam menjalankan tugas;
5. Menunjukkan sikap dan budi pekerti yang tidak baik yang dapat mengganggu lingkungan pekerjaan;
6. Dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang;
7. Menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik dan telah mengajukan surat permohonan berhenti secara tertulis kepada Pejabat Pembina Kepegawaian;
Satu bulan setelah diterimanya keputusan pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil tidak melapor dan melaksanakan tugas, kecuali bukan karena kesalahan yang bersangkutan.
Calon Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan hormat apabila:
1. Pada waktu melamar dengan sengaja memberikan keterangan atau bukti yang tidak benar;
2. Dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena dengan sengaja melakukan sesuatu tindak pidana kejahatan, atau melakukan sesuatu tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan/tugasnya.
3. Dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat; atau
4. Menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik tanpa mengajukan surat pemohonan berhenti secara tertulis kepada Pejabat Pembina Kepegawaian.
Pemberhentian Calon Pegawai Negeri Sipil ditetapkan dengan keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian yang bersangkutan
Pemberian Nomor Induk Pegawai (NIP)
Nomor induk pegawai (NIP) diberikan kepada setiap Pegawai Negeri Sipil termasuk calon Pegawai Negeri Sipil.
Fungsi NIP adalah sebagai berikut:
1. Sebagai nomor identitas Pegawai Negeri Sipil.
2. Sebagai nomor pensiun
3. Sebagai nomor asuransi social Pegawai Negeri Sipil (atau nama lain yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.
4. Sebagai dasar penyusunan dan pemeliharaan tata usaha kepegawaian yang teratur
• NIP hanya berlaku selama yang bersangkutan menjadi Pegawai Negeri Sipil, atau dengan perkataan lain, NIP dengan sendirinya tidak berlaku lagi apabila yang bersangkutan sudah berhenti sebagai Pegawai Negeri Sipil, Kecuali untuk kepentingan pension dan ansuransi social Pegawai Negeri Sipil.
• Apabila yang bersangkutan berhenti sebagai Pegawai Negeri Sipil, maka NIPnya tidak dapat digunakan untuk Pegawai Negeri Sipil lain.
• Pegawai Negeri Sipil yang pindah antar instansi Pemerintah atau ditugaskan kepada instansi lain tetap menggunakan NIP yang telah ditetapkan baginya.
• Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan hak pensiun, apabila kemudian diangkat kembali menjadi Pegawai Negeri Sipil, tetap menggunakan NIP yang telah ditetapkan baginya.
• Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil tanpa hak pensiun, apabila kemudian diangkat kembali menjadi Pegawai Negeri Sipil, tetap menggunakan NIP yang telah ditetapkan baginya
Penetapan NIP
• NIP ditetapkan secara terpusat oleh Kantor Badan Kepegawaian Negara, Baik bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat maupun bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah.
• Pegawai Negeri Sipil yang telah mengisi Kardaf, ditetapkan NIP nya berdasarkan data kepegawaian yang terdapat dalam Kardaf.
Penggunaan NIP
• Dalam Surat-surat mutasi kepegawaian harus dicantumkan NIP, seperti dalam surat-surat keputusan pengangkatan calon/Pegawai Negeri Sipil, Kenaikan Pangkat, pengangkatan dalam atau pemberhentian dari jabatan, pemindahan, pemberhentian, pesiun, dan mutasi kepegawaian lainnya.
• Arsip kepegawaian disusun secara sistematis menurut urutan NIP.
• Dengan pencantuman NIP dalam segala surat-surat mutasi kepegawaian dan pelaksanaan penyusunan arsip kepegawaian menurut urutan NIP, maka akan memudahkan pemeliharaan arsip kepegawaian dan mudah ditemukan apabila diperlukan.
Pemberian Kartu Pegawai Negeri Sipil (KARPEG)
• Karpeg diberikan kepada mereka yang telah berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil, atau dengan perkataan lain selama seseorang masih berstatus sebagai calon Pegawai Negeri Sipil, kepadanya tidak diberikan KARPEG.
• Karpeg adalah sebagai kartu identitas Pegawai Negeri Sipil, dalam arti bahwa pemegangnya adalah Pegawai Negeri Sipil. Karpeg berlaku selama yang bersangkutan menjadi Pegawai Negeri Sipil, atau dengan perkataan lain, apabila yang bersangkutan telah berhenti sebagai Pegawai Negeri Sipil, maka Karpeg dengan sendirinya tidak berlaku lagi
Penetapan KARPEG
• Karpeg ditetapkan secara terpusat oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara, bagi Pegawai Negeri Sipil baik bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat maupun bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah.
• Pegawai Negeri Sipil yang telah mengisi Kardaf ditetapkan Karpegnya berdasarkan data kepegawaian yang terdapat dalam Kardaf.
KARIS/KARSU
Persyaratan membuat KARIS/KARSU
• Foto Copy CPNS/PNS
• Surat keterangan Perkawinan Pertama dari Bagian Kepegawaian.
• Foto Copy surat nikah, legalisir.
• Photo suami/istri 4 x 6 = 5 lembar.
• Surat keterangan tempat kerja suami/istri yang bersangkutan.
Persyaratan membuat Polis TASPEN
• SK Calon Pegawai Negeri Sipil (80%);
• SKUMPTK ( Surat Keterangan Untuk Mendapat Tunjangan Keluarga
Persyaratan Membuat Kartu Askes
• Slip Gaji terakhir
• Foto Copy CPNS/PNS
• Photo 2 x 3
• Akta Kelahiran (Untuk yang sudah memiliki anak)
• Surat Nikah
• Foto copy Kartu Tanda Penduduk ( KTP)
Bahan Bacaan:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian PNS;
4. Surat Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 11 Tahun 2002 tanggal 17 Juni 2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Nomor 98 Tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2002
KENAIKAN PANGKAT PNS
Pangkat adalah kedudukan yang M menunjukkan tingkatan seseorang Pegawai Negeri Sipil berdasarkan jabatannya dalam rangkaian susunan kepegawaian dan digunakan sebagai dasar penggajian. Kenaikan pangkat adalah penghargaan yang diberikan atas prestasi kerja dan pengabdian Pegawai Negeri Sipil terhadap Negara, serta sebagai dorongan kepada Pegawai Negeri Sipil untuk lebih meningkatkan prestasi kerja dan pengabdiannya. Agar kenaikan pangkat dapat dirasakan sebagai penghargaan, maka kenaikan pangkat harus diberikan tepat pada waktunya dan tepat kepada orangnya. Susunan Pangkat dan Golongan Ruang Pegawai Negeri Sipil Susunan pangkat serta golongan ruang Pegawai Negeri Sipil sebagai berikut:
No Pangkat Golongan Ruang
1 Juru Muda I a
2 Juru Muda Tingkat I I b
3 Juru I c
4 Juru Tingkat I I d
5 Pengatur Muda II a
6 Pengatur Muda Tingkat I II b
7 Pengatur II c
8 Pengatur Tingkat I II d
9 Penata Muda III a
10 Penata Muda Tingakat I III b
11 Penata III c
12 Penata Tingkat I III d
13 Pembina IV a
14 Pembina Tingkat 1 IV b
15 Pembina Utama Muda IV c
16 Pembina Utama Madya IV d
17 Pembina Utama IV e
Setiap pegawai baru yang dilantik atau diputuskan sebagai Pegawai Negeri Sipil / PNS baik di pemerintah pusat maupun daerah akan diberikan Nomor Induk Pegawai atau NIP yang berjumlah 18 dijit angka, golongan dan pangkat sesuai dengan tingkat pendidikan yang diakui sebagai mana berikut di bawah ini :
• Pegawai baru lulusan SD atau sederajat = I/a
• Pegawai baru lulusan SMP atau sederajat = I/b
• Pegawai baru lulusan SMA atau sederajat = II/a
• Pegawai baru lulusan D1/D2 atau sederajat = II/b
• Pegawai baru lulusan D3 atau sederajat = II/c
• Pegawai baru lulusan S1 atau sederajat = III/a
• Pegawai baru lulusan S2 sederajad/S1 Kedokteran/S1 Apoteker = III/b
• Pegawai baru lulusan S3 atau sederajat = III/c
Periode kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil ditetapkan tanggal 1 April dan 1 Oktober setiap tahun, kecuali kenaikan pangkat anumerta dan kenaikan pangkat pengabdian. Masa kerja untuk kenaikan pangkat pertama Pegawai Negeri Sipil dihitung sejak pengangkatan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil. Kenaikan pangkat dilaksanakan berdasarkan sistem kenaikan pangkat reguler dan sistem kenaikan pangkat pilihan. Kenaikan Pangkat Reguler Kenaikan pangkat reguler diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang tidak menduduki jabatan struktural atau jabatan fungsional tertentu dan diberikan sepanjang tidak melampaui pangkat atasan langsungnya. Kenaikan pangkat reguler ini diberikan sekurang-kurangnya telah 4 tahun dalam pangkat terakhir dan pangkat tertingginya ditentukan oleh pendidikan tertinggi yang dimilikinya..
1. KENAIKAN PANGKAT REGULER
Kenaikan pangkat reguler juga diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang:
a. Melaksanakan tugas belajar dan sebelumnya tidak menduduki jabatan struktural atau jabatan fungsional tertentu, dan
b. Dipekerjakan atau diperbantukan secara penuh di luar instansi induk dan tidak menduduki jabatan pimpinan yang telah ditetapkan persamaan eselonnya atau jabatan fungsional tertentu.
Kenaikan pangkat reguler tertinggi diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil sampai dengan pangkat:
a. Pengatur Muda golongan ruang II/a, bagi yang memiliki Surat Tanda Tamat Belajar Sekolah Dasar.
b. Pengatur golongan ruang II/c, bagi yang memiliki Surat Tanda Tamat Belajar Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama.
c. Pengatur Tingkat I golongan ruang II/d, bagi yang memiliki Surat Tanda Tamat Belajar Sekolah Lanjutan Kejuruan Tingkat Pertama.
d. Penata Muda Tingkat I golongan ruang III/b, bagi yang memiliki Surat Tanda Tamat Belajar Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, Sekolah Lanjutan Kejuruan Tingkat Atas 3 Tahun, Sekolah Lanjutan Kejuruan Tingkat Atas 4 Tahun, Ijazah Diploma I, atau Ijazah Diploma II.
e. Penata golongan ruang III/c, bagi yang memiliki Ijazah Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa, Ijazah Diploma III, Ijazah Sarjana Muda, Ijazah Akademi atau Ijazah Bakaloreat.
f. Penata Tingkat I golongan ruang III/d, bagi yang memiliki Ijazah Sarjana (SI), atau Ijazah Diploma IV.
g. Pembina golongan ruang IV/a, bagi yang memiliki Ijazah Dokter, Ijazah Apoteker, Ijazah Magister (S2), atau ijazah lain yang setara
h. Diangkat menjadi Pejabat Negara;
i. Memperoleh surat tanda tamat belajar atau ijazah;
j. Melaksanakan tugas belajar dan sebelumnya menduduki jabatan struktural atau jabatan fungsional tertentu;
k. Telah selesai mengikuti dan lulus tugas belajar; dan
l. Dipekerjakan atau diperbantukan secara penuh di luar instansi induknya yang diangkat dalam jabatan pimpinan yang telah ditetapkan persamaan eselonnya atau jabatan fungsional tertentu.
2. KENAIKAN PANGKAT PILIHAN :
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002 Tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil Pasal 9 (sembilan), Kenaikan Pangkat Pilihan adalah “kepercayaan dan penghargaan yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil atas prestasi kerjanya yang tinggi”.
Kenaikan Pangkat Pilihan diberikan kepada PNS yang :
1) Menduduki jabatan struktural/jabatan fungsional tertentu
2) Menduduki jabatan tertentu yang pengangkatannya ditetapkan dengan Keppres
3) Menunjukkan prestasi kerja luar biasa baiknya
4) Menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi negara
5) Diangkat menjadi pejabat negara
6) Memperoleh STTB/Ijazah
7) Melaksanakan tugas belajar dan sebelumnya menduduki jabatan struktural atau fungsional tertentu
8) Telah selesai mengikuti dan lulus tugas belajar
9) Dipekerjakan atau diperbantukan secara penuh di luar instansi induknya yang diangkat dalam jabatan pimpinan yang telah ditetapkan persamaan eselonnya atau jabatan fungsional tertentu.
2.5.1. Kenaikkan pangkat PNS yang menduduki jabatan struktural dan Kenaikan Pangkat bagi PNS yang menduduki jabatan fungsional tertentu
1. Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural dan pangkatnya masih satu tingkat jenjang pangkat terendah yang ditentukan untuk jabatan itu, dapat dinaikkan pangkatnya setingkat lebih tinggi apabila :
1.1.1. Telah satu tahun dalam pangkat terakhir
1.1.2. Sekurang-kurangnya telah satu tahun dalam jabatan struktural yang didudukinya, yang dihitung sejak pelantikan.
1.1.3. Setiap unsur penilaian prestasi kerja bernilai baik dalam dua tahun terakhir
2. Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan struktural dan pangkatnya masih satu tingkat dibawah jenjang pangkat terendah untuk jabatan yang diduduki tetapi telah empat tahun atau lebih dalam pangkat terakhir yang dimiliki, dapat dipertimbangkan kenaikan pangkatnya setingkat lebih tinggi pada periode kenaikan pangkat setelah pelantikan apabila setiap unsur penilaian prestasi kerja/DP-3 sekurang-kurangnya bernilai baik dalam dua tahun terakhir
Di samping syarat utama tersebut, kelengkapan administrasi juga harus dilengkapi untuk pengajuan usul kenaikan pangkat tersebut, kelengkapan yang dilampirkan antara lain :
1. Salinan/fotocopy sah keputusan pengangkatan dalam jabatan terakhir;
2. Salinan/fotocoy sah SK KP terakhir;
3. Fotocopy sah DP-3 dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan
4. Fotocopy sah surat pernyataan pelantikan.
Contoh Kasus :
Pegawai Negeri Sipil Pusat bernama Dra. Sri Yulianti NIP. 150001418 pangkat Penata Tingkat I golongan ruang III/d terhitung mulai tanggal 1 April 2002. Pada tanggal 7 Mei 2004 di angkat dalam jabatan Kepala Bagian Pemerintah Desa pada Sekretariat Daerah Kabupaten Lombok Barat (eselon III a ) dan dilantik tanggal 20 Mei 2004.
Dalam hal demikian, maka terhitung mulai tanggal 1 Oktober 2005 yang bersangkutan dapat dinaikan pangkatnya menjadi Pembina golongan ruang IV/a, apabila telah lulus ujian dinas tingkat II, atau pendidikan dan pelatihan kepemimpinan tinggkat III (SPAMA/SPADYA), dan memenuhi syarat kenaikan pangkat lainnya.
Jenjang Jabatan Eselon Pegawai Negeri Sipil Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002
No Eselon JENJANG TERENDAH JENJANG TERTINGGI KET.
Pangkat Gol./
Ruang Pangkat Gol./
Ruang
1 I/a Pembina Utama IV/e Pembina Utama IV/e
2 I/b Pembina Utama Madya IV/d Pembina Utama IV/e
3 II/a Pembina Utama Muda IV/c Pembina Utama Madya IV/d
4 II/b Pembina Tk. I IV/b Pembina Utama Muda IV/c
5 III/a Pembina IV/a Pembina Tk. I IV/b
6 III/b Penata Tk. I III/d Pembina IV/a
7 IV/a Penata III/c Penata Tk. I III/d
8 IV/b Penata Muda Tk. I III/b Penata III/c
9 V/a Penata Muda III/a Penata Muda Tk. I III/b
Kenaikan Pangkat bagi PNS yang menduduki jabatan fungsional tertentu
PNS yang menduduki jabatan fungsional tertentu dapat dinaikkan pangkatnya setiap kali setingkat lebih tinggi apabila :
1. Sekurang-kurangnya telah dua tahun dalam pangkat terakhir
2. Telah memenuhi angka kredit yang ditentukan
3. Setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam dua tahun terakhir.
Kelengkapan administrasi :
1. Salinan/fotocopy sah keputusan pengangkatan dalam jabatan terakhir;
2. Salinan/fotocoy sah SK KP terakhir;
3. Fotocopy sah DP-3 dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan
4. Asli penetapan angka kredit.
Contoh kasus:
Seorang Pegawai Negeri Sipil Daerah bernama ABDUL NABIL, SSTP., SKM. NIP 610003190 Menduduki jabatan fungsional Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Madya pada Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat, Berpangkat Pembina Utama Muda golongan ruang IV/c terhitung mulai tanggal 1 April 1998.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat mengusulkan kenaikan pangkat yang bersangkutan kepada Bupati Lombok Barat untuk menjadi Pembina Utama Madya golongan ruang IV/d terhitumg mulai tanggal 1 April 2003.
Dalam hal demikian, karena Sdr. ABDUL NABIL, SSTP., SKM. menduduki jabatan Penyuluhan kesehatan masyarakat Madya yang jenjang pangkat tertinggi adalah Pembina UtamaMuda golongan ruang IV/c, maka usul kenaikan pangkat tersebut tidak dapat dipertimbangkan.
2.5.2. Kenaikan pangkat bagi PNS yang menduduki jabatan tertentu yang pengangkatannya ditetapkan dengan KEPRES
Kenaikan pangkat bagi PNS yang menduduki jabatan tertentu yang pengangkatannya ditetapkan dengan KEPRES diatur dengan peraturan perundangan tersendiri ( Jabatan Hakim, PP 41 Tahun 2002).
Persyaratan :
1. Sekurang-kurangnya telah 4 (empat) tahun dalam pangkat terakhir;
2. Setiap unsur penilaian prestasi kerja bernilai baik dalam 2 (tahun) terakhir.
Kelengkapan administrasi
a. Salinan/fotocopy sah keputusan pengangkatan dalam jabatan terakhir;
b. Salinan/fotocoy sah SK KP terakhir;
c. Fotocopy sah DP-3 dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan
d. Surat pernyataan melaksanakan tugas (SPMT).
2.5.3. Kenaikan pangkat bagi PNS yang menunjukkan prestasi yang luar biasa baiknya
Prestasi kerja luar biasa adalah prestasi kerja yang sangat menonjol yang secara nyata diakui dalam lingkungan kerjanya, sehingga Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan secara nyata menjadi teladan bagi pegawai lainnya. Penilaian prestasi kerja luar biasa baiknya dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh pejabat pembina kepegawaian. Prestasi kerja luar biasa baiknya dinyatakan dalam surat keputusan yang ditandatangani sendiri oleh Pejabat Pembina Kepegawaian. Penetapan prestasi kerja luar biasa baiknya tidak dapat didelegasikan kepada pejabat lain.
Kenaikan pangkat karena Pegawai Negeri Sipil menunjukan prestasi kerja luar biasa baiknya selama 1 (satu) tahun terakhir, dapat dinaikkan pangkatnya setingkat lebih tinggi tanpa terikat jenjang pangat, apabila:
1. Persyaratan :
a. Menunjukan prestasi kerja luar biasa baiknya selama 1 (satu) tahun terakhir;
b. Sekurang-kurangnya telah 1 tahun dalam pangkat terakhir; dan
c. Setiap unsur penilaian prestasi kerja bernilai amat baik dalam 1 (satu) tahun terakhir.
2. Kelengkapan Administrasi :
a. Salinan/fotocopy sah keputusan pengangkatan dalam jabatan terakhir apabila menduduki jabatan struktural/fungsional;
b. Salinan/fotocoy sah SK KP terakhir;
c. Asli surat keputusan yang ditandatangani oleh pejabat pembina kepegawaian tentang penetapan prestasi kerja luar biasa baiknya;
d. Fotocopy sah DP-3 dalam 1 (satu) tahun terakhir; dan
e. Data pendukung KPLB (sertifikat, penghargaan, dll)
2.5.4. Kenaikan pangkat bagi PNS yang menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi negara
PNS yang menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi negara, dinaikan pangkatnya setingkat lebih tinggi tanpa terikat jenjang pangkat yang diberikan pada saat yang bersangkutan telah 1 (satu) tahun dalam pangkat terakhir dan penilaian baik, dan tidak ada unsur yang bernilai kurang.
1. Persyaratan :
a. Telah 1 tahun dalam pangkat terakhir;
b. Penilaian prestasi kerja rata-rata bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir.
2. Kelengkapan administrasi
a) Salinan/fotocopy sah keputusan pengangkatan dalam jabatan terakhir apabila menduduki jabatan struktural/fungsional;
b) Salinan/fotocoy sah SK KP terakhir;
c) Salinan/fotocopy sah keputusan tentang penemuan baru yang bermanfaat bagi negara dari Badan/Lembaga yang ditetapkan oleh Presiden; dan
d) Fotocopy sah DP-3 dalam 1 (satu) tahun terakhir.
Contoh :
Seorang Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Deartemen Pertanian bernama Dr. ABDUL FAIZ NIP 610023333 pangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b tyerhitung mulai tanggal 1 April 2002. Pada tanggal 17 Juni 2002 dinyatakan telah berhasil menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi Negara dibidang pertanian.
Dalam hal demikian, maka yang bersangkutan diberikan kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi terhitung mulai tanggal 1 April 2003 sebagai penghargaan atas penemuan baru dimaksud, apabila memeuhi syarat kenaikan pangkat lainnya
2.5.5. Kenaikan pangkat bagi PNS yang diangkat menjadi Pejabat Negara
1. PNS yang diangkat menjadi Pejabat Negara dan diberhentikan dari jabatan organiknya, dapat dinaikkan pangkatnya setiap kali setingkat lebih tinggi tanpa terikat jenjang pangkat, apabila :
2. Sekurang-kurangnya telah 4 (empat) tahun dalam pangkat terakhir
3. Setiap unsur penilaian prestasi kerja/DP-3 dalam 1 (satu) tahun terakhir sekurang-kurangnya bernilai baik
4. PNS yang diangkat menjadi Pejabat Negara tetapi tidak diberhentikan dari jabatan organiknya, kenaikan pangkatnya dipertimbangkan berdasarkan jabatan organik yang didudukinya, dengan ketentuan:
a. Bagi yang menduduki jabatan struktural/fungsional tertentu, kenaikan pangkatnya dipertimbangkan berdasarkan ketentuan yang berlaku untuk pemberian kenaikan pangkat pilihan sesuai dengan jabatan yang didudukinya.
b. Bagi yang tidak menduduki jabatan struktural/fungsional tertentu, kenaikan pangkatnya dipertimbangkan berdasarkan ketentuan yang berlaku untuk pemberian kenaikan pangkat reguler
5. Kelengkapan administrasi :
a. Salinan/fotocopy sah keputusan pengangkatan sebagai pejabat negara;
b. Salinan/fotocopy sah SK KP terakhir; dan
c. Fotocopy sah DP-3 dalam 1 (satu) tahun terakhir.
2.5.6. Kenaikan pangkat bagi PNS yang memperoleh STTB/Ijazah setingkat lebih tinggi
1. STTB/Ijazah SLTP atau yang setingkat dan masih berpangkat Juru Muda Tingkat I Gol. Ruang I/b ke bawah, dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Juru Gol. Ruang I/c
2. STTB/Ijazah SLTA, Diploma I atau yang setingkat dan masih berpangkat Juru Tingkat I Gol. Ruang I/d ke bawah, dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Pengatur Muda, Gol Ruang II/a.
3. STTB/Ijazah SPGLB atau Diploma II dan masih berpangkat Pengatur Muda, Gol. Ruang II/a ke bawah dapat dinaikan pangkatnya menjadi Pengatur Muda Tingkat I, Gol. Ruang II/b
4. Ijazah Sarjana Muda, Akademi, atau Diploma III dan masih berpangkat Pengatur Muda Gol. Ruang II/b ke bawah, dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Pengatur Gol. Ruang II/c
5. Ijazah Sarjana (S1) atau Diploma IV dan masih berpangkat Pengatur Tingkat I Gol. Ruang II/d ke bawah, dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Penata Muda Gol. Ruang III/a
6. Ijazah Dokter, Ijazah Apoteker dan Ijazah Magister (S2) atau Ijazah lain yang setara, dan masih berpangkat Penata Muda golongan ruang III/a ke bawah, dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Penata Muda Tk. I, golongan ruang III/b. dan,
7. Ijazah Doktor (S3) dan masih berpangkat Penata Muda Tingkat I Gol. Ruang III/b ke bawah, dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Penata Gol. Ruang III/c
Ijazah sebagaimana tersebut di atas adalah ijazah yang diperoleh dari sekolah atau perguruan tinggi negeri dan atau ijazah dari yang diperoleh dari sekolah/perguruan tinggi swasta yang terakreditasi dan atau telah mendapat izin penyelenggaraan dari Menteri yang bertanggungjawab di bidang pendidikan nasional atau pejabat lain berdasarkan peraturan perundangan
Untuk ijazah yang diperoleh dari sekolah/perguruan tinggi di luar negeri dihargai setelah di akui dan ditetapkan sederajat dengan ijazah dari sekolah atau perguruan tinggi negeri yang ditetapkan Menteri yang bertanggungjawab dibidang pendidikan nasional.
Kenaikan pangkat sebagaimana tersebut di atas dapat dipertimbangkan setelah memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Diangkat dalam jabatan/tugas yang memerlukan pengetahuan/keahlian yang sesuai dngan ijazah yang diperoleh
2. Sekurang-kurangnya telah 1 (satu) tahun dalam pangkat terakhir
3. Setiap unsur penilaian prestasi kerja/DP-3 bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir
4. Memenuhi jumlah angka kredit yang ditentukan bagi yang menduduki jabatan fungsional tertentu
5. Lulus ujian penyesuaian kenaikan pangkat penyesuaian ijazah ijazah yang diperoleh sebagaimana tersebut di atas termasuk didalamnya ijazah yang diperoleh sebelum yang bersangkutan diangkat sebagai PNS.
6. Kelengkapan Administrasi :
1.6.1. Salinan sah dari STTB/Ijazah/Diploma/Sarjana;
1.6.2. Salinan sah SK KP terakhir;
1.6.3. Fotocopy sah DP-3 dalam 1 tahun terakhir;
1.6.4. Asli penetapan angka kredit bagi PNS yang menduduki jabatan fungsional tertentu; dan
1.6.5. Surat Keterangan Pejabat Pembina Kepegawaian dibuat serendah-rendahnya pejabat eselon II tentang uraian tugas, yang dibebankan kepada PNS yang bersangkutan, kecuali bagi PNS yang menduduki jabatan fungsional tertentu.
Bagi Pegawai Negeri Sipil yang telah memiliki surat tanda tamat belajar/ijazah yang diperoleh sebelum yang bersangkutan diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, berlaku ketentuan mengenai kenaikan pangkat bagi Pegawai Negeri Sipil yang memperoleh surat tanda tamat belajar/ijazah atau diploma. Ujian penyesuaian ijazah bagi Pegawai Negeri Sipil yang memperoleh STTB/ljazah/Diploma Ujian kenaikan pangkat penyesuaian ijazah berpedoman kepada materi ujian penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan tingkat ijazah yang diperoleh dan substansi yang berhubungan dengan tugas pokoknya. Pelaksanaan ujian kenaikan pangkat tersebut diatur lebih lanjut oleh instansi masing-masing.
2.5.7. Kenaikan pangkat bagi PNS yang melaksanakan tugas belajar dan sebelumnya menduduki jabatan tertentu
PNS yang sedang melaksanakan tugas belajar dan sebelumnya menduduki jabatan stuktural atau jabatan fungsional tertentu diberikan kenaikan pangkat setiap kali setingkat lebih tinggi bila telah memenuhi Persyaratan :
a) Diberikan dalam batas jenjang yang ditentukan dalam jabatan struktural/fungsional tertentu yang terakhir didudukinya.
b) sekurang-kurangnya telah 4 (empat) tahun dalam pangkat terakhir
c) setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir
Kelengkapan administrasi :
a) Salinan/fotocopy sah keputusan pengangkatan dalam jabatan terakhir;
b) Salinan/fotocoy sah SK KP terakhir;
c) Fotocopy sah DP-3 dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan
d) Fotocopy sah surat keputusan/perintah untuk tugas belajar.
2.5.8. Kenaikan pangkat bagi PNS yang telah sesuai mengikuti dan lulus tugas belajar
PNS yang melaksanakan tugas belajar apabila telah lulus dan memperoleh:
1. Ijazah SGPLB atau Diploma II, dan masih berpangkat Pengetur Muda Gol. Ruang II/a ke bawah, dinaikkan pangkatnya menjadi Pengatur Muda Tingkat I Gol. Ruang II/b
2. Ijazah Sarjana Muda, Akademi, atau Diploma III dan masih berpangkat Pengatur Muda Tingkat I, Gol. Ruang II/b ke bawah, dinaikkan pangkatnya menjadi Pengatur Gol. Ruang II/c
3. Ijazah Sarjana (S1) atau Diploma IV dan masih berpangkat Pengatur Tingkat I Gol. Ruang II/d ke bawah, dinaikkan pangkatnya menjadi Penata Muda Gol. Ruang III/a
4. Ijazah Dokter, Apoteker dan Magister (S2) atau ijazah lain yang setara dan masih berpangkat Penata Muda Gol. Ruang III/a ke bawah, dinaikkan pangkatnya menjadi Penata Muda Tingkat I Gol. Ruang III/b
5. Ijazah Doktor (S3) dan masih berpangkat Penata Muda Tingkat I Gol. Ruang III/b ke bawah, dinaikkan pangkatnya menjadi Penata Gol. Ruang III/c
Kenaikan pangkat tersebut baru dapat dipertimbangkan bila:
1) Sekurang-kurangnya telah 1 (satu) tahun dalam pangkat terakhir
2) Setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir
2.5.9. Kenaikan pangkat PNS yang dipekerjakan atau diperbantukan secara penuh di luar instansi induknya yang diangkat dalam jabatan pimpinan yang telah ditetapkan persamaan eselonnya atau jabatan fungsional tertentu
Kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan/diperbantukan secara penuh diluar instansi induknya. Yang dimaksud dipekerjakan/diperbantukan secara penuh diluar instansi induknya dalam ketentuan ini adalah dipekerjakan/diperbantukan secara penuh pada negara sahabat atau badan internasional dan badan lain yang ditentukan pemerintah, antara lain perusahaan jawatan, Palang Merah Indonesia, rumah sakit swasta, badan-badan sosial, dan lembaga pendidikan.
Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan atau diperbantukan di luar instansi induknya dan diangkat dalam jabatan pimpinan yang ditetapkan persamaan eselonnya :
a) Sekurang-kurangnya telah 4 (empat) tahun dalam pangkat terakhir
b) Setiap unsur penilaian prestasi kerja/DP-3 sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir
Kelengkapan Administrasi :
a) Salinan/fotocopy sah keputusan pengangkatan dalam jabatan terakhir;
b) Salinan/fotocoy sah SK KP terakhir;
c) Fotocopy sah DP-3 dalam 2 (dua) tahun terakhir;
d) Fotocopy sah surat keputusan/perintah untuk diperkerjakan/diperbantukan secara penuh di luar instansi induknya; dan
e) Asli Penetapan Angka Kredit bagi PNS yang menduduki jabatan fungsional tertentu.
Kenaikan pangkat sebagaimana tersebut diatas hanya dapat diberikan sebanyak-banyaknya 3 (tiga) kali, kecuali bagi yang dipekerjakan atau diperbantukan pada lembaga kependidikan, sosial, kesehatan dan perusahaan jawatan
PNS yang diperbantukan/ dipekerjakan diluar instansi induk dan yang menduduki jabatan fungsional tertentu yang untuk kenaikan pangkatnya harus memenuhi angka kredit, disamping syarat-syarat lainnya sebagaimana dipersyaratkan untk kenaikan pangkat PNS yang menduduki jabatan fungsional.
Kenaikan Pangkat Anumerta Pegawai Negeri Sipil yang dinyatakan tewas, diberikan kenaikan pangkat anumerta setingkat lebih tinggi.
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan tewas adalah:
a. Meninggal dunia dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya; Meninggal dunia dalam keadaan lain yang ada hubungannya dengan dinasnya, sehingga kematian itu disamakan dengan meninggal dunia dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya;
b. Meninggal dunia yang langsung diakibatkan oleh luka atau cacat jasmani atau cacat rohani yang didapat dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya;
c. Meninggal dunia karena perbuatan anasir yang tidak bertanggung jawab ataupun sebagai akibat tindakan terhadap anasir itu.
Kenaikan pangkat anumerta ditetapkan berlaku mulai tanggal, bulan dan tahun Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tewas. Pemberian kenaikan pangkat anumerta harus diusahakan sebelum Pegawai Negeri Sipil yang tewas dimakamkan dan surat keputusan kenaikan pangkat anumerta tersebut hendaknya dibacakan pada waktu upacara pemakaman. Untuk menjamin agar pemberian kenaikan pangkat anumerta dapat diberikan sebelum Pegawai Negeri Sipil yang tewas itu dimakamkan, maka ditetapkan keputusan sementara. Pejabat yang berwenang menetapkan keputusan sementara adalah Pejabat Pembina Kepegawaian instansi masing-masing untuk Pegawai Negeri Sipil yang dinyatakan tewas dalam pangkat Pembina Utama golongan ruang IV/e ke bawah. Apabila tempat kedudukan Pejabat Pembina Kepegawaian tersebut jauh dari instansi tempat bekerja Pegawai Negeri Sipil yang tewas sehingga tidak memungkinkan diberikan kenaikan pangkat anumerta sebelum Pegawai Negeri Sipil yang tewas itu dimakamkan, camat atau pejabat pemerintah setempat lainnya misalnya kepolisian setempat atau kepala sekolah negeri, dapat menetapkan keputusan sementara. Kepala kantor atau pimpinan unit kerja membuat laporan tentang tewasnya Pegawai Negeri Sipil sebagai bahan penetapan keputusan sementara oleh camat atau pejabat lainnya. Berdasarkan laporan tersebut camat atau pejabat pemerintah setempat lainnya mempertimbangkan pemberian kenaikan pangkat anumerta, dan apabila menurut pendapatnya memenuhi syarat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka pejabat tersebut menetapkan keputusan sementara tentang pemberian kenaikan pangkat anumerta. Pejabat yang menetapkan keputusan sementara tersebut diatas, selambat-lambatnya dalam waktu 7 hari kerja wajib melaporkan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian instansi Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. Berdasarkan bahan-bahan kelengkapan administrasi yang disampaikan oleh pejabat yang menetapkan keputusan sementara tersebut, maka Pejabat Pembina Kepegawaian mempertimbangkan penetapan keputusan sementara kenaikan pangkat anumerta tersebut.
Apabila terdapat alasan yang cukup untuk pemberian kenaikan pangkat anumerta maka Pejabat Pembina Kepegawaian menyampaikan usul kepada:
a. Presiden, bagi Pegawai Negeri Sipil yang diusulkan menjadi Pembina Utama Muda golongan ruang IV/c ke atas dan tembusan disampaikan kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara sebagai bahan pertimbangan teknis kepada Presiden.
b. Kepala Badan Kepegawaian Negara, bagi Pegawai Negeri Sipil yang diusulkan menjadi Juru Muda Tingkat I golongan ruang I/b sampai dengan Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b.
Apabila almarhum/almarhumah Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dinyatakan tewas karena benar terbukti bahwa ia meninggal dunia dalam dan karena dinas, maka keputusan sementara tentang pemberian kenaikan pangkat anumerta ditetapkan menjadi keputusan definitif oleh pejabat yang berwenang yaitu:
a. Presiden, bagi Pegawai Negeri Sipil yang dinaikan pangkatnya menjadi Pembina Utama Muda golongan ruang IV/c ke atas setelah mendapat pertimbangan teknis Kepala Badan Kepegawaian Negara.
b. Kepala Badan Kepegawaian Negara, bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat yang dinaikkan pangkatnya menjadi Juru Muda Tingkat I golongan ruang I/b sampai dengan Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b.
Apabila almarhum/almarhumah Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan ternyata tidak memenuhi syarat untuk dinyatakan tewas, maka keputusan sementara tentang pemberian kenaikan pangkat anumerta tersebut tidak dapat ditetapkan menjadi keputusan definitif oleh pejabat yang berwenang, dan keputusan sementara tersebut tidak berlaku untuk mengurus hak-hak kepegawaiannya. Dalam hal yang bersangkutan tersebut di atas tidak memenuhi syarat untuk mendapat kenaikan pangkat anumerta tetapi memenuhi syarat untuk mendapat kenaikan pangkat pengabdian karena meninggal dunia, dapat diberikan kenaikan pangkat pengabdian dengan keputusan pejabat yang berwenang sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keputusan kenaikan pangkat anumerta membawa akibat kenaikan gaji pokok, dengan demikian pensiun pokok bagi janda/duda Pegawai Negeri Sipil yang tewas didasarkan kepada gaji pokok dalam pangkat anumerta. Calon Pegawai Negeri Sipil yang tewas diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil terhitung mulai awal bulan yang bersangkutan tewas dan diberikan kenaikan pangkat anumerta serta diberikan hak-hak kepegawaian sesuai ketentuan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil yang dinyatakan tewas. Kenaikan Pangkat Pengabdian
Kenaikan pangkat pengabdian bagi Pegawai Negeri Sipil diberikan kepada:
a. Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia,
b. Pegawai Negeri Sipil yang akan diberhentikan dengan hormat dengan hak pensiun karena mencapai batas usia pensiun, dan
c. Pegawai Negeri Sipil yang oleh Tim Penguji Kesehatan dinyatakan cacat karena dinas dan tidak dapat bekerja lagi dalam semua jabatan negeri.
Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia atau akan diberhentikan dengan hormat dengan hak pensiun karena mencapai batas usia pensiun dapat diberikan kenaikan pangkat pengabdian setingkat lebih tinggi apabila:
1. memiliki masa bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil selama:
a. Sekurang-kurangnya 30 tahun secara terus menerus dan sekurang-kurangnya telah 1 bulan dalam pangkat terakhir;
b. Sekurang-kurangnya 20 tahun secara terus menerus dan sekurang-kurangnya telah 1 tahun dalam pangkat terakhir; atau
c. Sekurang-kurangnya 10 tahun secara terus menerus dan sekurang-kurangnya telah 2 tahun dalam pangkat terakhir,
2. Setiap unsur penilaian DP-3 sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 1 tahun terakhir, dan
3. Tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat dalam 1 tahun terakhir.
Masa bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil secara terus menerus yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah masa kerja yang dihitung sejak diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil/Pegawai Negeri Sipil sampai dengan yang bersangkutan meninggal dunia atau mencapai batas usia pensiun dan tidak terputus starusnya sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Kenaikan pangkat pengabdian Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia atau mencapai batas usia pensiun tersebut ditetapkan dengan :
a. Keputusan Presiden, bagi Pegawai Negeri Sipil yang dinaikkan pangkatnya menjadi Pembina Utama Muda golongan ruang IV/c ke atas setelah mendapat pertimbangan teknis Kepala Badan Kepegawaian Negara;
b. Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara, bagi Pegawai Negeri Sipil yang dinaikkan pangkatnya menjadi Juru Muda Tingkat I golongan ruang I/b sampai dengan Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b.
Kenaikan pangkat pengabdian bagi Pegawai Negeri Sipil yang mencapai batas usia pensiun yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden, ditetapkan sekaligus dalam keputusan pemberhentian dengan hak pensiun Pegawai Negeri Sipil tersebut. Kenaikan pangkat pengabdian bagi Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia berlaku terhitung mulai tanggal Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan meninggal dunia. Kenaikan pangkat pengabdian bagi Pegawai Negeri Sipil yang mencapai batas usia pensiun berlaku terhitung mulai tanggal 1 pada bulan yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat dengan hak pensiun.
Pegawai Negeri Sipil yang oleh tim penguji kesehatan dinyatakan cacat karena dinas dan tidak dapat bekerja lagi dalam semua jabatan negeri, diberikan kenaikan pangkat pengabdian setingkat lebih tinggi. Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan cacat karena dinas adalah:
1. Cacat yang disebabkan oleh kecelakaan yang terjadi:
a. Dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya;
b. Dalam keadaan lain yang ada hubungannya dengan dinas, sehingga kecelakaan itu disamakan dengan kecelakaan yang terjadi dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya;
c. Karena perbuatan anasir yang tidak bertanggung jawab ataupun sebagai akibat tindakan terhadap anasir itu.
2. Cacat yang disebabkan oleh sakit yang diderita sebagai akibat langsung dari pelaksanaan tugas. Kenaikan pangkat pengabdian disebabkan cacat karena dinas ditetapkan dengan :
a. Keputusan Presiden, bagi Pegawai Negeri Sipil untuk kenaikan pangkat menjadi Pembina Utama Muda golongan ruang IV/c ke atas, setelah mendapat pertimbangan teknis Kepala Badan Kepegawaian Negara;
b. Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara, bagi Pegawai Negeri Sipil untuk kenaikan pangkat menjadi Juru Muda Tingkat I golongan ruang I/b sampai dengan Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b.
Kenaikan pangkat pengabdian yang disebabkan cacat karena dinas, berlaku mulai tanggal yang bersangkutan oleh tim penguji kesehatan dinyatakan cacat karena dinas dan tidak dapat bekerja lagi dalam semua jabatan negeri. Calon Pegawai Negeri Sipil yang oleh Tim Penguji Kesehatan dinyatakan cacat karena dinas dan tidak dapat bekerja lagi dalam semua jabatan negeri, diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil, diberikan kenaikan pangkat pengabdian berlaku terhitung mulai tanggal 1 pada bulan yang bersangkutan dinyatakan cacat karena dinas dan tidak dapat bekerja lagi dalam semua jabatan negeri, dan diberhentikan dengan hormat dengan hak pensiun sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kepala Badan Kepegawaian Negara atas usul Pejabat Pembina Kepegawaian yang bersangkutan menetapkan pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil menjadi Pegawai Negeri Sipil sekaligus pemberian kenaikan pangkat pengabdian dan pemberhentian dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan hak pensiun. Pegawai Negeri Sipil yang dinyatakan cacat dalam dan karena dinas dan tidak dapat dipekerjakan lagi dalam semua jabatan negeri diberikan pensiun sebesar yang tertinggi bagi PNS sebesar 75 % dari dasar pensiun (gaji pokok) dan disamping itu diberikan tunjangan cacat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Tunjangan cacat sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1981 tiap bulan adalah :
a. 70% dari gaji pokok apabila kehilangan fungsi: penglihatan pada kedua belah mata; atau pendengaran pada kedua belah telinga; atau kedua belah kaki dari pangkal paha atau dari lutut kebawah.
b. 50% dari gaji pokok apabila kehilangan fungsi: lengan dari sendi bahu kebawah; atau kedua belah kaki dari mata kaki kebawah.
c. 40% dari gaji pokok apabila kehilangan fungsi: lengan dari atau dari atas siku kebawah; atau sebelah kaki dari pangkal paha.
d. 30% dari gaji pokok apabila kehilangan fungsi: penglihatan dari sebelah mata; atau pendengaran dari sebelah telinga; atau tangan dari atau dari atas pergelangan kebawah; atau sebelah kaki dari mata kaki kebawah.
Dalam hal terjadi beberapa cacat sebagaimana dimaksud maka besarnya tunjangan cacat ditetapkan dengan menjumlahkan persentase dari tiap cacat, dengan ketentuan paling tinggi 100% dari gaji pokok Ujian Dinas Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pengatur Tingkat I golongan ruang II/d dan Penata Tingkat I golongan ruang III/d untuk dapat dinaikkan pangkatnya, disamping memenuhi syarat yang ditentukan, harus lulus ujian dinas, kecuali ditentukan lain menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ujian dinas tingkat I untuk kenaikan pangkat dari Pengatur Tingkat I golongan ruang II/d menjadi Penata Muda golongan ruang III/a. Ujian dinas tingkat II untuk kenaikan pangkat dari Penata Tingkat I golongan ruang III/d menjadi Pembina golongan ruang IV/a. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah melaksanakan ujian dinas bagi Pegawai Negeri Sipil di lingkungan masing-masing.
Pegawai Negeri Sipil yang dikecualikan dari ujian dinas untuk kenaikan pangkat pindah golongan karena:
a. Telah menunjukkan prestasi kerja luar biasa baiknya;
b. Menemukan penemuan baru yang bermanfaatbagi negara;
c. Tewas atau meninggal dunia sehingga kepadanya dapat diberikan kenaikan pangkat anumerta/pengabdian,
d. Telah mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan kepemimpinan IV yang setara dengan ujian dinas tingkat I atau pendidikan dan pelatihan kepemimpinan III yang setara dengan ujian dinas tingkat II,
e. Memperoleh:
1. ijazah Sarjana (S1) atau Diploma IV untuk ujian dinas tingkat I;
2. ijazah dokter, ijazah apoteker, magister (S2) dan ijazah lain yang setara atau doktor (S3), untuk ujian dinas tingkat I atau ujian dinas tingkat II.
f. Menduduki jabatan fungsional tertentu.
Bahan Bacaan:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002 tentang perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil.
3. Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 12 Tahun 2002 tanggal 17 Juni 2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002
PERNIKAHAN PNS
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Karena tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal, maka perceraian sejauh mungkin dihindarkan dan hanya dapat dilakukan dalam hal-hal yang sangat terpaksa.
Perceraian hanya dapat dilakukan apabila ada alasan-alasan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam peraturan perundang-undangan. Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur aparatur Negara dan abdi masyarakat harus menjadi teladan yang baik bagi masyarakat dalam tingkah laku, tindakan, dan ketaatan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pegawai Negeri Sipil dan pejabat yang tidak menaati atau melanggar ketentuan mengenai izin perkawinan dan perceraian Pegawai Negeri Sipil dijatuhi hukuman disiplin.
Untuk kepentingan penyelenggaraan sistem informasi kepegawaian, setiap perkawinan, perceraian, dan perubahan dalam susunan keluarga Pegawai Negeri Sipil harus segera dilaporkan kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara menurut tata cara yang ditentukan. Perkawinan Pegawai Negeri Sipil yang melangsungkan perkawinan wajib segera melaporkan perkawainannya kepada pejabat. Laporan perkawinan disampaikan secara tertulis selambat-lambatnya l (satu) tahun terhitung mulai tanggal pernikahan. Ketentuan tersebut di atas juga berlaku untuk janda/duda Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pernikahan kembali atau Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pernikahan dengan isteri kedua, ketiga, atau keempat.
Catatan: Yang dimaksud dengan pejabat ialah pejabat yang berwenang mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan Pegawai Negeri Sipil, atau pejabat lain yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku memiliki wewenang memberikan atau menolak permintaan izin perkawinan atau perceraian Pegawai Negeri Sipil.
Perceraian
Untuk dapat melakukan perceraian, Pegawai Negeri Sipil yang hendak bercerai harus memperoleh izin tertulis lebih dahulu dari pejabat. Pegawai Negeri Sipil hanya dapat melakukan perceraian apabila terdapat alasan-alasan sebagai berikut.
Salah satu pihak berbuat zina,
a. Salah satu pihak menjadi pemabok, pemadat, atau penjudi yang sukar disembuhkan,
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuan/kemauannya,
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat secara terus menerus setelah perkawinan berlangsung,
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain,
e. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Surat permintaan izin perceraian diajukan kepada pejabat melalui saluran hirarki. Permintaan izin perceraian harus dilengkapi dengan salah satu atau lebih bahan pembuktian mengenai alasan-alasan untuk melakukan perceraian seperti tersebut di atas.
Kewajiban Atasan
Setiap atasan yang menerima surat permintaan izin perceraian harus berusaha lebih dahulu merukunkan kembali suami isteri yang hendak bercerai tersebut. Apabila usahanya tidak berhasil, maka ia meneruskan permintaan izin perceraian tersebut kepada pejabat melalui saluran hirarki dengan disertai pertimbangan tertulis. Dalam surat pertimbangan tersebut antara lain dikemukakan keadaan obyektif suami isteri tersebut dan memuat saran-saran sebagai bahan pertimbangan bagi pejabat untuk mengambil keputusan.
Setiap atasan yang menerima surat permintaan izin perceraian, wajib menyampaikannya kepada pejabat selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal ia menerima surat permintaan izin perceraian. Setiap pejabat harus mengambil keputusan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal ia menerima surat permintaan izin perceraian tersebut. Kewajiban Pejabat Sebelum mengambil keputusan, pejabat berusaha lebih dahulu merukunkan kembali suami isteri yang akan bercerai dengan cara memanggil mereka, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri. Apabila tempat suami isteri yang bersangkutan jauh dari kedudukan pejabat, maka pejabat dapat menginstruksikan kepada pejabat lain dalam lingkungannya untuk melakukan usaha merukunkan suami isteri itu.
Apabila dipandang perlu pejabat dapat meminta keterangan dari pihak lain yang dipandang mengetahui keadaan suami isteri yang bersangkutan. Apabila usaha merukunkan kembali suami isteri yang bersangkutan tidak berhasil, maka pejabat mengambil keputusan atas permintaan izin perceraian. Dalam mengambil keputusan pejabat mempertimbangkan dengan seksama, alasan-alasan yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan permintaan izin perceraian, pertimbangan atasan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, serta keterangan dari pihak lain yang dipandang mengetahui keadaan suami istri tersebut.
Permintaan izin untuk bercerai diberikan, apabila :
Tidak bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianutnya,
a. Alasan yang dikemukakan benar/sah,
b. Tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan atau
c. Alasan perceraian yang dikemukakan tidak bertentangan dengan akal yang sehat.
Penolakan atau pemberian izin untuk melakukan perceraian dinyatakan dengan surat keputusan pejabat. Pegawai Negeri Sipil menerima gugatan cerai, melaporkan adanya gugatan perceraian tersebut kepada pejabat melalui saluran hirarki selambat-lambatnya 6 (enam ) hari setelah menerima surat gugatan percerai. Atasan dan pejabat yang menerima laporan gugatan perceraian berusaha merukunkan kembali suami istri yang hendak bercerai tersebut. Apabila usaha untuk merukunkan kembali suami istri tidak berhasil, maka pejabat mengeluarkan surat keterangan untuk melakukan perceraian Pegawai Negeri Sipil yang menerima surat izin cerai atau surat keterangan untuk melakukan perceraian, apabila telah melakukan perceraian wajib melaporkan perceraian tersebut selambat-lambatnya 1 (satu) bulan terhitung mulai tanggal perceraian tersebut.
Pembagian Gaji Akibat Perceraian
Apabila perceraian terjadi atas kehendak Pegawai Negeri Sipil pria, maka ia wajib menyerahkan sepertiga gajinya untuk penghidupan bekas isteri dan sepertiga gajinya untuk anak-anaknya. Apabila pernikahan mereka tidak dikaruniai anak, maka setengah dari gajinya diserahkan kepada isterinya. Apabila perceraian terjadi atas kehendak suami isteri, maka pembagian gaji dilaksanakan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak yang bercerai. Bekas isteri berhak atas bagian gaji walaupun perceraian terjadi atas kehendak isteri (Pegawai Negeri Sipil pria menjadi pihak tergugat) apabila alasan perceraian tersebut adalah karena dimadu, atau karena Pegawai Negeri Sipil pria melakukan zina, melakukan kekejaman atau penganiayaan, menjadi pemabok/ pemadat/penjudi, atau meninggalkan isteri selama 2 (dua) tahun atau lebih tanpa alasan yang sah. Pembagian gaji seperti tersebut diatas tidak harus dilaksanakan apabila alasan perceraian karena pihak isteri melakukan zina, melakukan kekejaman atau penganiayaan, menjadi pemabok/pemadat/ penjudi, dan atau meninggalkan suami selama 2 (dua) tahun atau lebih tanpa alasan yang sah.
Apabila bekas isteri yang bersangkutan kawin lagi, maka pembagian gaji dihentikan terhitung mulai bulan berikutnya bekas isteri yang bersangkutan kawin lagi. Agar supaya pembagian gaji seperti tersebut benar-benar dilaksanakan, maka pejabat wajib mengatur tata cara penyerahan bagian gaji kepada masing-masing pihak yang berhak melalui saluran dinas. Pegawai Negeri Sipil pria yang menolak melakukan pembagian gaji menurut ketentuan yang berlaku dan atau tidak mau menandatangani daftar gajinya sebagai akibat perceraian dijatuhi hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Pegawai Negeri Sipil Pria Yang Akan Beristeri Lebih Dari Seorang
Undang-undang Nomor l Tahun 1974 tentang Perkawinan menganut azas monogami, yaitu seorang pria hanya mempunyai seorang isteri dan seorang wanita hanya mempunyai seorang suami. Namun hanya apabila dipenuhi persyaratan tertentu dan diputuskan oleh Pengadilan seorang pria dimungkin-kan beristeri lebih dari seorang, apabila ajaran agama yang dianutnya mengizinkan dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristeri lebih dari seorang wajib memperoleh izin tertulis lebih dahulu dari pejabat. Izin untuk beristeri lebih dari seorang hanya dapat diberikan apabila memenuhi syarat-syarat alternatif dan syarat-syarat kumulatif sebagai berikut. Syarat alternatif, yaitu :
a) isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri,
b) isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, atau
c) isteri tidak dapat melahirkan keturunan
Syarat kumulatif, yaitu :
a. ada persetujuan tertulis dari isteri
b. Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai lebih dari seorang isteri dan anak-anaknya yang dibuktikan dengan surat keterangan pajak penghasilan, dan
c. ada jaminan tertulis dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bahwa ia akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya.
Izin untuk beristeri lebih dari seorang hanya dapat diberikan oleh pejabat apabila dipenuhi sekurang-kurangnya satu dari semua syarat alternanif, dan semua syarat kumulatif yang ada. Pejabat yang menerima permintaan izin untuk beristeri lebih dari seorang wajib memperhatikan dengan saksama alasan-alasan yang dikemukakan dalam surat permintaan izin dan atasan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. Apabila alasan-alasan dan syarat-syarat yang dikemukakan tersebut kurang meyakinkan, maka pejabat harus meminta keterangan tambahan dari isteri Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan permintaan izin atau dari pihak lain yang dipandang dapat memberikan keterangan yang meyakinkan. Sebelum mengambil keputusan, pejabat memanggil Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan sendiri atau bersama-sama dengan isterinya untuk diberi nasehat Permintaan izin untuk beristeri lebih dari seorang ditolak apabila:
a. Bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianutnya/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang di hayatinya,
b. Tidak memenuhi salah satu syarat alternatif dan semua syarat alternatif,
c. Bertentangan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
d. Alasan yang dikemukakan untuk beristeri lebih dari seorang bertentangan dengan akal sehat, dan atau
e. Ada kemungkinan mengganggu pelaksanaan tugas kedinasan, yang dinyatakan dalam surat keterangan atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
Penolakan atau pemberian izin untuk beristeri lebih dari seorang dinyatakan dengan surat keputusan pejabat.
Pegawai Negeri Sipil Wanita Tidak Diizinkan Menjadi Isteri Kedua/Ketiga/Keempat.
Pegawai Negeri Sipil wanita tidak diizinkan menjadi isteri kedua, ketiga, atau keempat dari seorang pria yang berkedudukan sebagai Pegawai Negeri Sipil, maupun seorang pria yang bukan Pegawai Negeri Sipil. Seorang wanita yang berkedudukan sebagai isteri kedua/ketiga/keempat tidak dapat melamar menjadi calon Pegawai Negeri Sipil. Pegawai Negeri Sipil wanita yang setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 ternyata berkedudukan sebagai isteri kedua/ketiga/keempat dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pegawai Negeri Sipil Yang Menduduki Jabatan Tertentu Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian dan Pegawai Negeri Sipil Pria yang akan menikah lebih dari seorang yang berkedudukan sebagai:
a. Menteri, Jaksa Agung, Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Keperesidenan, Pimpinan Kesekretariat-an Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara,Pimpinan Kesekretariatan Lembaga lain yang bukan merupakan bagian dari Departemen/ Lembaga Pemerintah Non Departemen, Gubernur Bank Indonesia, Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, Gubernur, dan Wakil Gubernur, wajib memperoleh izin terlebih dahulu dari Presiden,
b. Bupati, Walikota, Wakil Bupati, dan Wakil Walikota harus memperoleh izin terlebih dahulu dari Menteri Dalam Negeri,
c. Pimpinan/Direksi Bank Milik Negara dan Pimpinan/Direksi Badan Usaha Milik Negara, wajib memperoleh izin terlebih dahulu dari Presiden,
d. Pimpinan/Direksi Bank Milik Daerah dan Pimpinan/Direksi Badan Usaha Milik Daerah, wajib mempereloh izin terlebih dahulu dari Gubernur/Bupati/ Walikota yang bersangkutan,
e. Anggota Lembaga Negara/Komisi wajib memper-oleh izin terlebih dahulu dari Presiden,
f. Kepala Desa, Perangkat Desa, dan Petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di desa, wajib memperoleh izin terlebih dahulu dari Bupati yang bersangkutan.
Hidup Bersama Di Luar Ikatan Perkawinan Yang Sah
Pegawai Negeri Sipil dilarang hidup bersama di luar ikatan perkawinan yang sah. Yang dimaksud hidup bersama di luar ikatan perkawinan yang sah adalah melakukan hubungan sebagai suami isteri dengan wanita yang bukan isterinya atau pria yang bukan suaminya seolah-olah merupakan suatu rumah tangga. Setiap pejabat yang mengetahui atau menerirna laporan adanya Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya melakukan hidup bersama di luar ikatan perkawinan yang sah, wajib memanggil Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan untuk diperiksa. Pemeriksaan tersebut dilakukan oleh pejabat atau pejabat lain yang ditunjuk olehnya dan dituangkan dalam berita acara pemeriksaan. Apabila dari hasil pemeriksaan itu ternyata bahwa Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan memang benar melakukan hidup bersama di luar ikatanperkawinan yang sah, maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Sanksi Pegawai Negeri Sipil dan atau atasan/pejabat dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, apabila melakukan satu atau lebih perbuatan sebagai berikut.
a. Tidak memberitahukan perkawinan pertamanya secara tertulis kepada pejabat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah perkawinan berlangsung,
b. Melakukan perceraian tanpa memperoleh izin tertulis bagi yang berkedudukan sebagi penggugat, atau tanpa surat keterangan bagi yang berkedudukan sebagai tergugat, terlebih dahulu dari pejabat,
c. Beristeri lebih dari seorang tanpa memperoleh izin tertulis dahulu dari pejabat,
d. Melakukan hidup bersama di luar perkawainan yang sah dengan wanita yang bukan isterinya atau dengan pria yang bukan suaminya.
e. Tidak melaporkan perceraiannya kepada pejabat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah terjadinya perceraian,
f. Tidak melaporkan perkawinannya yang kedua/ketiga/keempat kepada pejabat dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah perkawinan dilangsungkan,
g. Setiap atasan yang tidak memberikan pertimbangan dan tidak meneruskan permintaan izin atau pemberitahuan adanya gugatan perceraian, dan atau permintaan izin untuk beristeri lebih dari seorang selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah ia menerima permintaan izin atau pemberitahuan adanya gugatan perceraian,
h. Pejabat yang tidak memberikan keputusan terhadap permintaan izin perceraian atau tidak memberikan surat keterangan atas pemberitahuan adanya gugatan perceraian, dan atau tidak memberikan keputusan terhadap permintaan izin untuk beristeri lebih dari seorang dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah ia menerima permintaan izin atau pemberitahuan adanya gugatan perceraian.
i. Pejabat tidak melakukan pemeriksaan dalam hal mengetahui adanya Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya yang melakukan hidup bersama di luar perkawinan yang sah.
Laporan Mutasi Keluarga
Mutasi keluarga adalah semua perubahan yang terjadi pada susunan keluarga Pegawai Negeri Sipil yang meliputi perkawinan, perceraian, kelahiran anak, kematian suami/isteri, dan kematian anak Pegawai Negeri Sipil. Pegawai Negeri Sipil wajib melaporkan setiap mutasi keluarga kepada pejabat. Dalam rangka penyelenggara-an dan pemeliharaan manajemen informasi kepegawaian setiap pejabat wajib melaporkan setiap mutasi keluarga Pegawai Negri Sipil kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara. Kartu Isteri/Suami Kepada setiap isteri Pegawai Negeri Sipil diberikan Kartu Isteri disingkat KARIS, dan kepada setiap suami Pegawai Negeri Sipil diberikan Kartu Suarni disingkat KARSU. KARIS/KARSU adalah kartu identitas isteri/suami sah dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. KARIS/KARSU berlaku selama pemegangnya menjadi isteri/suami sah Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan. KARIS/KARSU Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nornor 8 Tahun 1974 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 ditetapkan oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara. Pendelegasian Wewenang Pejabat dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat lain dalam lingkungannya serendah-rendahnya pejabat eselon IV atau yang setingkat dengan itu mengenai penolakan atau pemberian izin atau surat keterangan untuk melakukan perceraian atau beristeri lebih dari seorang bagi Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pengatur Tingkat I golongan ruang II/d ke bawah dan yang setingkat dengan itu.
Bahan bacaan :
1. Undang-undang Nomor l Tahun 1974 tentang Perkawinan;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang- undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil;
5. Surat Edaran Kepala Badan Admisnistrasi Kepegawaian Negara Nomor 08/SE/1983 tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil;
6. Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 48/SE/1990 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 Tentang Izin Perkawinan Dan Perceraian Baai Peaawai Neaeri Sivil.
LARANGAN MENJADI ANGGOTA PARPOL
Pegawai Negeri Sipil berkedudukan sebagai unsur aparatur negara, bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan. Dalam kedudukan dan tugas tersebut, Pegawai Negeri Sipil harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Upaya menjaga netralitas dari pengaruh partai politik dan untuk menjamin keutuhan, kekompakan, dan persatuan agar Pegawai Negeri Sipil dapat memusatkan segala perhatian, pikiran, dan tenaganya pada tugas yang dibebankan kepadanya.
Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 dengan tegas melarang Pegawai Negeri Sipil menjadi anggota partai politik dan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2004 ditetapkan larangan Pegawai Negeri Sipil menjadi Anggota Pengurus Partai Politik. Menurut ketentuan Peraturan Pemerintah ini Pegawai Negeri Sipil yang menjadi Anggota dan/atau Pengurus Partai Politik diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pemberhentian tersebut dapat dilakukan dengan hormat atau tidak dengan hormat Pengunduran diri sebagai Pegawai Negeri Sipil Pegawai Negeri Sipil yang akan menjadi anggota/dan atau pengurus partai politik harus mengajukan pengunduran diri sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pengunduran diri tersebut disampaikan secara tertulis kepada Pejabat Pembina Kepegawaian. Tembusan pengunduran diri disampaikan kepada: atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan serendah-rendahnya eselon IV, pejabat yang bertangggung jawab di bidang kepegawaian, pejabat yang bertanggung jawab di bidang keuangan.
Kewajiban atasan dan pejabat Atasan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dalam tempo selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah diterimanya surat pengunduran diri sebagai Pegawai Negeri Sipil wajib menyampaikan pertimbangan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian. Pejabat Pembina Kepegawaian wajib mengambil keputusan dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya pertimbangan dari atasan langsung Pegawai Negeri Sipil tersebut. Apabila dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak menerima surat pengunduran diri tersebut atasan langsung tidak menyampaikan pertimbangan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian, maka selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya surat pengunduruan diri keputusan pemberhentian dapat ditetapkan tanpa pertimbangan atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
Apabila dalam waktu 20 (dua puluh) hari sejak diterimanya surat pengunduran diri Pejabat Pembina Kepegawaian tidak mengambil keputusan, maka usul pengunduran diri Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tersebut dianggap dikabulkan. Pejabat Pembina Kepegawaian sudah harus menetapkan keputusan pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan selambat-lambatnya 30 (tigapuluh) hari sejak pengunduran diri dianggap dikabulkan. Pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil Tata cara pemberhentian:
a. Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan pengunduran diri karena akan menjadi anggota/pengurus politik diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil terhitung mulai akhir bulan ia mengajukan pengunduran diri, kecuali terdapat alasan-alasan yang sah yang menyebabkan pengunduran diri itu ditangguhkan.
b. Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota/ pengurus partai politik tanpa mengundurkan diri sebagai Pegawai Negeri Sipil, atau sebelum usul pengunduran dirinya dikabulkan, diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pemberhentian karena alasan ini ditetapkan mulai Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
c. Tindakan Pegawai Negeri Sipil yang tidak mengajukan pengunduran diri atau sebelum pengunduran dirinya dikabulkan, dikategorikan sebagai pelanggaran disiplin dan pemberhentiannya dilaksanakan sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Penangguhan Pemberhentian Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan pengunduran diri ditangguhkan, apabila:
a. yang bersangkutan masih dalam pemeriksaan pejabat yang berwenang karena diduga melakukan pelanggaran disiplin yang dapat dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil,
b. yang bersangkutan sedang mengajukan upaya banding administratif kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian (Bapek) karena dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau pemberhentian tidakdengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil, atau
c. yang bersangkutan mempunyai tanggungjawab kedinasan yang dalam waktu singkat tidak dapat dialihkan kepada Pegawai Negeri Sipil lainnya.
Penangguhan pemberhentian yang disebabkan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan masih dalam pemeriksaan pejabat yang berwenang, atau karena yang bersangkutan sedang mengajukan upaya banding kepada BAPEK seperti dimaksud di atas dilakukan sampai dengan adanya keputusan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Penangguhan pemberhentian yang bersangkutan masih mempunyai tanggung jawab kedinasan yang dalam waktu singkat tidak dapat dialihkan kepada Pegawai Negeri Sipil lainnya dilakukan untuk paling lama 6 (enam) bulan. Dalam hal pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang mengundurkan diri ditangguhkan, maka Pejabat Pembina Kepegawaian harus memberikan alasan secara tertulis mengenai penangguhan tersebut. Pejabat Pembina Kepegawaian dapat mendelegasikan wewenangnya atau memberi kuasa kepada pejabat lain serendah-rendahnya pejabat struktural eselon II untuk menangguhkan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil. Hak-hak Kepegawaian Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan hormat atau diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Negeri Sipil diberikan hak-haknya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bahan bacaan:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil,
2. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil,
3. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2004 tentang Larangan Pegawai Negeri Sipil MenjadiAnggota Partai Politik.
DISIPLIN PNS
Pembinaan Disiplin
Keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai sesuatu tujuan selain sangat ditentukan oleh dan mutu profesionalitas juga ditentukan oleh disiplin para anggotanya. Bagi aparatur pemerin-tahan disiplin tersebut mencakup unsur-unsur ketaatan, kesetiaan, kesungguhan dalam menjalankan tugas dan kesanggupan berkorban, dalam arti mengorbankan kepentingan pribadi dan golongannya untuk kepentingan negara dan masyarakat.
Dalam Pasal 29 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43 dinyatakan bahwa "Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pidana, maka untuk menjamin tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas, diadakan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil".
Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah peraturan yang mengatur mengenai kewajiban, larangan, dan sanksi apabila kewajiban tidak ditaati atau larangan dilanggar oleh Pegawai Negeri Sipil. Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 Jo Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang "Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil". Dalam Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil diatur ketentuan-ketentuan mengenai:
1. Kewajiban,
2. Larangan,
3. Hukuman disiplin,
4. Pejabat yang berwenang menghukum,
5. Penjatuhan hukuman disiplin,
6. Keberatan atas hukuman disiplin,
7. Berlakunya keputusan hukuman disiplin.
Kewajiban
Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 mengatur kewajiban-kewajiban yang harus ditaati oleh setiap Pegawai Negeri Sipil, sebagai berikut. Setiap Pegawai Negeri Sipil wajib,
1. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah,
2. Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan golongan atau diri sendiri, serta menghindarkan segala sesuatu yang dapat mendesak kepentingan Negara oleh kepentingan golongan, diri sendiri, atau pihak lain,
3. Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah, dan Pegawai Negeri Sipil,
4. Mengangkat dan menaati Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil dan Sumpah/Janji jabatan berdasarkan peraturan perandang-undangan yang berlaku,
5. Menyimpan rahasia negara dan atau rahasia jabatan dengan sebaik-baiknya,
6. Memperhatikan dan melaksanakan segala ketentuan Pemerintah, baik yang langsung menyangkut tugas kedinasannya maupun yang berlaku secara umum,
7. Melaksanakan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab,
8. Bekerja dengan jujur, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara, Memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakan, persatuan, dan kesatuan Korps Pegawai Negeri Sipil,
9. Segera melaporkan kepada atasannya, apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan Negara atau Pemerintah, terutama di bidang keamanan, keuangan, dan materiel,
10. Menaati ketentuan jam kerja,
11. Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik,
12. Menggunakan dan memelihara barang-barang milik Negara dengan sebaik-baiknya,
13. Memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat menurut bidang tugasnya masing-masing,
14. Bertindak dan bersikap tegas, tetapi adil dan bijaksana terhadap bawahannya,
15. Membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugasnya,
16. Menjadi dan memberikan contoh serta teladan yang baik terhadap bawahannya,
17. Mendorong bawahannya untuk meningkatkan prestasi kerja,
18. Memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan kariernya,
19. Menaati ketentuan perundang-undangan tentang perpajakan,
20. Berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap masyarakat, sesama Pegawai Negeri Sipil dan terhadap atasan,
21. Hormat menghormati antara sesama Warga Negara yang memeluk agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang berlainan,
22. Menjadi teladan sebagai Warga Negara yang baik dalam masyarakat,
23. Menaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku,
24. Menaati perintah kedinasan dari atasan yang berwenang,
25. Memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaik-baiknya setiap laporan yang diterima mengenai pelanggaran disiplin.
Larangan Dalam Pasal 3 ayat (1) diatur larangan-larangan yang tidak boleh dilanggar oleh Pegawai Negeri Sipil, sebagai berikut. Setiap Pegawai Negeri Sipil dilarang,
1. Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah, atau Pegawai Negeri Sipil,
2. Menyalahgunakan wewenangnya,
3. Tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk Negara Asing,
4. Menyalahgunakan barang-barang, uang, atau surat-surat berharga milik Negara
5. Memiliki, menjual, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang-barang, dokumen, atau surat-surat berharga milik negara secara tidak sah,
6. Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain didalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan Negara,
7. Melakukan tindakan yang bersifat negatif dengan maksud membalas dendam terhadap bawahannya atau orang lain di dalam maupun diluar lingkungan kerjanya,
8. Menerima hadiah atau sesuatu pemberian berupa apa saja, dari siapapun juga yang diketahui atau patut diduga bahwa pemberian itu bersangkutan atau mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan,
9. Memasuki tempat-tempat yang dapat mencemar-kan kehormatan atau martabat Pegawai Negeri Sipil, kecuali untuk kepentingan jabatan,
10. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya,
11. Melakukan suatu tindakan atau sengaja tidak melakukan suatu tindakan yang dapat berakibat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayaninya, sehingga mengakibatkan kerugi-an bagi pihak yang dilayaninya,
12. Menghalangi berjalannya tugas kedinasan,
13. Membocorkan dan atau memanfaatkan rahasia Negara yang diketahui karena kedudukan jabatannya untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain,
14. Bertindak selaku perantara bagi sesuatu pengusaha atau golongan untuk mendapat pekerjaan atau pesanan dari kantor/instansi Pemerintah,
15. Memiliki saham dalam suatu perusahaan yang kegiatan usahanya tidak berada dalam ruang lingkup kekuasaannya, yang jumlah dan sifat pemilikan itu sedemikian rupa, sehingga pemilikan saham tersebut dapat langsung atau tidak langsung menentukan penyelenggaraan atau jalannya perusahaan,
16. Memiliki saham/modal dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaannya,
17. Melakukan kegiatan usaha dagang baik secara resmi maupun sambilan, menjadi direksi, pimpinan, atau komisaris perusahaan swasta, bagi yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke atas atau yang memangku jabatan eselon I,
18. Melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun juga dalam melaksanakan tugasnya untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain.
Pembatasan Berusaha
Menurut ketentuan Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 sebagaiman telah diubah dengan PP 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Penata Tingkat I golongan ruang III/d ke bawah yang akan melakukan usaha dagang, baik secara resmi maupun sambilan, menjadi direksi, pimpinan atau komisaris perusahaan swasta, wajib mendapat izin tertulis dari pejabat yang berwenang.
Untuk mendapatkan izin melakukan usaha dagang, menjadi direksi, pimpinan atau komisaris perusahaan swasta tersebut Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan mengajukan permohonan tertulis kepada pejabat yang berwenang.
Permintaan izin melakukan usaha dagang akan ditolak oleh pejabat yang berwenang, apabila kegiatan usaha dagang tersebut akan mengganggu pelaksanaan tugas Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, atau dapat menurunkan atau mencemarkan kehormatan Pegawai Negeri Sipil.
Pelanggaran Disiplin
Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan Pegawai Negeri Sipil yang melanggar ketentuan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, baik di dalam maupun di luar jam kerja.
Pegawai Negeri Sipil dinyatakan melanggar Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil apabila dengan ucapan, tulisan, dan atau perbuatannya tersebut secara sah terbukti melanggar ketentuan mengenai kewajiban dan atau larangan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010.
Keterangan :
* Ucapan, adalah setiap kata-kata yang diucapkan dihadapan atau dapat didengar oleh orang lain seperti dalam rapat, ceramah, diskusi, melalui telepon, radio, televisi, rekaman, atau alat komunikasi lainnya,
*Tulisan, adalah pernyataaan pikiran dan atau perasaaan secara tertulis baik dalam bentuk tulisan maupun dalam bentuk gambar, karikatur, coretan dann lain-lain yang serupa dengan itu
*Perbuatan, adalah setiap tingakh laku, sikap, atau tindakan.
Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran dsiiplin dijatuhi hukuman disiplin menurut ketentuan yang berlaku oleh pejabat yang berwenang menghukum.
Hukuman Disiplin
Hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan terhadap seorang Pegawai Negeri Sipil karena melangar Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Tingkat hukuman disiplin adalah,
1. Hukuman disiplin ringan,
2. Hukuman disiplin sedang, dan
3. Hukuman disiplin berat.
Jenis hukuman disiplin adalah sebagai berikut.
1. Hukuman disiplin ringan, terdiri atas :
1. Tegoran lisan,
2. Tegoran tertulis,
3. Pernyataan tidak puas secara tertulis.
2. Hukuman disiplin sedang, terdiri atas :
1. Penundaaan kenaikan gaji berkala untuk masa sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun,
2. Penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk masa sekurang- kurangnya 3 (tiga) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun,
3. Penundaan kenaikan pangkat untuk sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun.
3. Hukuman disiplin berat, terdiri atas :
1. Penurunan pangkat pada pangkat yang satu tingkat lebih rendah untuk sekurang- kurangnya 6 (enam) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun,
2. Pembebasan dari jabatan untuk masa sekurang-kurangnya selama 1 (satu) tahun,
3. Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil,
4. Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Setiap hukuman disiplin dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang menghukum sesuai tata cara tersebut dalam Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 23/SE/1980 tanggal 30 Oktober 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Pejabat Yang Berwenang Menghukum Pejabat yang berwenang menghukum adalah pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin. Ketentuan mengenai pejabat yang berwenang menghukum diatur dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980. Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, Dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil, maka pejabat yang berwenang menjatuhkan hukuman disiplin adalah sebagai berikut.
1. Presiden, untuk jenis hukuman disiplin :
1. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil bagi Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina Utama Muda golongan ruang IV/c ke atas,
2. pemberhentian tidak dengan hormat sebagai
3. Pegawai Negeri Sipil bagi Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina Utama Muda golongan ruang IV/c ke atas,
4. pembebasan dari jabatan bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan struktural eselon I, atau jabatan lain yang wewenang pengangkatan dan pemberhentiannya berada di tangan Presiden.
2. Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat, bagi Pegawai Negeri Sipil Pusat di lingkungannya masing-masing, kecuali jenis hukuman disiplin :
1. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina Utama Muda golongan ruang IV/c ke atas,
2. pembebasan dari jabatan struktural eselon I atau jabatan lain yang wewenang pengangkatan serta pemberhentiannya berada di tangan Presiden.
3. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Provinsi, untuk semua Pegawai Negeri Sipil Daerah di lingkungan masing-masing, kecuali jenis hukuman disiplin :
1. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina Utama Muda golongan ruang IV/c ke atas,
2. pembebasan dari jabatan struktural eselon I atau jabatan lain yang wewenang pengangkatan serta pemberhentiannya berada di tangan Presiden.
4. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/ Kota, untuk semua Pegawai Negeri Sipil Daerah di lingkungan masing-masing, kecuali untuk hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina Utama Muda golongan ruang IV/c keatas, atau Pegawai Negeri Sipil Daerah yang menduduki jabatan yang wewenang pengangkatan dan pemberhentiannya berada di tangan Presiden.
5. Kepala Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, bagi Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia yang dipekerjakan pada perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, diperbantukan/ dipekerjakan pada Negara Sahabat atau sedang menjalankan tugas belajar di luar negeri, sepanjang mengenai jenis hukuman disiplin berupa:
a. Tegoran lisan,
b. Tegoran tertulis,
c. Pernyataan tidak puas secara tertulis, dan
d. Pembebasan dari jabatan.
Pendelegasian wewenang menjatuhkan hukuman disiplin
Untuk lebih menjamin daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya dalam pelaksanaan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, maka Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah dapat mendelegasikan sebagian wewenang penjatuhan hukuman disiplin kepada pejabat lain di lingkungan masing-masing, kecuali mengenai hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke bawah.
Pendelegasian wewenang menjatuhkan hukuman disiplin dilaksanakan dengan surat keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian yang bersangkutan.
Penjatuhan Hukuman Disiplin
Tujuan hukuman disiplin adalah untuk memperbaiki dan mendidik Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin, oleh sebab itu setiap pejabat yang berwenang menghukum sebelum menjatuhkan hukuman disiplin harus memeriksa lebih dahulu Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin.
Pemeriksaan Pelanggaran Disiplin
Terhadap Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin diadakan pemeriksaan. Tujuan pemeriksaan adalah untuk mengetahui apakah Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan benar telah melakukan pelanggaran disiplin.
Pemeriksaan juga bertujuan untuk mengetahui latar belakang serta hal-hal yang mendorong pelanggaran disiplin tersebut. Pemeriksaan dilaksanakan sendiri oleh pejabat yang berwenag menghukum.
Kewajiban melapor
Apabila pejabat pada waktu memeriksa Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin berpendapat, bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan-nya hukuman disiplin yang wajar dijatuhkan adalah di luar wewenangnya, maka pejabat tersebut wajib melaporkan hal itu kepada pejabat yang berwenang menghukum yang lebih tinggi melalui saluran hirarki.
Laporan tersebut disertai dengan hasil-hasil pemeriksaan dan bahan-bahan lain yang diperlukan. Pejabat yang berwenang menghukum yang lebih tinggi wajib memperhatikan dan mengambil keputusan atas laporan itu.
Keputusan Hukuman Disiplin
Sebelum menetapkan keputusan penjatuhan hukuman disiplin, pejabat yang berwenang menghukum wajib mempelajari dengan saksama laporan hasil pemeriksaan pelanggaran disiplin.
Hukuman disiplin harus setimpal dengan pelanggaran disiplin yang dilakukan dan harus dapat diterima dengan rasa keadilan. Kepada Pegawai Negeri Sipil yang berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata melakukan beberapa pelanggaran disiplin, terhadap-nya hanya dapat dijatuhi satu jenis hukuman disiplin. Kepada Pegawai Negeri Sipil yang pernah dijatuhi hukuman disiplin yang kemudian melakukan pelanggaran disiplin yang sifatnya sama, terhadapnya dijatuhi hukuman disiplin yang lebih berat dari hukuman disiplin terakhir yang pernah dijatuhkan kepadanya.
Hukuman disiplin yang berupa "tegoran lisan" disampaikan secara lisan oleh pejabat yang berwenang menghukum.
Hukuman disiplin berupa "tegoran tertulis", rnyataan tidak puas secara tertulis", "penundaan kenaikan gaji berkala", "penurunan gaji", "penundaan kenaikan pangkat", "penurunan pangkat", "pembebasan dari jabatan", "pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil", dan "pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil" ditetapkan dengan surat keputusan pejabat yang berwenang menghukum.
Penyampaian keputusan hukuman disiplin
Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin dipanggil untuk menerima keputusan hukuman disiplin pada waktu dan tempat yang ditentukan. Keputusan hukuman disiplin disampaikan secara langsung oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin.
Penyampaian keputusan hukuman disiplin tersebut dapat dihadiri pegawai lain, dengan ketentuan bahwa pangkat dan jabatan pegawai yang hadir tidak boleh lebih rendah dari pangkat dan jabatan Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin.
Hukuman disiplin yang ditetapkan dengan keputusan Presiden disampaikan oleh pimpinan instansi tempat Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin bekerja.
Keberatan Terhadap Hukuman Disiplin
Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin dapat mengajukan keberatan atas keputusan hukuman disiplin, kecuali terhadap hukuman disiplin tingkat ringan dan hukuman disiplin berupa "pembebasan dari jabatan".
Keberatan terhadap keputusan hukuman disiplin disampaikan secara tertulis kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum, yaitu atasan langsung pejabat yang berwenang menghukum, melalui saluran hirarkhi selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung mulai tanggal penyampaian keputusan hukuman disiplin.
Setiap atasan yang menerima keberatan terhadap hukuman disiplin wajib meneruskan keberatan tersebut kepada atasannya selambat-lambatnya selama 3 (tiga) hari kerja sejak ia menerima surat pernyataan keberatan tersebut.
Pejabat yang berwenang menghukum yang juga menerima pernyataan keberatan, meneruskannya kepada atasan pejabat yang berwenang menghukum, disertai catatan- catatan yang dianggap perlu sehubungan keputusan hukuman disiplin yang ditetapkan olehnya, selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak ia menerima surat pernyataan keberatan tersebut.
Atasan pejabat yang berwenang menghukum wajib mempelajari dengan saksama keberatan yang diajukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin, serta alasan-alasan yang dikemukakan oleh pejabat yang berwenang menghukum. Atasan pejabat yang berwenang menghukum selambat-lambatnya dalam tempo 1 (satu) bulan sudah harus membuat keputusan mengenai keberatan terhadap hukuman disiplin. Keputusan tersebut dapat menguatkan atau mengubah keputusan penjatuhan hukuman disiplin yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang menghukum.
Keputusan atasan pejabat yang berwenang menghukum tidak dapat diganggu-gugat dan harus dilaksanakan oleh semua pihak.
Pegawai Negeri Sipil berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke bawah yang dijatuhi hukuman disiplin berupa "pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil" atau "pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil" dapat mengajukan keberatan kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian (Bapek). Terhadap hukuman disiplin yang ditetapkan dengan keputusan Presiden tidak dapat diajukan keberatan.
Berlakunya Hukuman Disiplin
Hukuman disiplin ringan berlaku terhitung mulai saat keputusan hukuman disiplin disampaikan oleh pejabat yang berwenang menghukum.
Apabila tidak ada keberatan dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, hukuman disiplin tingkat sedang dan berat berlaku mulai hari ke limabelas sejak penyampaian hukuman disiplin, kecuali hukuman disiplin yang dijatuhkan oleh pimpinan instansi.
Hukuman disiplin berupa "pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil" dan "pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil" yang berpangkat Pembina Tingkat I golongan ruang IV/b ke bawah, berlaku mulai hari ke lima belas sejak penyampaian keputusan hukuman disiplin, apabila tidak ada keberatan dari Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi kedua jenis hukuman disiplin tersebut.
Hukuman disiplin berupa "pembebasan dari jabatan" berlaku mulai saat disampaikan, dan hams segera dilaksanakan. Apabila Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin tidak hadir pada waktu dan tempat yang ditentukan untuk penyampaian keputusan hukuman disiplin, maka hukuman disiplin berlaku mulai hari ke 30 (tiga puluh) terhitung mulai tanggal yang ditentukan untuk penyampaian keputusan hukuman disiplin tersebut.
Hapusnya Kewajiban Menjalankan Hukuman Disiplin
Pegawai Negeri Sipil yang meninggal pada waktu sedang menjalani hukuman disiplin berupa "penundaan kenaikan gaji berkala" dan "penurunan gaji", dan "penurunan pangkat" dianggap telah selesai menjalani hukuman disiplin.
Pegawai Negeri Sipil yang mencapai batas usia pensiun pada waktu sedang menjalani hukuman disiplin berupa "penundaan kenaikan gaji berkala", "penurunan gaji", dan "penurunan pangkat" dianggap telah selesai menjalani hukuman disiplin.
Pelanggaran Disiplin Oleh Calon Pegawai Negeri Sipil
Calon Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat karena pelanggaran disiplin tidak dapat diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Calon Pegawai Negeri Sipil yang dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil.
Kartu Hukuman
Setiap jenis hukuman disiplin yang dijatuhkan, dicatat dalam Kartu Hukuman Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Kartu Hukuman Disiplin Pegawai Negeri Sipil disimpan dan dipelihara dengan baik oleh pejabat yang diserahi urusan kepegawaian.
Apabila Seorang Pegawai Negeri Sipil pindah dari instansi yang satu ke instansi lain, Kartu Hukuman Disiplin Pegawai Negeri Sipil dikirim oleh pimpinan instansi lama kepada pimpinan instansi yang baru.
Bahan bacaan :
1. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil;
2. Surat Edaran Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 23/SE/1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
PENILAIAN PRESTASI KERJA PNS
Penilaian kinerja Pegawai Negeri Sipil, adalah penilaian secara periodik pelaksanaan pekerjaan seorang Pegawai Negeri Sipil. Tujuan penilaian kinerja adalah untuk mengetahui keberhasilan atau ketidak berhasilan seorang Pegawai Negeri Sipil, dan untuk mengetahui kekurangan-kekurangan dan kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dalam melaksana-kan tugasnya. Hasil penilaian kinerja digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pembinaan Pegawai Negeri Sipil, antara lain pengangkatan, kenaikan pangkat, pengangkatan dalam jabatan, pendidikan dan pelatihan, serta pemberian penghargaan. Penilaian kinerja Pegawai Negeri Sipil dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil
Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil
Unsur-unsur yang dinilai dalam melaksanakan penilaian pelaksanaan pekerjaan adalah :
1. kesetiaan;
2. prestasi kerja;
3. tanggungjawab;
4. ketaatan;
5. kejujuran;
6. kerjasama;
7. prakarsa; dan
8. kepemimpian.
Kesetiaan, Yang dimaksud dengan kesetiaan, adalah kesetiaan, ketaatan, dan pengabdian kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah. Unsur kesetiaan terdiri atas sub-sub unsur penilaian sebagai berikut:
1. Tidak pernah menyangsikan kebenaran Pancasila baik dalam ucapan, sikap, tingkah laku, dan perbuatan;
2. Menjunjung tinggi kehormatan Negara dan atau Pemerintah, serta senantiasa mengutamakan kepentingan Negara daripada kepentingan diri sendiri, seseorang, atau golongan;
3. Berusaha memperdalam pengetahuan tentang Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, serta selalu berusaha mempelaiari haluan Negara, politik Pemerintah, dan rencana-renca Pemerintah dengan tujuan untuk melaksanakan tugasnya secara berdayaguna dan berhasilguna;
4. Tidak menjadi simpatisan/anggota perkumpulan atau tidak pernah terlibat dalam gerakan yang bertujuan mengubah atau menentang Pancasila Undang-Undang Dasar 1945, bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, atau Pemerintah;
5. Tidak mengeluarkan ucapan, membuat tulisan, atau melakukan tindakan yang dapat dinilai bertujuan mengubah atau menentang Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah.
Prestasi Kerja
Prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai seorang Pegawai Negeri Sipil dalam melaksana tugas yang dibebankan kepadanya. Pada umumnya prestasi kerja seorang Pegawai Negeri Sipil dipengaruhi oleh kecakapan, ketrampilan , pengalaman dan kesungguhan PNS yang bersangkutan Unsur prestasi kerja terdiri atas sub-sub unsur sebagai berikut:
1. Mempunyai kecakapan dan menguasai segala seluk beluk bidang tugasnya dan bidang lain yang berhubungan dengan tugasnya;
2. Mempunyai keterampilan dalam melaksanakan tugasnya;
3. Mempunyai pengalaman di bidang tugasnya dan bidang lain yang berhubungan dengan tugasnya;
4. Bersungguh-sungguh dan tidak mengenal waktu dalam melaksanakan tugasnya;
5. Mempunyai kesegaran dan kesehatan jasmani dan rohani yang baik;
6. Melaksanakan tugas secara berdayaguna dan berhasilguna;
7. Hasil kerjanya melebihi hasil kerja rata-rata yang ditentukan, baik dalam arti mutu maupun dalam arti jumlah.
Tanggung jawab
Tanggung jawab adalah kesanggupan seorang Pegawai Negeri Sipil menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat pada waktunya serta berani memikul risiko atas keputusan yang diambilnya atau tindakan yang dilakukannya. Unsur tanggung jawab terdiri atas sub-sub unsur sebagai berikut:
1. Selalu menyelesaikan tugas dengan sebaik- baiknya dan tepat pada waktunya;
2. Selalu berada di tempat tugasnya dalam segala keadaan;
3. Selalu mengutamakan kepentingan dinas daripada kepentingan diri sendiri, orang lain, atau golongan;
4. Tidak pernah berusaha melemparkan kesalahan yang dibuatnya kepada orang lain;
5. Berani memikul risiko dari keputusan yang diambil atau tindakan yang dilakukannya;
6. Selalu menyimpan dan atau memelihara dengan sebaik-baiknya barang-barang milik Negara yang dipercayakan kepadanya.
Ketaatan
Ketaatan adalah kesanggupan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk menaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku, menaati perintah kedinasan yang diberikan oleh atasan yang berwenang, serta kesanggupan untuk tidak melanggar larangan yang ditentukan. Unsur ketaatan terdiri atas sub-sub unsur sebagai berikut:
1. Menaati peraturan perundang-undangan dan atau peraturan kedinasan yang berlaku
2. Menaati perintah kedinasan yang diberikan oleh atasan yang berwenang dengan sebaik-baiknya;
3. Memberikan pelayanan terhadap masyarakat dengan sebaik-baiknya sesuai dengan bidang tugasnya;
4. Bersikap sopan santun
Kejujuran, Pada umumnya yang dimaksud dengan kejujuran, adalah ketulusan hati seorang Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas dan kemampuan untuk tidak menyalah gunakan wewenang yang diberikan kepadanya. Unsur kejujuran terdiri atas sub-sub unsur sebagai berikut:
1. Melaksanakan tugas dengan ikhlas;
2. Tidak menyalahgunakan wewenangnya;
3. Melaporkan hasil kerjanya kepada atasannya menurut keadaan yang sebenarnya
Kerjasama, Kerjasama adalah kemampuan seseorang Pegawai Negeri Sipil untuk bekerja bersama-sama dengan orang lain dalam menyelesaikan sesuatu tugas yang ditentukan, sehingga tercapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya. Unsur kerjasama terdiri atas sub-sub unsur sebagai berikut:
1. Mengetahui bidang tugas orang lain yang ada hubungannya dengan bidang tugasnya;
2. Menghargai pendapat orang lain;
3. Dapat menyesuaikan pendapatnya dengan pendapat orang lain, apabila yakin bahwa pendapat orang lain itu benar;
4. Bersedia mempertimbangkan dan menerima usul yang baik dari orang lain;
5. Selalu mampu bekerja bersama-sama dengan orang lain menurut waktu dan bidang tugas yang ditentukan;
6. Selalu bersedia menerima keputusan yang diambil secara sah walaupun tidak sependapat.
Prakarsa, Prakarsa adalah kemampuan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk mengambil keputusan, langkah-langkah atau melaksanakan sesuatu tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas pokok tanpa menunggu perintah dari atasan. Unsur prakarsa terdiri atas sub-sub unsur sebagai berikut:
1. Tanpa menunggu petunjuk atau perintah dari atasan, mengambil keputusan atau melakukan tindakan yang diperlukan dalam melaksanakan tugasnya, tetapi tidak bertentangan dengan kebijaksanaan umum pimpinan
2. Berusaha mencari tatacara yang baru dalam mencapai dayaguna dan hasilguna yang sebesar besarnya;
3. Berusaha memberikan saran yang dipandangnya baik dan berguna kepada atasan, baik diminta atau tidak diminta mengenai sesuatu yang ada hubungannya dengan pelaksanaan tugas.
Kepemimpinan, Kepemimpinan adalah kemampuan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk meyakinkan orang lain sehingga dapat dikerahkan secara maksimal untuk melaksanakan tugas pokok. Unsur kepemimpinan terdiri atas sub-sub unsur sebagai berikut:
1. Menguasai bidang tugasnya;
2. Mampu mengambil keputusan dengan cepat dan tepat;
3. Mampu mengemukakan pendapat dengan jelas kepada orang lain;
4. Mampu menentukan prioritas dengan tepat
5. Bertindak tegas dan tidak memihak;
6. Memberikan teladan baik;
7. Berusaha memupuk dan mengembangkan kerjasama;
8. Mengetahui kemampuan dan batas kemampuan bawahan;
9. Berusaha menggugah semangat dan menggerakkan bawahan dalam melaksanakan tugas;
10. Memperhatikan dan mendorong kemajuan bawahan:
11. Bersedia mempertimbangkan saran-saran bawahan.
Tata Cara Penilaian
Penilaian dilakukan oleh Pejabat Penilai, yaitu atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang dinilai, dengan ketentuan serendah-rendahnya Kepala Urusan atau pejabat lain yang setingkat dengan itu. Pejabat Penilai melakukan penilaian pelaksanaan pekerjaan terhadap Pegawai Negeri Sipil yang berada dalam lingkungannya pada akhir bulan Desember tiap-tiap tahun. Jangka waktu penilaian adalah mulai bulan Januari sampai dengan bulan Desember tahun yang bersangkutan. Nilai pelaksanaan pekerjaan dinyatakan dengan sebutan dan angka sebagai berikut:
a. amat baik = 91 - 100
b. baik = 76-90
c. cukup = 61-75
d. sedang = 51-60
e. kurang = 50 ke bawah
Nilai untuk masing-masing unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan, adalah rata-rata dari nilai sub-sub unsur penilaian. Setiap unsur penilaian ditentukan dulu nilainya dengan angka, kemudian ditentukan nilai sebutannya. Hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan dituangkan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan. Pejabat Penilai baru dapat melakukan penilaian pelaksanaan pekerjaan, apabila ia telah membawahkan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan. Apabila Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan diperlukan untuk suatu mutasi kepegawaian, sedangkan Pejabat Penilai belum 6 (enam) bulan membawahi Pegawai Negeri Sipil yang dinilai, maka Pejabat Penilai tersebut dapat melakukan penilaian pelaksanaan pekerjaan dengan mengunakan bahan-bahan yang ditinggalkan oleh Pejabat Penilai yang lama.
Penyampaian Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang telah diisi diberikan oleh Pejabat Penilai kepada Pegawai Negeri Sipil yang dinilai. Apabila Pegawai Negeri Sipil yang dinilai menyetujui penilaian terhadap dirinya seperti tercantum dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan, maka ia membubuhkan tanda tangannya pada tempat yang tersedia. Pegawai Negeri Sipil wajib mengembalikan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang telah ditandatangani olehnya kepada Pejabat Penilai selambat-lambatnya dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan tersebut. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang telah ditandatangani oleh Pejabat Penilai dan oleh Pegawai Negeri Sipil yang dinilai dikirimkan oleh Pejabat Penilai kepada Atasan Pejabat Penilai, yaitu atasan langsung dari Pejabat Penilai, selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung mulai diterimanya kembali Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan dari Pegawai Negeri Sipil yang dinilai.
Keberatan Terhadap Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan
Apabila Pegawai Negeri Sipil yang dinilai berkeberatan atas nilai dalam Daftar Penilaian Pekerjaan baik sebagian atau seluruhnya, maka ia dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Atasan Pejabat Penilai. Keberatan tersebut dikemukakan dalam tempat yang tersedia dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan disertai alasan-alasannya. Keberatan tersebut di atas disampaikan melalui saluran hirarki dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan tersebut. Keberatan yang diajukan melebihi batas waktu 14 (empat belas) hari tidak dapat dipertimbangkan lagi. Pejabat Penilai memberikan tanggapan tertulis atas keberatan dari Pegawai Negeri Sipil yang dinilai pada tempat yang tersedia dan mengirimkan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan tersebut kepada Atasan Pejabat Penilai selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung mulai saat ia menerima kembali Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan dari Pegawai Negeri Sipil yang dinilai.
Keputusan Atasan Pejabat Penilai
Atasan Pejabat Penilai memeriksa dengan saksama Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang disampaikan kepadanya. Apabila terdapat alasan-alasan yang cukup, Atasan Pejabat Penilai dapat mengadakan perubahan nilai yang tercantum dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan. Perubahan yang dilakukan oleh Atasan Pejabat Penilai tidak dapat diganggu gugat.
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan baru berlaku sesudah ada pengesahan dari Atasan Pejabat Penilai Pejabat Penilai Yang merangkap Sebagai Atasan Pejabat Penilai Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah adalah Pejabat Penilai dan Atasan Pejabat Penilai tertinggi dalam lingkungan masing-masing.
Daftar Penilaian Pekerjaan yang dibuat oleh Pejabat Penilai yang merangkap menjadi Atasan Pejabat Penilai tidak dapat diganggu gugat Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil Yang Menjabat Sebagai Pejabat Negara Atau Ditugaskan Di Luar Instansi Induknya
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil dibuat oleh Pejabat Penilai dari instansi asal tempat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bertugas sebelum diangkat sebagai Pejabat Negara. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan/ diperbantukan pada instansi pemerintah lain dibuat oleh Pejabat Penilai pada instansi tempat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dipekerjakan/diperbantukan.
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil yang ditugaskan diinstansi/badan lain diluar instansi induknya dibuat oleh Pejabat Penilai dengan bahan-bahan yang diperoleh dari instansi/badan lain tempat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan ditugaskan.
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil menjalankan tugas belajar oleh Pejabat Penilai dengan bahan-bahan yang diperoleh dari pimpinan lembaga pendidikan tempat Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menjalankan tugas belajar.
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil yang menjalankan tugas belajar di luar negeri dibuat oleh Pejabat Penilai dengan bahan-bahan yang diperoleh dari Kepala Perwakilan Republik Indonesia setempat.
Penyampaian Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan merupakan dokumen kepegawaian yang bersifat rahasia. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan disimpan untuk selama 5 (lima) tahun mulai tahun pembuatannya. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang telah lebih dari 5 (lima) tahun tidak digunakan lagi dan dapat dimusnahkan menurut tata cara yang diatur dalam perundang-undangan yang berlaku.
Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Penata Tingkat I golongan ruang III/d ke bawah dibuat dalam 1 (satu) rangkap. Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke atas dibuat dalam 2 (dua) rangkap, yaitu 1 (satu) rangkap dikirimkan kepada Kepala Badan Kepegawaian Negara dan l (satu) rangkap disimpan oleh instansi yang bersangkutan.
Bahan bacaan :
1. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979, tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil;
2. Surat Edaran Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 02/SE/1980 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil
PENGANGKATAN DALAM JABATAN STRUKTURAL
engangkatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam jabatan struktural antara lain dimaksudkan untuk membina karier PNS dalam jabatan struktural dan kepangkatan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan perundangan yang berlaku.
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras atau golongan.
Jabatan struktural hanya dapat diduduki oleh mereka yang berstatus sebagai PNS. Calon Pegawai Negeri Sipil tidak dapat diangkat dalam jabatan struktural. Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Anggota Kepolisian Negara hanya dapat diangkat dalam jabatan struktural apabila telah beralih status menjadi PNS, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundangan.
Jenjang Eselon dan jenjang pangkat jabatan struktural sesuai PP Nomor 13 Tahun 2002
NO ESELON JENJANG PANGKAT, GOLONGAN RUANG
TERENDAH TERTINGGI
PANGKAT GOL / RU PANGKAT GOL /RU
1 I a Pembina Utama Madya IV/e Pembina Utama IV/e
2 I b Pembina Utama Muda IV/c Pembina Utama IV/e
3 II a Pembina Utama Muda IV/c Pembina Utama Madya IV/d
4 II b Pembina Tingkat I IV/b Pembina Utama Muda IV/c
5 III a Pembina IV/a Pembina Tingkat I IV/b
6 III b Penata Tingkat I III/d Pembina IV/a
7 IV a Penata III/c Penata Tingkat I III/d
8 IV b Penata Muda Tingkat I III/b Penata III/c
9 V a Penata Muda III/a Penata Muda Tingkat I III/b
Penetapan organisasi Eselon Va dilakukan secara selektif,
1. Pengangkatan
Persyaratan PNS yang akan diangkat dalam jabatan struktural, antara lain :
Berstatus Pegawai Negeri Sipil, Serendah-rendahnya memiliki pangkat satu tingkat dibawah jenjang pangkat yang ditentukan, Memiliki kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan, Semua unsur penilaian prestasi kerja bernilai baik dalam dua tahun terakhir, Memiliki kompetensi jabatan yang diperlukan, Sehat jasmani dan rohani. Selain persyaratan tersebut, Pejabat Pembina Kepegawaian perlu memperhatikan faktor : Senioritas dalam kepangkatan, Usia, Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) Jabatan, Pengalaman.
2. Pelaksanaan Pengangkatan
Pengangkatan dalam jabatan struktural eselon I dilingkungan instansi pusat ditetapkan dengan keputusan Presiden setelah mendapat pertimbangan tertulis dari Komisi Kepegawaian Negara. Sedangkan pengangkatan dalam jabatan struktural eselon II kebawah pada Instansi pusat ditetapkan Pejabat Pembina Kepegawaian Pusat setelah mendapat pertimbangan dari Baperjakat Instansi Pusat.
Pengangkatan dalam jabatan struktural eselon I dipropinsi (Sekda) ditetapkan Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi setelah mendapat persetujuan Pimpinan DPRD Propinsi, setelah sebelumnya dikonsultasikan secara tertulis kepada Menteri Dalam Negeri, sedangkan pengangkatan dalam jabatan Struktural eselon II kebawah ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi setelah mendapat pertimbangan dari Baperjakat Instansi Daerah Propinsi.
Pengangkatan dalam jabatan struktural eselon II ke bawah di Kabupaten/Kota, ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/ Kota setelah mendapat pertimbangan dari Baperjakat Instansi Daerah Kabupaten/Kota. Khusus untuk pengangkatan Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota setelah mmendapat persetujuan dari pimpinan DPRD Kabupaten/Kota, setelah terlebih dahulu dikonsultasikan secara tertulis kepada Gubernur
Dalam setiap keputusan tentang pengangkatan dalam jabatan structural, harus dicantumkan nomor dan tanggal pertimbangan Baperjakat, eselon dan besarnya tunjangan jabatan struktural.
Pelantikan
PNS yang diangkat dalam jabatan struktural, termasuk PNS yang menduduki jabatan struktural yang ditingkatkan eselonnya, selambatnya 30 hari sejak penetapan pengangkatannya wajib dilantik dan diambil sumpahnya oleh pejabat yang berwenang. Demikian juga yang mengalami perubahan nama jabatan atau perubahan fungsi dan tugas jabatan maka PNS yang bersangkutan dilantik dan diambil sumpahnya kembali.
Pendidikan dan Pelatihan
PNS yang akan atau telah menduduki jabatan structural harus mengikuti dan lulus Diklat Kepemimpinan (Diklatpim) sesuai dengan kompentensi yang dite-tapkan untuk jabatan tersebut. Artinya, PNS dapat diangkat dalam jabatan struktural meskipun yang bersangkutan belum mengikuti dan lulus Diklatpim. Namun demikian untuk meningkatkan kemampuan kepemimpinan dan me-nambah wawasan, maka kepada PNS yang bersangkutan tetap diharuskan untuk mengikuti dan lulus Diklatpim yang dipersyaratkan untuk jabatannya.
2. Pemberhentian
Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dari jabatan struktural karena :
1. Mengundurkan diri dari jabatannya
2. Mencapai batas usia pensiun
3. Diberhentikan sebagai PNS
4. Diangkat dalam jabatan struktural lainnya atau jabatan fungsional
5. Cuti diluar tanggungan negara, kecuali cuti diluar tanggungan negara karena persalinan
6. Tugas belajar lebih dari enam bulan
7. Adanya perampingan organisasi pemerintah
8. Tidak memenuhi persyaratan kesehatan jasmani dan rohani
9. Hal lain yang ditetapkan perundangan yang berlaku
Pemberhentian PNS dari jabatan struktural ditetapkan dengan keputusan pe-jabat yang berwenang setelah melalui pertimbangan Komisi Kepegawaian Negara/ Baperjakat disertai alasan yang jelas atas pemberhentiannya.PNS yang meninggal dunia dianggap telah diberhentikan dari jabatan strukturalnya
3. Perangkapan Jabatan
Untuk optimalisasi kinerja, disiplin dan akuntabilitas pejabat structural serta menyadari akan keterbatasan kemampuan manusia, PNS yang menduduki jabatan struktural tidak dapat menduduki jabatan rangkap, baik dengan jabatan structural lain maupun jabatan fungsional.
Rangkap jabatan hanya diperbolehkan apabila ketentuan perangkapan jabatan tersebut diatur dengan Undang-undang atau Peraturan Pemerintah.
Bahan Bacaan:
1. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
2. Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000
tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jahatan Struktural
3. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000.
4. Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2002 tanggal 17 Juni 2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 Tentang Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural Sebagaimana Telah Diubah Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002.
PENGANGKATAN DALAM JABATAN FUNGSIONAL
Jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang Pegawai Negeri Sipil dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian/dan atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri.
Jabatan fungsional pada hakekatnya adalah jabatan teknis yang tidak tercantum dalam struktur organisasi, namun sangat diperlukan dalam tugas-tugas pokok dalam organisasi Pemerintah. Jabatan fungsional Pegawai Negeri Sipil terdiri atas jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional keterampilan. Penetapan Jabatan Fungsional Jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional keterampilan ditetapkan dengan kriteria sebagai berikut:
1. Mempunyai metodologi, teknik analisis, teknik dan prosedur kerja yang didasarkan atas disiplin ilmu pengetahuan dan/atau pelatihan teknis tertentu dengan sertifikasi,
2. Memiliki etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi,
3. Dapat disusun dalam suatu jenjang jabatan berdasarkan:
1. Tingkat keahlian, bagi jabatan fungsional keahlian,
2. Tingkat keterampilan, bagi jabatan fungsional keterampilan.
4. Pelaksanaan tugas bersifat mandiri.
5. Jabatan fungsional tersebut diperlukan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi.
Jabatan fungsional dan angka kredit jabatan fungsional ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara dengan memperhatikan usul dari pimpinan instansi pemerintahan yang bersangkutan, yang selanjutnya bertindak sebagai pembina jabatan fungsional.
Angka Kredit Jabatan Fungsional
Penilaian prestasi kerja bagi pejabat fungsional ditetapkan dengan angka kredit oleh pejabat yang berwenang. Angka kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan/atau akumulasi nilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh pejabat fungsional dalam rangka pembinaan karier yang bersangkutan.
Butir-butir kegiatan yang dinilai adalah tugas-tugas yang dilaksanakan oleh setiap pejabat fungsional yang terdiri atas tugas utama (tugas pokok) dan tugas penunjang, yaitu tugas-tugas yang bersifat menunjang pelaksanan tugas utama. Tugas utama adalah tugas-tugas yang tercantum dalam uraian tugas (job description) yang ada pada setiap jabatan, sedangkan tugas penunjang tugas pokok adalah kegiatan-kegiatan pejabat fungsional di luar tugas pokok yang pada umumnya bersifat tugas kemasyarakatan.
Dalam pelaksanaan tugas-tugas utama/pokok seorang pejabat fungsional harus mengumpulkan sekurang-kurangnya 70% atau 80% dari angka kredit yang ditetapkan, sedang pelaksanaan tugas penunjang tugas-tugas pokok sebanyak-banyaknya hanya 30% atau 20%. Ketentuan tersebut diatur untuk menjamin agar pejabat fungsional benar-benar mengutamakan pelaksanaan tugas pokoknya dibandingkan dengan tugas-tugas penunjang.
Angka kredit ditetapkan oleh pejabat yang berwenang dan digunakan sebagai bahan dalam penetapan kenaikan jabatan/pangkat pejabat fungsional.
Tim Penilai Angka Kredit
Dalam pelaksanaan penetapan angka kredit jabatan fungsional dibentuk Tim Penilai yang bertugas membantu pejabat yang berwenang dalam menetapkan angka kredit pejabat fungsional di lingkungan instansi masing-masing.
Tim Penilai Angka Kredit jabatan fungsional terdiri atas :
a. Tim Penilai Pusat, yang bertugas membantu pimpinan instansi pembina jabatan fungsional dalam menetapkan angka kredit pejabat fungsional golongan IV.
b. Tim Penilai Instansi, yang bertugas membantu pimpinan instansi yang bersangkutan dalam menetapkan angka kredit pejabat fungsional golongan II dan III.
Pengangkatan
Persyaratan untuk pengangkatan pertama dalam jabatan fungsional adalah:
1. Berkedudukan sebagai pegawai negeri sipil,
2. Memiliki ijazah sesuai dengan tingkat pendidikan dan kualifikasi pendidikan yang ditentukan,
3. Telah menduduki pangkat menurut ketentuan yang berlaku,
4. Telah lulus pendidikan dan pelatihan fungsional yang ditentukan,
5. Setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam DP-3 sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 1 tahun terakhir.
Kenaikan Jabatan
Pejabat fungsional dapat dipertimbangkan untuk diangkat ke dalam jabatan yang setingkat lebih tinggi apabila memenuhi syarat:
1. Sekurang-kurangnya telah 1 tahun dalam jabatan terakhir,
2. Memenuhi angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan jabatan setingkat lebih tinggi,
3. Setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam DP-3 sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 1 tahun terakhir.
Kenaikan Pangkat
Pejabat fungsional dapat dipertimbangkan untuk dinaikan kedalam pangkat yang setingkat lebih tinggi apabila memenuhi syarat:
1. Sekurang-kurangnya telah 2 tahun dalam pangkat terakhir,
2. Memenuhi angka kredit yang ditentukan untuk kenaikan jabatan yang setingkat lebih tinggi,
3. Setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam DP-3 sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 2 tahun terakhir.
Jenjang Jabatan Fungsional
Jabatan fungsional terdiri atas Jabatan Fungsional Terampil dan Jabatan Fungsional Ahli.
Untuk masing-masing jabatan tersebut di atas ditetapkan jenjang jabatan dan jenjang pangkat/ golongan ruang sebagai berikut:
JENJANG JABATAN DAN GOLONGAN RUANG JABATAN FUNGSIONAL *)
I. JABATAN FUNGSIONAL TERAMPIL
NO, JABATAN, GOL/ RUANG, KETERANGAN
1, Pelaksana Pemula, II/a, Sekurang-kurangnya berijazah Sekolah Lanjulan Tingkat Atas
2, Pelaksana, II/b-II/c-II/d
3, Pelaksana Lanjulan, III/a-III/b
4, Penyelia, III/c - III/d
II. JABATAN FUNGSIONAL AHLI
NO, JABATAN, GOL/RUANG, KETERANGAN
1, Ahli Pertama, III/a-III/b, Sekurang-kurangnya berijazah Sarjana (SI) atau D-IV
2, Ahli Muda, III/c - III/d
3, Ahli Madya, IV/a-IV/b-IV/c
4, Ahli Utama, lV/d - IV/e
Pembebasan dari Jabatan Fungsional
Pejabat fungsional dibebaskan sementara dari jabatannya apabila :
1. Dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang atau berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980, atau
2. Diberhentikan sementara sebagai Pegawai Negeri Sipil berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1966,
3. Ditugaskan secara penuh di luar jabatan fungsional yang dijabatnya,
4. Tugas belajar lebih dari 6 bulan, atau
5. Cuti di luar tanggungan negara, kecuali untuk persalinan keempat dan seterusnya.
Pejabat fungsional yang dibebaskan sementara dari jabatannya dapat diangkat kembali apabila:
1. Telah berakhir masa berlakunya hukuman disiplin,
2. Telah selesai melaksanakan tugas diluar jabatanfungsional,
3. Telah selesai tugas belajar lebih dari 6 bulan,
4. Berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dinyatakan tidak bersalah atau dijatuhi hukuman percobaan,
5. Telah selesai menjalankan cuti di luar tanggungan negara dan telah melaporkan diri untuk aktif kembali sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Pejabat fungsional yang diangkat kembali dalam jabatan fungsional, jabatannya ditetapkan berdasarkan angka kredit yang terakhir dimiliki. Pemberhentian dari jabatan fungsional Pejabat fungsional diberhentikan dari jabatan fungsional apabila:
1. Dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 yang telah mempunyai kekuatan tetap.
2. Tidak dapat mengumpulkan angka kredit menurut ketentuan sebagaimana diatur dalam keputusan Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara.
Pembebasan sementara, pemberhentian dari, dan pengangkatan kembali dalam jabatan fungsional ditetapkan dengan keputusan pejabat yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jabatan fungsional Pegawai Negeri Sipil dikelompokkan dalam rumpun-rumpun jabatan fungsional. Rumpun jabatan fungsional adalah himpunan jabatan-jabatan fungsional yang mempunyai fungsi dan tugas yang berkaitan erat satu sama lain dalam melaksanakan salah satu tugas umum pemerintahan. Rumpun jabatan fungsional ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Jabatan-jabatan di dalam suatu rumpun jabatan dapat berkembang sesuai perkembangan ilmu dan teknologi. Rumpun jabatan fungsional Pegawai Negeri Sipil ditetapkan dengan Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1999.
Contoh Jabatan Fungsional dan Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil
Rumpun Jabatan Fungsional
No JABATAN FUNGSIONAL INSTANSI PEMBINA RUMPUN JABATAN
1. Adikara Siaran Dep. Keuangan -
2. Administrator Kesehatan Departemen Kesehatan Kesehatan
3. Agen Badan Intelejen Negara Penyidik dan Detektif
4. Analis Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara Manajemen
5. Andalan Siaran (AS) Dep. Keuangan -
6. Apoteker Dep. Kesehatan Kesehatan
7. Arsiparis Arsip Nasional Republik Indonesia Arsiparis, Pustakawan dan yang berkaitan
8. Asisten Apoteker Dep. Kesehatan Kesehatan
9. Auditor BPK dan BPKP Akuntan dan Anggaran
10. Bidan Dep. Kesehatan Kesehatan
11. Diplomat Dep. Luar Negeri -
12. Dokter Dep. Kesehatan Kesehatan
13. Dekter Gigi Dep. Kesehatan Kesehatan
14. Dosen Dep. Pendidikan Nasional Pendidikan tingkat Pendidikan Tinggi
15. Epidemiologi Kesehatan Dep. Kesehatan Kesehatan
16. Entomolog Kesehatan Dep. Kesehatan Kesehatan
17. Fisioterapis Dep. Kesehatan Kesehatan
18. Guru Dep. Pendidikana Nasional -
19. Inspektur Ketenagalistrikan Dep. Energi dan Sumber Daya Mineral Pengawas Kualitas dan Keamanan
20. Inspektur Minyak dan Gas Bumi Dep. Energi dan Sumber Daya Mineral Pengawas Kualitas dan Keamanan
21. Inspektur Tambang Dep. Energi dan Sumber Daya Mineral Pengawas Kualitas dan Keamanan
22. Instruktur Dep. Tenaga Kerja dan Transmigrasi Pendidikan lainnya
23. Jaksa Kejaksaan Agung -
24. Medik Veteriner Dep. Pertanian Ilmu Hayat
25 Nutrisionis Dep. Kesehatan Kesehatan
26. Okupasi Terapis Dep. Kesehatan Kesehatan
27. Operator Transmisi Sandi Lembaga Sandi Negara Kesehatan
28. Ortosis Prostesis Departemen Kesehatan Operator alat-alat dan elektronik
29. Pamong Belajar Dep. Pendidikan Nasional Pendidikan Lainnya
30. Pamong Budaya Dep. Kebudayaan dan Pariwisata Penerangan dan Seni Budaya
31. Paramedik Veteriner Dep. Pertanian Ilmu Hayat
32. Pekerja Sosial Dep. Sosial Ilmu Sosial dan yang berkaitan
33. Pemeriksa Bea dan Cukai Dep. Keuangan Imigrasi, Pajak dan Ass Prof yang berkaitan
34. Pemeriksa Merk Dep. Kehakiman dan HAM Hak Cipta, Paten dan Merek
35. Pemeriksa Pajak Dep. Keuangan Imigrasi, Pajak dan Ass Prof yang berkaitan
36. Pemeriksa Paten Dep. Kehakiman dan HAM Hak Cipta, Paten dan Merek
37. Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Matematika, Statistika dan yang berkaitan
38. Penera Dep. Perdagangan Pengawas Kualitas dan Pengawas
39. Penerjemah Sekneg Manajemen
40. Pengamat Gunung Api Dep. Energi dan Sumber Daya Mineral Fisika, Kimia dan yang berkaitan
41. Pengamat Meteorologi dan Geofisika Badan Meteorologi dan Geofisika Fisika, Kimia dan yang berkaitan
42. Pengantar Kerja Dep. Tenaga Kerja dan Transmigrasi Ilmu Sosial dan yang berkaitan
43. Pengawas Benih Ikan Dep. Kelautan dan Perikanan Ilmu Hayat
44. Pengawas Benih Tanaman Dep. Pertanian Ilmu Hayat
45. Pengawas Bibit Ternak Dep. Petanian Ilmu Hayat
46. Pengawas Farmasi dan Makanan Badan Pengawas Obat dan Makanan Pengawas Kualitas dan Keamanan
47. Pengawas Keselamatan Pelayaran Dep. Perhubungan Teknisi dan Pengontrol Kapal dan Pesawat
48. Pengawas Ketenagakerjaan Dep. Tenaga Kerja dan Transmigrasi Pengawas Kualitas dan Keamanan
49. Pengawas Mutu Hasil Pertanian Dep. Petanian Ilmu Hayat
50. Pengawas Mutu Pakan Dep. Petanian Ilmu Hayat
51. Pengawas Perikanan Dep. Kelautan dan Perikanan Ilmu Hayat
52. Pengawas Radiasi Badan Pengawas Tenaga Nuklir Fisika, Kimia dan yang berkaitan
53. Pengwas Sekolah Dep. Pendidikan Nasional Pendidikan lainnya
54. Pengendalian Dampak Lingkungan Kementrian Negara Lingkungan Hidup Ilmu Hayat
55. Pengendali Ekosistem Hutan Dep. Kehutanan Ilmu Hayat
56. Pengendali Frekuensi Radio Dep. Perhubungan Operator alat-alat optik dan elektronik
57. Pengendali Hama dan Penyakit Ikan Dep. Kelautan dan Perikanan Ilmu Hayat
58. Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan Dep. Petanian Ilmu Hayat
59. Penggerak Swadaya Masyarakat Dep. Tenaga Kerja dan Transmigrasi Ilmu Sosial dan yang berkaitan
60. Penghulu Dep. Agama Keagamaan
61. Penguji Kendaraan Bermotor Dep. Perhubungan Pengawas Kualitas dan Keamanan
62. Penguji Mutu Barang Dep. Perindustrian Pengawas Kualitas dan Keamanan
63. Penilai Pajak Bumi dan Bangunan Dep. Keuangan Ass Prof yang berhubungan dengan keuangan dan penjualan
64. Penilik Dep. Pendidikan Nasional Pendidikan lainnya
65. Penyelidik Bumi Dep. Energi dan Sumber Daya Mineral Arsitek, Insinyur dan yang berkaitan
66. Penyuluh Agama Dep. Agama Keagamaan
67. Penyuluh Kehutanan Dep. Kehutanan Ilmu Hayat
68. Penyuluh Keluarga Berencana BKKBN Ilmu Sosial dan yang berkaitan
69. Penyuluh Kesehatan Masyarakat Dep. Kesehatan Kesehatan
70. Penyuluh Perindustrian dan Perdagangan Dep. Perindustrian Ilmu Sosial yang berkaitan
71. Penyuluh Pajak Dep. Keuangan Imigrasi, Pajak dan Ass Prof yang berkaitan
72. Penyuluh Pertanian Dep. Pertanian Ilmu Hayat
73. Perancang Peraturan Perundang-undangan Dep. Kehakiman dan HAM Hukum dan Peradilan
74. Perantara Hubungan Industrial Dep. Tenaga Kerja dan Transmigrasi Hukum dan Peradilan
75. Perawat Dep. Kesehatan Kesehatan
76. Perawat Gigi Dep. Kesehatan Kesehatan
77. Perekam Medis Dep. Kesehatan Kesehatan
78. Perekayasa BPPT Peneliti dan Perekayasa
79. Perencana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Manajemen
80. Polisi Kehutanan Dep. Kehutanan Penyidik dan Detektif
81. Pranata Hubungan Masyarakat Lembaga Informasi Nasional Penerangan dan Seni Budaya
82. Pranata Komputer Badan Pusat Statistik Kekomputeran
83. Pranata Laboratorium Kesehatan Dep. Kesehatan Kesehatan
84. Pranata Nuklir Badan Tenaga Atom Nasional Fisika, Kimia dan yang berkaitan
85. Pustakawan Perpustakaan Nasional Arsiparis, Pustakawan dan yang berkaitan
86. Radiografer Dep. Kesehatan Kesehatan
87. Refraksionis Optisien Dep. Kesehatan Kesehatan
88. Sandiman Lembaga Sandi Negara Penyidik dan Detektif
89. Sanitarian Dep. Kesehatan Kesehatan
90. Statistisi Badan Pusat Statistik Matematika, Statistika dan yang berkaitan
91. Surveyor Pemetaan BAKOSURTANAL Arsitek, Insinyur dan yang berkaitan
92. Teknik Jalan dan Jembatan Dep. Pekerjaan Umum Arsitek, Insinyur dan yang berkaitan
93. Teknik Pengairan Dep. Pekerjaan Umum Arsitek, Insinyur dan yang berkaitan
94. Teknik Penyehatan Lingkungan Dep. Pekerjaan Umum Arsitek, Insinyur dan yang berkaitan
95. Teknik Tata Bangunan dan Perumahan Dep. Pekerjaan Umum Arsitek, Insinyur dan yang berkaitan
96 Teknik Elektromedis Dep. Kesehatan Kesehatan
97. Teknisi Penelitian dan Perekayasaan BPPT Peneliti dan Perekayasaan
98. Teknisi penerbangan Dep. Perhubungan Teknisi dna Pengontrol Kapal dan Pesawat
99. Teknisi Siaran Dep. Keuangan -
100. Terapis Wicara Dep. Kesehatan Kesehatan
101. Widyaiswara Lembaga Administrasi Negara Pendidikan liannya
Bahan bacaan:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994, tentang Pengangkatan Dalam Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil,
2. Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil,
3. Pedoman Umum Penyusunan Jabatan Fungsional, Kantor Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, 9 Juli 1988
PEMBERHENTIAN PNS
Pemberhentian terdiri atas :
1. Pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil dan
2. pemberhentian dari jabatan negeri.
Pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil adalah pemberhentian yang menyebabkan yang bersangkutan tidak lagi berkedudukan sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Pemberhentian dari jabatan negeri adalah pemberhentian yang menyebabkan yang bersangkutan tidak lagi bekerja pada suatu satuan organisasi Negara, tetapi masih berkedudukan sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Jenis-Jenis Pemberhentian Sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil terdiri atas pemberhentian dengan hormat sebagai Pegawai Pegawai Negeri Sipil dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil menerima hak-hak kepegawaiannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku antara lain hak atas pensiun. Pegawai Negeri Sipil yang diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil, kehilangan hak-hak kepegawaiannya antara lain pensiun.
Pemberhentian Dengan Hormat Sebagai Pegawai Negeri Sipil Pemberhentian dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil meliputi :
a. Meninggal Dunia
b. Atas Permintaan sendiri.
Pada prinsipnya Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan permintaan berhenti, dapat diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Permintaan berhenti tersebut dapat ditunda untuk paling lama 1 tahun, apabila kepentingan dinas yang mendesak. Permintaan berhenti dapat ditolak apabila Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan masih terikat dalam keharusan bekerja pada Pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, atau masih ada sesuatu hal yang harus dipertanggungjawabkan.
c. Mencapai Batas Usia Pensiun
Batas Usia Pensiun (BUP) Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada dasarnya telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian PNS, yaitu 56 (lima puluh enam) tahun. Dan PP Nomor 32 Tahun 1979 ini telah dua kali mengalami perubahan yaitu dengan PP Nomor 1 Tahun 1994 dan PP Nomor 65 Tahun 2008. Perpanjangan usia pensiunan sendiri terbagi menjadi tiga bagian yakni:
1. Perpanjangan batas usia pensiun sampai 65 tahun untuk PNS yang memangku jabatan peneliti madya dan peneliti utama dengan tugasnya secara penuh di bidang penelitian atau jabatan lain yang ditentukan oleh Presiden. Kemudian perpanjangan batas usia pensiun bagi PNS yang memangku jahatan struktural Eselon I tertentu pada saat sampai dengan 62 (enam puluh dua) tahun, memperhatikan dengan tegas persyaratan sebagai berikut :
Memiliki keahlian dan pengalaman yang sangat dibutuhkan organisasi;
Memiliki kinerja yang baik;
Memiliki moral dan integritas yang baik dan;
Sehat jasmanl dan rohani yang dibuktikan oleh keterangan dokter.
Ditetapkan dengan Keputusan Presiden atas usul Pimpinan Instansi/lembaga setelah mendapat pertimbangan dari Tim Penilai Akhir Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Jabatan Struktural Eselon 1.
2. Usia pensiun sampai 60 tahun untuk PNS yang memangku golongan struktural eselon I dan II serta jabatan dokter yang ditugaskan secara penuh pada unit pelayanan kesehatan negeri dan jabatan pengawas sekolah menengah atas atau jabatan lain yang ditentukan oleh Presiden.
3. Usia pensiun 58 tahun untuk PNS yang menjadi hakim pada Mahkamah Pelayaran dan jabatan lain yang ditentukan Presiden.
Sesuai dengan PP Nomor 32 Tahun 1979, BUP dapat diperpanjang bagi PNS yang memangku jabatan tertentu. Jabatan-jabatan tertentu yang diduduki PNS yang dapat diperpanjang BUP-nya ada yang diatur dalam PP Nomor 32 Tahun 1979 dan ada diatur dalam Keputusan Presiden / Peraturan Presiden.
Perpanjangan BUP bagi PNS yang telah diatur dalam PP Nomor 32 Tahun 1979, antara lain :
4. 65 (enam puluh lima) tahun bagi PNS yang memangku jabatan Ahli Peneliti dan Peneliti;
5. 60 (enam puluh) tahun bagi PNS yang memangku jabatan : Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pejabat Struktural Eselon I, Pejabat Struktural Eselon II, Dokter yang ditugaskan secara penuh pada Lembaga Kedokteran Negeri sesuai profesinya.
Perpanjangan BUP bagi PNS yang telah diatur dalam Keputusan Presiden / Peraturan Presiden, antara lain :
6. 65 (enam puluh lima) tahun bagi PNS yang menduduki jabatan fungsional Pustakawan Utama; Widyaiswara Utama; Pranata Nuklir Utama; Pengawas Radiasi Utama;
7. 60 (enam puluh) tahun bagi PNS yang menduduki jabatan Fungsional Pemeriksa Pajak (jenjang tertentu); Penilai Pajak Bumi dan Bangunan (jenjang tertentu);Penyuluh Pertanian (jenjang tertentu); Sandiman (jenjang tertentu); Penyelidik Bumi Utama dan Madya.
Selain diatur dalam PP dan Keputusan Presiden / Peraturan Presiden, juga terdapat pengaturan BUP PNS yang diatur dalam Undang-Undang, antara lain :
8. 65 (enam puluh lima) tahun bagi PNS yang menduduki jabatan :
Dosen, sedangkan bagi Profesor yang berprestasi dapat diperpanjang sampai dengan 70 (tujuh puluh) tahun (UU Nomor 14 Tahun 2005);
Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Tingkat Banding di lingkungan Peradilan Umum,PTUN, dan Agama (UU Nomor 8 Tahun 2004, UU Nomor 9 Tahun 2004, dan UU Nomor 3 Tahun 2006).
9. 62 (enam puluhdua) tahun bagi PNS yang menduduki jabatan :
Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim Tingkat Pertama di lingkungan Peradilan Umum,PTUN, dan Agama (UU Nomor 8 Tahun 2004, UU Nomor 9 Tahun 2004, dan UU Nomor 3Tahun2006);
Jaksa(UU Nomor 16 Tahun 2004).
10. 60 (enam puluh) tahun bagi PNS yang menduduki jabatan Guru (UU Nomor 14 Tahun 2005)
Dengan PP Nomor 65 Tahun 2008, maka bagi PNS yang menduduki jabatan struktural eselon I tertentu, BUP dapat diperpanjang sampai dengan 62 (enam puluh dua) tahun. Adapun perpanjangan sebagaimana dimaksud dilaksanakan dengan persyaratan sebagaimana yang telah di sebutkan di atas. Dan Perpanjangan BUP sampai dengan 62 (enam puluh dua) tahun ditetapkan dengan Keputusan Presiden atas usul Pimpinan Instansi/Lembaga setelah mendapat pertimbangan dari Tim Penilai Akhir Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian dalam dan dari Jabatan Struktural Eselon I.
Perpanjangan BUP sampai dengan 62 (enam puluh dua) tahun dilakukan secara selektif bagi PNS yang menduduki jabatan struktural eselon I yang sangat strategis. Dengan demikian, tidak semua PNS yang menduduki jabatan struktural eselon I dapat diperpanjang BUP-nya sampai dengan 62 (enam puluh dua) tahun.
d. Adanya Penyederhanaan Organisasi
Perubahan satuan organisasi negara adakalanya mengakibatkan kelebihan pegawai. Apabila terjadi hal yang sedemikian maka Pegawai Negeri Sipil yang kelebihan itu disalurkan pada satuan organisasi negara lainnya. Kalau penyaluran dimaksud tidak mungkin dilaksanakan, maka Pegawai Negeri Sipil yang kelebihan itu diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil atau dari jabatan negeri dengan mendapat hak-hak kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
e. Pemberhentian Karena Tidak Cakap Jasmani Dan Rohani Berdasarkan peraturan undang-undangan yang berlakuyang dinyatakan dengan surat Keterangan Tim Penguji Kesehatan dinyatakan:
1. Tidak dapat berkerja lagi dalam semua Jabatan Negeri karena kesehatannya.
2. Menderita penyakit atau kelainan yan berbahaya bagi diri sendiri atau lingkungan kerjanya.
Pegawai Negeri Sipil Dapat Diberhentikan Dengan Hormat Atau Tidak Hormat karena:
a. Melanggar Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil dan Sumpah/Janji Jabatan Selain Pelanggaran sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/janji jabatan karena tidak setia kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah; atau
b. Dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang ancaman hukumannya kurang dari 4 (empat) tahun.
Pegawai Negeri Sipil Dapat Diberhentikan Dengan Hormat Tidak Atas Permintaan Sendiri Atau Tidak Dengan Hormat karena :
1. Dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang ancaman hukumannya 4 tahun atau lebih; atau
2. Melakukan pelanggaran disiplin tingkat berat
Pegawai Negeri Sipil Diberhentikan Tidak Dengan Hormat karena :
1. Melanggar sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/janji jabatan karena tidak setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah;
2. Melakukan penyelewengan terhadap Ideologi Negara, Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 atau terlibat dalam kegiatan yang menentang Negara dan Pemerintah; atau
3. Dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan.
Pemberhentian Karena Meninggalkan Tugas
Pegawai Negeri Sipil yang meninggalkan tugasnya secara tidak sah dalam waktu 2 bulan terus menerus dihentikan pembayaran gajinya mulai bulan ketiga. Apabila dalam waktu kurang dari 6 bulan melaporkan diri kepada pimpinan instansinya, maka ia dapat ditugaskan kembali jika ada alasan-alasan yang dapat diterima atau diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil apabila ketidakhadirannya itu adalah karena kelalaian sendiri, dan menurut pendapat pejabat yang berwenang akan mengganggu suasana kerja jika ia ditugaskan kembali.
Pegawai Negeri Sipil yang meninggalkan tugas secara tidak sah terus menerus selama 6 bulan diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Pemberhentian tersebut ditetapkan berlaku mulai tanggal penghentian pembayaran gajinya dan gaji selama 2 bulan sejak ia tidak masuk bekerja diberikan kepadanya Pemberhentian Karena Meninggal Dunia Atau Hilang.
Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia dengan sendirinya dianggap diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Untuk kelengkapan tata usaha kepegawaian maka pimpinan instansi yang bersangkutan serendah-rendahnya Kepala Sub Bagian atau pejabat lain yang setingkat dengan itu membuat surat keterangan meninggal dunia. Pegawai Negeri Sipil yang hilang dianggap telah meninggal dunia pada akhir bulan ke-12 sejak ia dinyatakan hilang. Berdasarkan berita acara atau surat keterangan dari pejabat yang berwajib, maka pejabat yang berwenang membuat surat pernyataan hilang. Surat pernyataan hilang dibuat selambat-lambatnya pada akhir bulan kedua sejak yang bersangkutan hilang. Pejabat yang membuat adalah Menteri, Jaksa Agung, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Gubernur, Bupati/Walikota atau pejabat lain yang ditunjuk.
Pegawai Negeri Sipil yang telah dinyatakan hilang, yang sebelum melewati masa 12 bulan diketemukan kembali dan masih hidup dan sehat, dipekerjakan kembali sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pegawai Negeri Sipil yang telah dinyatakan hilang yang belum melewati masa 12 bulan diketemukan kembali, tetapi cacat diperlakukan sebagai berikut:
a. Diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan hak pensiun apabila ia telah memiliki masa kerja sekurang-kurangnya 4 tahun, tetapi apabila ia belum memiliki masa kerja sekurang-kurangnya 4 tahun maka ia diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil tanpa hak pensiun.
b. Apabila hilangnya dan cacatnya itu disebabkan dalam dan oleh karena ia menjalankan kewajiban jabatannya, maka ia diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan hak pensiun tanpa memandang masa kerja.
Pegawai Negeri Sipil yang telah dinyatakan hilang diketemukan kembali setelah melewati masa 12 bulan diperlakukan sebagai berikut:
1. Apabila ia masih sehat, dipekerjakan kembali;
2. Apabila tidak dapat bekerja lagi, dalam semua jabatan Negeri berdasarkan surat keterangan Tim Penguji Kesehatan, diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan mendapat hak-hak kepegawaian sesuai dengan peraturaan perundang-undangan yang berlaku.
Catatan: Hilang adalah suatu keadaan bahwa seseorang di luar kemauan dan kemampuannya tidak diketahui tempatnya berada dan tidak diketahui apakah ia masih hidup atau telah meninggal dunia.
Pemberhentian Karena Sebab-Sebab Lain:
a. Pegawai Negeri Sipil yang tidak melaporkan diri kepada pimpinan instansi induknya 6 bulan setelah habis menjalankan cuti di luar tanggungan negara, diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
b. Pegawai Negeri Sipil yang terlambat melaporkan diri kembali kepada instansi induknya setelah habis menjalankan cuti di luar tanggungan negara diperlakukan sebagai berikut:
1. Apabila keterlambatan melaporkan diri itu kurang dari 6 bulan maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dapat dipekerjakan kembali apabila alasan-alasan tentang keterlambatan melaporkan diri itu dapat diterima oleh pejabat yang berwenang dan ada lowongan dan setelah ada persetujuan Kepala BKN.
2. Apabila keterlambatan melaporkan diri itu kurang dari 6 bulan tetapi alasan-alasan tentang keterlambatan melaporkan diri itu tidak dapat diterima oleh pejabat yang berwenang maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil.
3. Apabila keterlambatan melaporkan diri itu lebih dari 6 bulan maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Pemberhentian Karena Pegawai Negeri Sipil Menjadi Anggota/Pengurus Partai Politik Dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 dinyatakan bahwa Pegawai Negeri dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Pegawai Negeri Sipil yang akan menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik wajib mengundurkan diri sebagai Pegawai Negeri Sipil, yang diajukan secara tertulis kepada Pejabat Pembina Kepegawaian dan tembusannya disampaikan kepada:
1. Atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, serendah-rendahnya pejabat struktural eselon IV;
2. Pejabat yang bertanggung jawab di bidang kepegawaian instansi yang bersangkutan;
3. Pejabat yang bertanggung jawab di bidang keuangan yang bersangkutan.
Pegawai Negeri Sipil yang mengundurkan diri tersebut diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pemberhentiannya terhitung mulai akhir bulan yang bersangkutan mengajukan pengunduran diri.
Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik tanpa mengundurkan diri sebagai Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Pegawai Negeri Sipil yang mengundurkan diri yang ditangguhkan pemberhentiannya, tetapi tetap menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik diberhentikan tidak dengan hormat. Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil sebagaimana tersebut di atas berlaku terhitung mulai akhir bulan yang bersangkutan menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
Pemberhentian Sementara
Untuk kepentingan peradilan seorang Pegawai Negeri yang didakwa telah melakukan suatu kejahatan/pelanggaran jabatan dan berhubung dengan itu oleh pihak yang berwajib dikenakan tahanan sementara, mulai saat penahanannya harus dikenakan pemberhentian sementara. Seorang Pegawai Negeri yang oleh pihak berwajib dikenakan tahanan sementara karena didakwa telah melakukan suatu pelanggaran hukum pidana yang tidak menyangkut pada jabatannya dalam hal pelanggaran yang dilakukan itu berakibat hilangnya penghargaan dan kepercayaan atas diri pegawai yang bersangkutan atau hilangnya martabat serta wibawa pegawai itu.
Tujuan pemberhentian sementara terutama untuk mengamankan kepentingan peradilan dan juga untuk kepentingan jawatan (instansi).
Selama pemberhentian sementara kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan diberikan penghasilan sebagai berikut:
a. Jika ada petunjuk-petunjuk yang cukup meyakinkan bahwa yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran yang didakwakan atas dirinya, mulai bulan berikutnya ia diberhentikan diberikan bagian gaji sebesar 50% dari gaji pokok yang diterimanya terakhir;
b. Jika belum terdapat petunjuk-petunjuk yang jelas tentang telah dilakukannya pelanggaran yang didakwakan atas dirinya mulai bulan berikutnya ia diberhentikan diberikan bagian gaji sebesar 75 % dari gaji pokok yang diterimanya terakhir.
Jika sesudah pemeriksaan oleh pihak yang berwajib pemberhentian sementara ternyata tidak bersalah maka pegawai itu harus segera diangkat dan dipekerjakan kembali pada jabatannya semula, dalam hal yang demikian selama masa diberhentikan untuk sementara ia berhak mendapat gaji penuh serta penghasilan-penghasilan lain yang berhubungan dengan t unjangan istri dan jabatannya. Jika sesudah pemeriksaan pegawai yang nrdifipdih bersangkutan ternyata bersalah maka:
a. Terhadap pegawai yang dikenakan pemberhentian sementara tersebut harus diambil tindakan pemberhentian sedangkan bagian gaji berikut tunjangan-tunjangan yang telah dibayarkan kepadanya tidak dipungut kembali.
b. Terhadap pegawai yang dikenakan pemberhentian sementara tersebut jika perlu diambil tindakan harus diambil tindakan sesuai dengan pertimbangan/keputusan Hakim .
Jika berdasarkan keputusan pengadilan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap dinyatakan tidak bersalah maka Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan harus direhabilitasikan terhitung mulai saat diberhentikan sementara dan gaji dibayarkan penuh. Jika ternyata yang bersangkutan dinyatakan bersalah, diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan tidak hormat. Pegawai Negeri Sipil yang dikenakan pemberhentian sementara:
a. Pada saat ia mencapai batas usia pensiun diberhentikan pembayaran bagian gajinya;
b. Apabila kemudian ia tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil dengan mendapat hak-hak kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku terhitung sejak akhir bulan dicapainya batas usia pensiun.
c. Jika ternyata tindak pidana yang dilakukan tersebut diancam hukuman penjara kurang dari 4 tahun dan ada hal-hal yang meringankan maka yang bersangkutan dapat diaktifkan kembali sebagai Pegawai Negeri Sipil, namun tidak tertutup kemungkinan yang bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin atau tindakan administratif lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
PENETAPAN PENSIUN PEJABAT NEGARA DAN JANDA/DUDANYA
A. Kewenangan Penetapan Pensiun Pejabat Negara
B. Pensiun Pejabat Negara dan janda / dudanya
C. Besarnya pensiun pejabat negara
D. Mulai dan berakhirnya pembayaran pensiun pejabat negara.
Bahan Bacaan:
1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai Dan Pensiun Janda/Duda Pegawai
2. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1966 tentang Pemberhentian/ Pemberhentian Sementara Pegawai Negeri
3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.
4. Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 04/SE/1980 tanggal 11 Pebruari 1980 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.
5. Surat Edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara Nomor 02/SE/1987 tanggal 8Januari 1987 tentang Batas Usia Pensiun Pegawai Negeri Sipil.
6. Pemerintah Nomor 37 Tahun 2004 tentang Larangan Pegawai Negeri Sipil Menjadi Anggota Partai Politik.
MORAL ETIKA PNS
Sebagai unsur aparatur Negara dan abdi masyarakat Pegawai Negeri Sipil memiliki akhlak dan budi pekerti yang tidak tercela, yang berkemampuan melaksanakan tugas secara profesional dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan, serta bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Setiap Pegawai Negeri Sipil wajib bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, wajib memberikan pelayanan secara adil dan merata kepada masyarakat dengan dilandasi kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah.
Untuk menjamin agar setiap Pegawai Negeri Sipil selalu berupaya terus meningkatkan kesetiaan ketaatan, dan pengabdiannya tersebut, ditetapkan ketentuan perundang-undangan yang mengatur sikap, tingkah laku, dan perbuatan Pegawai Negeri Sipil, baik di dalam maupun di luar dinas.
Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil
Dalam rangka usaha membina Pegawai Negeri Sipil yang bersih, jujur, dan sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur Negara dan abdi masyarakat maka setiap Pegawai Negeri Sipil wajib mengangkat Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil.
Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil adalah pernyataan kesanggupan untuk melakukan suatu keharusan atau tidak melakukan suatu larangan.
Seorang Pegawai Negeri Sipil mengangkat sumpah/ janji berdasarkan keyakinan agama/kepercayaai terhadap Tuhan Yang Maha Esa, hal ini menandakan bahwa pernyataan kesanggupan dalam sumpah/janji yang diucapkan juga ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Calon Pegawai Negeri Sipil setelah diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil wajib mengangkat Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil. Sumpah Pegawai Negeri Sipil diucapkan dihadapan atasan yang berwenang.
Setiap Pegawai Negeri Sipil harus menaati sumpah yang diucapkan dengan sebaik-baiknya dan tidak melanggar sumpah/janji tersebut selama masih berkedudukan sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1975 tentang Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil.
Susunan kata-kata sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil adalah sebagai berikut.
" Demi Allah, saya bersumpah/berjanji . Bahwa saya, untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil, akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undanq-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah;
bahwa saya, akan menaati segala peraturan perundang-undangan gang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan gang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran, tanggung jawab;
bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah, dan martabat Pegawai Negeri, serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan Negara daripada kepentingan saya sendir seseorang atau golongan;
bahwa saya, akan memegang teguh rahasia sesuatu gang menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan;
bahwa saya akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara."
Sumpah/Janji Jabatan
Pengangkatan seorang Pegawai Negeri Sipil untuk memangku jabatan terutama jabatan yang penting yang mempunyai ruang lingkup yang luas merupakan kepercayaan yang besar dari Negara. Dalam melaksanakan tugas itu diperlukan pengabdian, kejujuran, keikhlasan, dan tanggung jawab yang besar.
Berhubung dengan itu Pegawai Negeri Sipil yang langkat untuk memangku jabatan tertentu pada saat pengangkatannya wajib mengangkat Sumpah Jabatan Negeri dihadapan atasan yang berwenang menurut agama atau kepercayaannya terhadan Tuhan Yang Maha Esa.
Sumpah Jabatan Negeri menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1959 tentang Sumpah Jabatan Pegawai Negeri Sipil Dan Anggota Angkatan Perang adalah sebagai berikut.
"Demi Allah ! Saya ber sumpah,
Bahwa saya, untuk diangkat dalam jabatan ini, baik langsung maupun tidak langsung, dengan rupa atau dalih apapun juga, tidak memberi atau menyanggupi akan memberi 4 sesuatu kepada siapapunjuga;
Bahwa saya akan setia dan taat kepada Negara Republik Indonesia;
Bahwa saya akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurutperintah harus saya rahasiakan;
Bahwa saya tidak akan menerima hadiah atau suatu pemberian berupa apa saja dan dari siapapun juga, yang saya tahu atau patut dapat mengira, bahwa ia mempunyai hal yang bersangkutan atau mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan saya;
Bahwa saya dalam menjalankan jabatan atau pekerjaan saya, saya senantiasa akan lebih mementingkan kepentingan Negara daripada kepentingan saya sendiri atau golongan;
Bahwa saya senantiasa akan menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah, dan Pegawai Negeri;
Bahwa saya akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan Negara".
Pengucapan sumpah/janji dilakukan menurut agama yang diakui Pemerintah, yakni:
1. diawali dengan ucapan "Demi Allah" untuk penganut agama Islam;
2. diakhiri dengan ucapan "Semoga Tuhan menolong saya", untuk penganut agama Kristen Protestan/Katolik;
3. diawali dengan ucapan "Om Atah Parama Wisesa", untuk penganut agama Hindu;
4. diawali dengan ucapan "Demi Sang Hyang Adi Budha", untuk penganut agama Budha.
Tata Cara Pengambilan Sumpah Pengambilan sumpah/janji dilakukan dalam suatu upacara khidmat. Yang hadir dalam upacara tersebut adalah :
1. Pejabat yang mengambil sumpah/janji, sebaga Pembina Upacara,
2. Pegawai Negeri Sipil yang mengangkat sumpah
3. Saksi-saksi,
4. Rohaniwan,
5. Undangan
Pegawai Negeri Sipil yang mengangkat sumpah/janji didampingi oleh seorang rohaniwan sesuai agama masing-masing. Saksi-saksi terdiri atas Pegawai Negeri Sipil yang pangkat serendah-rendahnya sama dengan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang mengangkat sumpah/janji. Jumlah saksi sekurang-kurangnya 2 (dua) orang untuk semua Pegawai Negeri Sipil yang mengangkat sumpah/janji.
Pejabat yang mengambil sumpah/janji mengucapkan susunan kata-kata sumpah kalimat-kalimat dan diikuti oleh Pegawai Negeri Sipil yang mengangkat sumpah/janji. Pada waktu pengucapan sumpah semua hadirin dalam upacara itu berdiri.
Pejabat yang mengambil sumpah/janji membuat berita acara pengambilan sumpah. Berita acara yang maksud ditandatangani oleh pejabat yang mengambil sumpah/janji, Pegawai Negeri Sipil yang mengangkat sumpah/janji dan saksi-saksi. Pengambilan sumpah dapat dilakukan secara perorangan dan dapat pula dilakukan secara bersama-sama (2 orang atau lebih).
Pembinaan Jiwa Korps Dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil
Untuk memperoleh Pegawai Negeri Sipil yang kuat, kompak dan bersatu padu, memiliki kepekaan, tanggap dan memiliki kesetiakawanan yang tinggi, berdisiplin, serta sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur negara dan abdi masyarakat diperlukan pembinaan jiwa korps dan kode etik Pegawai Negeri Sipil.
Pembinaan jiwa korps dimaksudkan untuk meningkatkan semangat juang, pengabdian, kesetiaan, dan ketaatan Pegawai Negeri Sipil kepada Negara Kesatuan dan Pemerintah Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
Jiwa Korps
Pembinaan jiwa Korps Pegawai Negeri Sipil bertujuan untuk:
1. membina karakter/watak, memelihara rasa persatuan dan kesatuan secara kekeluargaan guna mewujudkan kerja sama dan semangat pengabdian kepada masyarakat serta meningkatkan kemampuan, dan keteladanan Pegawai Negeri Sipil,
2. mendorong etos kerja Pegawai Negeri Sipil untuk mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang bermutu tinggi dan sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur negara dan abdi masyarakat,
3. menumbuhkan dan meningkatkan semangat, kesadaran, dan wawasan kebangsaan Pegawai Negeri Sipil sehingga dapat menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ruang lingkup pembinaan jiwa Korps Pegawai Negeri Sipil mencakup :
1. peningkatan etos kerja dalam rangka mendukung produktivitas kerja dan profesionalitas Pegawai Negeri Sipil,
2. partisipasi dalam penyusunan kebijakan Pemerintah terkait dengan Pegawai Negeri Sipil;
3. peningkatan kerja sama antar Pegawai Negeri Sipil untuk memelihara dan memupuk kesetiakawanan dalam rangka meningkatkan jiwa korps Pegawai Negeri Sipil,
4. perlindungan terhadap hak-hak sipil atau kepentingan Pegawai Negeri Sipil sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan tetap mengedepankan kepentingan rakyat, bangsa, dan negara.
Nilai-nilai Dasar Nilai-nilai dasar yang harus dijunjung tinggi oleh Pegawai Negeri Sipil meliputi:
1. ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;
2. kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
3. semangat nasionalisme;
4. mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan pribadi atau golongan;
5. penghormatan terhadap hak asasi manusia;
6. tidak diskriminatif;
7. profesionalisme, netralitas, dan bermoral tinggi;
8. semangat jiwa korps.
Kode Etik Pegawai Negeri Sipil Dalam pelaksanaan tugas kedinasan dan kehidupan sehari-hari setiap Pegawai Negeri Sipil wajib bersikap dan berpedoman pada etika dalam bernegara, dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam berorganisasi, dalam bermasyarakat, serts terhadap diri sendiri dan sesama Pegawai Neeeri Sipil. Etika bernegara meliputi:
1. melaksanakan sepenuhnya Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
2. mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara;
3. menjadi perekat dan pemersatu bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia;
4. menaati semua peraturan perundang-undang yang berlaku dalam melaksanakan tugas;
5. akuntabel dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan;
6. tanggap, terbuka, jujur, dan akurat, serta tepat waktu dalam melaksanakan setiap kebijakan program pemerintah;
7. menggunakan atau memanfaatkan semua sumber daya Negara secara efisien dan efektif;
8. tidak memberikan kesaksian palsu atau keterangan yang tidak benar.
Etika dalam berorganisasi adalah :
1. melaksanakan tugas dan wewenang sesuai ketentuan yang berlaku;
2. menjaga informasi yang bersifat rahasia;
3. melaksanakan setiap kebijakan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang;
4. membangun etos kerja dan meningkatkan kinerja organisasi;
5. menjalin kerjasama secara kooperatif dengan unit kerja lain yang terkait dalam rangka pencapaian tujuan;
6. memiliki kompetensi dalam pelaksanaan tugas;
7. patuh dan taat terhadap standar operasional dan tata kerja;
8. mengembangkan pemikiran secara kreatif dan inovatif dalam rangka peningkatan kineri organisasi;
9. berorientasi pada upaya peningkatan kualitas kerja.
Etika dalam bermasyarakat meliputi :
1. mewujudkan pola hidup sederhana;
2. memberikan pelayanan dengan empati, hormat, dan santun tanpa pamrih dan tanpa unsur pemaksaan;
3. memberikan pelayanan secara cepat, tepat, terbuka, dan adil serta tidak diskriminatif;
4. tanggap terhadap keadaan lingkunga masyarakat;
5. berorientasi kepada peningkatan kesejahtera masyarakat dalam melaksanakan tugas.
Etika terhadap diri sendiri meliputi:
1. jujur dan terbuka serta tidak memberikan informasiyang tidak benar;
2. bertindak dengan penuh kesungguhan dan ketulusan;
3. menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok, maupun golongan;
4. berinisiatif untuk meningkatkan kualitas pengetahuan, kemampuan, keterampilan, dan sikap;
5. memiliki daya juang yang tinggi;
6. memelihara kesehatan jasmani dan rohani;
7. menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga;
8. berpenampilan sederhana, rapih, dan sopan.
Etika terhadap sesama Pegawai Negeri Sipil:
1. saling menghormati sesama warga negara yang memeluk agama/kepercayaan yang berlainan;
2. memelihara rasa persatuan dan kesatuan sesama Pegawai Negeri Sipil;
3. saling menghormati antara teman sejawat baik secara vertikal maupun horisontal dalam suatu unit kerja, instansi, maupun di luar instansi;
4. menghargai perbedaan pendapat;
5. menjunjung tinggi harkat dan martabat Pegawai Negeri Sipil;
6. menjaga dan menjalin kerja sama yang kooperatif sesama Pegawai Negeri Sipil;
7. berhimpun dalam satu wadah Korps Pegawai Republik Indonesia yang menjamin terwujudnya solidaritas dan soliditas semua Pegawai Negeri Sipil dalam memperjuangkan hak-haknya.
Penegakan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran Kode Etik Pegawai Negeri Sipil dikenakan sanksi moral. Sanksi moral dibuat secara tertulis dan dinyatakan secara tertutup atau secara terbuka oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.
Pernyataan secara tertutup disampaikan oleh pejabat yang berwenang atau pejabat lain yang ditunjuk dalam ruang tertutup. Pengertian dalam ruang tertutup yaitu bahwa penyampaian pernyataan tersebut hanya diketahui oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dan pejabat yang menyampaikan pernyataan. Dalam penyampaian pernyataan secara tertutup dapat dihadiri oleh pejabat lain yang terkait, dengan catatan bahwa pejabat yang terkait tersebut tidak boleh berpangkat lebih rendah dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
Pernyataan sanksi pelanggaran kode etik disampaikan secara terbuka melalui forum-forum pertemuan resmi Pegawai Negeri Sipl, upacara bendera, media masa, dan forum lainnya yang dipandang sesuai untuk itu.
Pegawai Negeri Sipil yang melanggar Kode Etik Pegawai Negeri Sipil selain dikenakan sanksi moral dapat dijatuhi hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil atau tindakan administratif lainnya berdasarkan rekomendasi dari Majelis Kode Etik. Penjatuhan hukuman disiplin bagi Pegawai Negeri Sipil hams berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Majelis Kode Etik
Untuk memperoleh obyektivitas dalam menentukan seorang Pegawai Negeri Sipil melanggar kode etik, maka pada setiap instansi dibentuk Majelis Kode Etik. Majelis Kode Etik dibentuk dan ditetapkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.
Majelis Kode Etik bersifat temporer, yaitu hanya dibentuk apabila ada Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran terhadap kode etik. Dalam hal instansi Pemerintah mempunyai instansi vertikal di daerah, maka Pejabat Pembina Kepegawaian dapat mendelegasikan wewenangnya kepada pejabat lain di daerah untuk menetapkan pembentukan Majelis Kode Etik.
Bahan bacaan:
1. Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 1959 tentang Sumpah Jabatan Pegawai Negeria Sipil Dan Anggota Angkatan Perang;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1975 tentang Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps Dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil;
4. Surat Edaran Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 14/SE/1975, tentang Petunjuk Pengambilan Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil.
KORP PNS
Seperti dinyatakan dalam Anggaran Dasar Korps Pegawai Republik Indonesia, KORPRI adalah wadah untuk menghimpun seluruh Pegawai Republik Indonesia demi meningkatkan perjuangan, pengabdian, serta kesetiaan kepada cita-cita perjuangan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bersifat demokratis, mandiri, bebas, aktif, profesional, netral, produktif, dan bertanggung jawab, Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) terbentuk pada tanggal 29 Nopernber 1971 bertolak dari latar belakang pemikiran, bahwa dengan pegawai yang terkotak-kotak dalam berbagai kelompok idiologi tidak mungkin tugas menjalankan pemerintahan dan pembangunan yang diamanatkan Negara dapat dilaksanakan secara berdaya guna dan berhasil guna.
Sebelum Korpri terbentuk, pegawai negeri yang bekerja dalam dinas-dinas pemerintahan adalah anggota dari perserikatan-perserikatan pegawai yang sangat banyak jumlahnya. Perserikatan pegawai tersebut pada umumnya berinduk kepada kekuatan (partai) politik yang ada, misalnya Kesatuan Buruh Marhaenis (KBM) yang berinduk pada Partai Nasionalis Indonesia, Serikat Organisasi Karyawan Seluruh Indonesia (SOKSI) yang berinduk pada Partai Sosialis Indonesia, Serikat Buruh Muslimin Indonesia (SARBUMUSI) yang berinduk pada Partai Nahdlatul Ulama, Serikat Buruh Kereta Api (SBKA) yang berinduk pada SOBSI/PKI, dan sebagainya.
Dengan pegawai yang memiliki kesetiaan yang "mendua", yaitu disatu pihak pegawai taat kepada Pemerintah, sedangkan di lain pihak setia kepada partainya. Setiap pegawai disamping bekerja bagi pemerintah sesuai bidang tugasnya, akan bertindak sesuai arahan pimpinan partainya. Dengan keadaan yang demikian amat sulit diharapkan bahwa Pemerintah akan dapat melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Atas prakarsa pemerintah, untuk mencapai dayaguna dan hasil guna yang sebesar-besarnya dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan menyeleng-garakan pembangunan nasional, diupayakan suatu wahana yang dapat mewadahi seluruh pegawai yang bekerja dalam dinas-dinas pemerintah. Dengan Keputusan Presiden Nomor 82 Tahun 1971 tanggal 29 Nopember 1971 dibentuk Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri). Korpri digagas sebagai satu-satunya wadah untukmenampung kegiatan para anggotanya di luar kedinasan.
Fungsi Korpri
Korpri berfungsi sebagai:
1. Perekat persatuan dan kesatuan bangsa;
2. Pelopor peningkatan kesejahteraan dan profesionalitas anggota;
3. Pelindung dan pengayom anggota;
4. Penyalur kepentingan anggota;
5. Pendorong peningkatan taraf hidup sosial ekonomi masyarakat dan lingkungannya;
6. Pelopor pelayanan publik dalam menyukseskan program-program pembangunan;
7. Mitra aktif dalam perumusan kebijakan instansi yang bersangkutan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
8. Pencetus ide, serta pejuang keadilan dan kemakmuran bangsa
Visi dan Misi Korpri
Visi Korpri adalah terwujudnya Korpri sebagai organisasi yang kuat, netral, mandiri, profesional dan terdepan dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, mensejahterakan anggota, masyarakat, dan melindungi kepentingan para anggota agar lebih profesional di dalam membangun Pemerintahan yang baik.
Untuk dapat merealisasikan visi tersebut diatas, maka Korpri memiliki misi:
1. Mewujudkan organisasi Korpri sebagai alat pemersatu bangsa dan negara,
2. Memperkuat kedudukan, wibawa, dan martabat organisasi Korpri,
3. Meningkatkan peran serta Korpri dalam mensukseskan pembangunan nasional,
4. Meningkatkan perlindungan hukum dan pengayoman kepada anggota,
5. Meningkatkan ketaqwaan dan profesionalitas anggota,
6. Meningkatkan kesejahteraan anggotanya,
7. Menbegakkan peraturan perundang-undangan Pegawai Republik Indonesia,
8. Mewujudkan rasa kesetiakawanan dan solidaritas sesama anggota Korpri,
9. Mewujudkan pronsip-prinsip kepemerintahan yang baik
Program Kerja Pokok-pokok kegiatan sebagai pelaksanaan visi, misi, dan fungsi Korpri, sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga sasaran Program Umum Korpri adalah:
1. Melaksanakan penguatan dan konsolidasai organisasi dengan sasaran terwujudnya organisasi yang kuat, handal, dan netral;
2. Pembinaan profesionalisme, moral, jasmani, dan semangat korps dengan sasaran adanya peningkatan kompetansi, ahlak, kesehatan, dan jiwa korsa anggota;
3. Peningkatan usaha dan pengembangan potensi bisnis dengan sasaran untuk meningkatkan kesejahteraan anggota;
4. Peningkatan kepedulian terhadap masalah sosial, perlindungan hukum bagi anggota dengan sasaran untuk ikut serta membantu mengatasi permasalhan sosial yang dihadapi serta membenkan bantuan hukum terhadap anggota.
Program Umum Korpri menjadi acuan dalam menyusun program kerja pada masing-masing jenjang kepengurusan sesuai dengan kemampuan masing-masing dan tetap dikendalikan dab dilakukan pengawasan oleh Pimpinan/Pengurus di semua jenjang kepengurusan.
Doktrin Korpri
Korpri memiliki suatu doktrin yang disebut Bhinneka Karya Abdi Negara, yang berarti walaupun Pegawai Republik Indonesia melaksanakan tugas diberbagai bidang dengan jenis karya yang beraneka ragam, tetap bersatu dalam rangka melaksanakan pengabdian kepada masyarakat, bangsa, dan negara.
Doktrin Korpri adalah kebulatan tekad dan kesatuan pemikiran Korpri tentang dasar-dasar dan pokok-pokok pelaksanaan serta pengembangan pengabdian kepada masyarakat, bangsa, dan negara, dan menjadi pedoman serta pembimbing bagi segenap anggota dalam melaksanakan asas dan mencapai tujuan Korpri. Doktrin Korpri manjadi pedoman bagi setiap anggota Korpri dalam melaksanakan visi dan misi Korpri.
Kode Etik Korpri
Korpri memiliki Kode Etik yang dinamakan Panca Prasetya Korps Pegawai Republik Indonesia.
Korpri. Kode Etik Korpri adalah pedoman sikap dan tingkah laku angotanya. Naskah Panca Prasetya Korpri adakah sebagai berikut.
PANCA PRASETYA
KORPS PEGAWAI REPUBLIK INDONESIA
KAMI ANGGOTA KORPS PEGAWAI REPUBLIK INDONESIA, ADALAH INSAN YANG BERIMAN DAN BERTAQWA KEPADA TUHAN YANG MAHA ESA, BERJANJI:
1. SETIA DAN TAAT KEPADA NEGARA KESATUAN DAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA YANG BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG-UNDANG DASAR1945;
2. MENJUNJUNG TINGGI KEHORMATAN BANGSA DAN NEGARA SERTA MEMEGANG TEGUH RAHASIA JABATAN DAN RAHASIA NEGARA;
3. MENGUTAMAKAN KEPENTINGAN NEGARA DAN MASYARAKAT Dl ATAS KEPENTINGAN PRIBADI DAN GOLONGAN;
4. MEMELIHARA PERSATUAN DAN KESATUAN BANGSA SERTA KESETIAKAWANAN KORPS PEGAWAI REPUBLIK INDONESIA;
5. MENEGAKKAN KEJUJURAN, KEADILAN DAN DISIPLIN SERTA MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN DAN PROFESIONALISME
Lambang Korpri
Lambang Korpri diadakan dengan maksud untuk lebih menumbuhkan jati diri dan jiwa korsa anggota Korpri.
Bentuk dan makna lambang Korpri adalah sebagai berikut:
1. Pohon dengan 17 ranting, 8 dahan, dan 45 daun, melambangkan perjuangan sesuai dengan fungsi dan peranan Korpri sebagai Aparatur Negara Republik Indonesia yang dimulai sejak diproklamasikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 agustus 1945;
2. Bangunan berbentuk balairung dengan lima tiang, melambangkan tempat dan wahana sebagai pemersatu seluruh anggota Korpri, perekat bangsa pada umumnya untuk mendukung pemerintahan Republik Indonesia yang stabil dan demokratis dalam upaya mencapai tujuan nasional dengan berdasarkan Pancasila dan Jatidiri, Kode Etik serta paradigma baru Korpri;
3. Sayap yang besar dan kuat ber-elar 4 (empat) ditengah dan 5 lima) ditepi melambangkan pengabdian dan perjuangan Korpri untuk mewujudkan organisasi yang mandiri dan profesional dalam rangka mencapai cita-cita kemerdekaan Bangsa Indonesia yang luhur dan dinamis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
Sifat, peranan dan program kerja Korpri dalam memperjuangkan kepentingan para anggotanya tercermin dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Korpri. Dalam perjalanan sejarah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Korpri yang ditetapkan pada tahun 1971 saat pembentukan Korpri, telah mengalami beberapa kali perubahan. Perubahan-perubahan terjadi sesuai perkembangan kehidupan bernegara dan bermasyarakat dari masa ke masa.
Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Korpri terakhir ditetapkan dengan Keputusan Musyawaran Nasional VI Korpri Nomor : KEP-05/MUNAS/2004 tanggal 30 Nopember 2004 dan disahkan dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005
Bahan bacaan :
1. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 1971 tentang Korps Pegawai Republik Indonesia;
2. Keputusan Musyawarah Nasional VI KORPRI Nomor : KEP- 05/MUNAS/2004 tentang Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga KORPRI;
3. Keputusan Musyawarah Nasional VI KORPRI Nomor : KEP-06/MUNAS/2004 tentang Program Umum KORPRI Tahun 2004-2009;
4. Keputusan Musyawarah Nasional VI KORPRI Nomor : KEP- O7/MUNAS/2004 Tentang Doktrin KORPRI;
5. Keputusan Musyawarah Nasional VI KORPRI Nomor : KEP- 08/MUNAS/2004 tentang Kode Etik KORPRI Dan Penjelasannya;
6. Keputusan Musyawarah Nasional VI KORPRI Nomor : KEP- 09/MUNAS/2004 tentang Lambang, Panji, Dan Atribut KORPRI;
7. Keputusasn Musyawarah Nasional VI KORPRI Nomor : KEP-12/MUNAS/2004 Tentang Deklarasi Hasta Dharma;
ANGGARAN DASAR KORPS PEGAWAI REPUBLIK INDONESIA PEMBUKAAN
Bahwa pembangunan yang dilaksanakan bangsa Indonesia dalam rangka mengisi cita-cita Kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makniur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945- Untuk mencapai cita-cita kemerdekaaan tersebut, pegawai Republik Indonesia bertekad mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia secara terus menerus serta berperan aktif dalam perjuangan mencapai tujuan nasional sebagai diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945
Untuk meningkatkan peran pegawai Republik Indonesia agar lebih berdaya guna dan berhasil guna bagi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara, perlu diimbangi dengan peningkatan kesejahteraan pegawai Republik Indonesia dan keluarganya, untuk itu pegawai Republik Indonesia menghimpun diri dalam wadah organisasi Korps Pegawai Republik Indonesia yang kedudukan dan kegiatannya tidak terlepas dari kedinasan.
Dalam rangka melaksanakan kebijakan Korps Pegawai Republik Indonesia dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ber-Bhineka Tunggal Ika, maka Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Korps Pegawai Republik Indonesia berpegang teguh pada wawasan kebersamaan di kalangan anggota yang selanjutnya berhimpun dalam Korps Pegawai Republik Indonesia dengan menjunjung tinggi prinsip persatuan dan kesatuan.
Untuk itu pemberdayaan organisasi Korps Pegawai Republik Indonesia diarahkan pada terbangunnya organisasi Korps Pegawai Republik Indonesia yang demokratis, mandiri, bebas, aktif, profesional, netral, produktif dan bertanggung jawab dengan lebih mengutamakan pada perlindungan dan kesejahteraan anggota serta mewakili anggota di forum nasional maupun internasional
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal l
Pengertian
Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan Pegawai Republik Indonesia dalam Anggaran Dasar ini adalah:
1. Pegawai Negeri Sipil
2. Pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Hukum Milik Negara (BHMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) serta anak perusahaannya
3. Perangkat Pemerintahan Desa atau nama lain dari desa.
BAB II
NAMA, SIFAT, WAKTU, DAN KEDUDUKAN
Pasal 2
Nama
Organisasi ini bernama Korps Pegawai Republik Indonesia, disingkat KORPRI
Pasal 3
Sifat
KORPRI adalah wadah untuk menghimpun seluruh Pegawai Republik Indonesia demi meningkatkan perjuangan, pengabdian, serta kesetiaan kepada cita-cita perjuangan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bersifat demokratis, mandiri, bebas, aktif, profesional, netral, produktif, dan bertanggung jawab
Pasal 4
Waktu dan Kedudukan
(1). KORPRI didirikan pada tanggal 29 Nopember 1971 dengan batas waktu yang tidak ditentukan (2). Pimpinan Nasional KORPRI berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia
BAB III
DASAR, FUNGSI, DAN KEDAULATAN ORGANISASI
Pasal 5
Dasar
KORPRI berdasarkan Pancasila dan bercirikan profesionalitas, pengabdian, kemitraan kekeluargaan, dan gotong royong.
Pasal 6
KORPRI berfungsi sebagai:
1. Perekat persatuan dan kesatuan bangsa;
2. Pelopor peningkatan kesejahteraan dan profesionalitas anggota;
3. Pelindung dan pengayom anggota;
4. Penyalur kepentingan anggota;
5. Pendorong peningkatan taraf hidup sosial ekonomi masyarakat dan lingkungannya;
6. Pelopor pelayanan publik dalam mensukseskan program-program pembangunan
7. Mitra aktif dalam perumusan kebijakan instansi yang bersangkutan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
8. Pencetus ide, serta pejuang keadilan dan kemakmuran bangsa
Pasal 7
Kedaulatan Organisasi
Kedaulatan organisasi berada di tangan anggota dan dilaksanakan sepenuhnya melalui musyawarah menurut jenjang organisasi.
BAB IV
VISI, MISI DAN PROGRAM
Pasal 8
Visi
Terwujudnya KORPRI sebagai organisasi yang kuat, netral, mandiri, profesional, dan terdepan dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, mensejahterakan anggota, masyarakat, dan melindungi kepentingan para anggota agar lebih profesional di dalam membangun pemerintahan yang baik.
Pasal 9
Misi
Misi KORPRI adalah:
1. Mewujudkan organisasi KORPRI sebagai alat pemersatu bangsa dan negara;
2. Memperkuat kedudukan, wibawa, dan martabat organisasi KORPRI;
3. Meningkatkan peran serta KORPRI dalam mensukseskan pembangunan nasional;
4. Meningkatkan perlindungan hukum dan pengayomanlcepada anggota;
5. Meningkatkan ketaqwaan dan profesionalitas anggota;
6. Meningkatkan kesejahteraan anggota dan keluarganya; Menegakkan peraturan perundang-undangan Pegawai Republik Indonesia; '
7. Mewujudkan rasa kesetiakawanan dan solidaritas sesama anggota KORPRI;
8. Mewujudkan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik.
Pasal 10
Program
(l) Untuk mencapai visi dan misi sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 dan 9, KORPRI melakukan Program Umum yang ditetapkan oleh Musyawarah Nasional (MUNAS). (2) Program masing-masing jenjang kepengurusan kepada Program Umum KORPRI dan diputus-kan oleh musyawarah menurut jenjangnya.
BAB V
JATI DIRI, KODE ETIK, LAMBANG, PANJI, LAGU, DAN ATRIBUT
Pasal 11
(1) Dalam rangka membina jiwa korsa, KORPRI mempunyai Jati Diri, Kode Etik, Lambang, Panji, Lagu, dan Atribut.
(2) Ketentuan mengenai Jati Diri, Kode Etik, Lambang, Panji, Lagu, dan Atribut, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh MUNAS.
BAB VI
KEANGGOTAAN, HAK, DAN KEWAJIBAN
Pasal 12
Keanggotaan
Keanggotaan KORPRI terdiri dari:
1. Anggota Biasa;
2. Anggota Luar Biasa;
3. Anggota Kehormatan.
Pasal 13
Hak Anggota
(1) Anggota Biasa mempunyai hak :
1. Memilih dan dipilih dalam kepengurusan;
2. Mengajukan pendapat dan saran untuk kemajuan organisasi;
3. Mendapat perlindungan dan pembelaan atas perlakuan yang tidak adil;
4. Mendapat bantuan hukum dalam menghadapi perkara hukum;
5. Mendapat perlindungan dan pembelaan dalam tugas kedinasan;
6. Memperoleh gaji yang layak;
7. Mendapat perlakuan yang adil dan jaminan tidak ada intervensi politik terhadap jabatan profesional karir pada jabatan struktural eselon I sampai dengan eselon V.
(2) Anggota Luar Biasa mempunyai hak :
1. Mengajukan pendapat dan saran untuk kemajuan organisasi;
2. Mendapat perlindungan dan pembelaan atas perlakuan yang tidak adil;
3. Mendapat perlindungan dan pembelaan dalam tugas organisasi.
(3) Anggota Kehormatan mempunyai hak :
1. Mengajukan pendapat dan saran untuk kemajuan organisasi;
2. Mendapat perlindungan dan pembelaan atas perlakuan yang tidak adil
3. Mendapat perlindungan dan pembelaan dalam tugas organisasi.
Pasal 14
Kewajiban Anggota
(1) Anggota Biasa mempunyai kewajiban untuk :
1. Mentaati Anggaran Dasar (AD)/Anggaran Rumah Tangga (ART) dan Keputusan/Peraturan Organisasi;
2. Membela dan menjunjung tinggi organisasi;
3. Membela moral dan etika organisasi;
4. Membayar iuran anggota;
5. Mengikuti rapat, pertemuan-pertemuan, serta kegiatan-kegiatan yang diadakan organisasi.
(2) Angota Luar Biasa mempunyai kewajiban untuk
1. Mentaati Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tanggal dan Keputusan/Peraturan Organisasi;
2. Membela dan menjunjung tinggi organisasi;
3. Memelihara moral dan etika organisasi;
4. Membayar iuran anggota;
5. Mengikuti rapat, pertemuan-pertemuan, serta kegiatan-kegiatan yang diadakan organisasi.
(3) Anggota Kehormatan mempunyai kewajiban untuk:
1. Mentaati Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga dan Keputusan/Peraturan Organisasi;
2. Membela dan menjunjung tinggi organisasi;
3. Memelihara moral dan etika organisasi;
4. Mengikuti rapat, pertemuan-pertemuan, serta kegiatan-kegiatan yang diadakan organisasi.
BAB VII
KEPENGURUSAN
Pasal 15
Susunan kepengurusan dan wilayah kerjanya terdiri dari:
1. Dewan Pengurus Nasional disingkat DPN meliputi seluruh wilayah Indonesia;
2. Dewan Pengurus Provinsi disingkat DP-PROV meliputi wilayah Provinsi yang bersangkutan;
3. Dewan Pengurus Kabupaten disingkat DP-KAB, Dewan Pengurus Kota disingkat DP-KOT dan Dewan Pengurus Kotamadya disingkat DP-KODYA meliputi wilayah Kabupaten/Kota/Kotamadya yang bersangkutan;
4. Pengurus Kecamatan/Distrik meliputi wilayah Kecamatan/Distrik yang bersangkutan;
5. Pengurus Desa/Kelurahan meliputi wilayah Desa/Kelurahan yang bersangkutan;
6. Pengurus Unit Nasional meliputi Kementerian, Departemen, LPND, Lembaga Tinggi Negara, BUMN, BHMN, dan komponen PNS pada instansi TNI serta POLRI;
7. Pengurus Unit Provinsi meliputi Perangkat Daerah, Lembaga Pusat yang ada di Daerah, Komponen PNS pada instansi TNI dan POLRI, BUMN, BHMN, dan BUMD di Provinsi yang bersangkutan;
8. Pengurus Sub Unit Nasional meliputi komponen Kementerian, Departemen. LPND, BHMN dan BUMN serta unsur PNS pada instansi TNI dan POLRI;
9. Pengurus Sub Unit Kabupaten/Kota/Kotamadya meliputi Perangkat Daerah, Lembaga Pusat yang ada di Daerah, Komponen PNS pada instansi TNI dan POLRI, BUMN dan BHMN dan BUMD di Kabupaten/ Kota/ Kotamadya yang bersangkutan;
10. Pengurus Kelompok meliputi komponen dalam sub unit Nasional.
Pasal 16
(1) Susunan kepengurusan sebagaimana tersebut pada Pasal 15 angka 6 secara horizontal berada dalam koordinasi langsung Dewan Pengurus Nasional.
(2) Susunan kepengurusan sebagaimana tersebut pada Pasal 15 angka 6, 7, 8, dan 9 secara
(3) vertikal dari tingkat nasional sampai ke tingkat Desa/Kelurahan mempunyai hubungan teknis fungsional dan secara horizontal dikoordinasikan oleh Dewan Pengurus sesuai dengan tingkat kedudukan wilayah masing-masing.
BAB VIII
DEWAN PENGURUS, DEWAN KEHORMATANAN DAN PENASEHAT NASIONAL
Pasal 17
Dewan Pengurus Nasional
(1) Susunan Dewan Pengurus Nasional terdiri dari:
1. Pengurus Harian
2. Pengurus Pleno
(2) Kepemimpinan Dewan Pengurus Nasional bersifat kolektif.
Pasal 18
Pengurus Harian
(1) Susunan Pengurus Harian terdiri dari:
1. Seorang Ketua Umum;
2. Beberapa orang Ketua;
3. Seorang Sekretaris Jenderal;
4. Dua orang Wakil Sekretaris Jenderal;
5. Seorang Bendahara;
6. Seorang Wakil Bendahara;
7. Beberapa orang Ketua Departemen.
(2) Jumlah anggota Pengurus Harian sesuai kebutuh-an.
(3) Pengurus Harian bertugas dan berwenang memimpin pelaksanaan tugas organisasi sesuai dengan ketetapan MUNAS.
Pasal 19
Pengurus Pleno
(1) Pengurus Pleno terdiri dari Pengurus Harian dan Wakil-wakil dari setiap unsur Pengurus Unit Nasional yang diwakili masing-masing 1 (satu) orang.
(2) Wakil-wakil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih dan ditetapkan oleh masing-masing Pengurus Unit Nasional yang bersangkutan dan dikukuhkan oleh Dewan Pengurus Nasional.
(3) Tugas Pokok dan Wewenang Pengurus Pleno :
1. Merumuskan, mengawasi, dan menetapkan kebijakan kebijakan organisasi yang bersifat umum;
2. Bersidang sekurang-kurangnya sekali dalam 6 (enam) bulan
Pasal 20
Dewan Kehormatan
(1) Untuk kesinambungan visi dan misi organisasi dibentuk Dewan Kehormatan.
(2) Dewan Kehormatan bertugas dan berwenang memelihara keutuhan dan tegaknya kode etik organisasi.
Pasal 21
Penasehat Nasional
(1) Penasehat Nasional adalah Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
(2) Penasehat Nasional Harian adalah Menteri yang membidangi Pendayagunaan Aparatur Negara.
(3) Penasehat Nasional dan Penasehat Nasional Harian bertugas dan berwenang memberikan nasehat, saran, dan pendapat untuk kemajuan organisasi, baik diminta maupun tidak diminta.
BAB IX
DEWAN PENGURUS DAN PENASEHAT PROVINSI
Pasal 22
Dewan Pengurus provinsi
(1) Susunan Dewan Pengurus Provinsi terdiri dari:
1. Seorang Ketua;
2. Beberapa orang Wakil Ketua
3. Seorang Sekretaris;
4. Seorang Wakil Sekretaris;
5. Seorang Bendahara;
6. Seorang Wakil Bendahara;
7. Beberapa orang Ketua Bidang sesuai kebutuhan.
(2) Dewan Pengurus Provinsi merupakan kepengurusan kolektif.
(3) Dewan Pengurus Provinsi ditetapkan oleh Musyawaran Provinsi dan disahkan oleh Dewan Pengurus Nasional.
(4) Dewan Pengurus Provinsi bertugas melaksanakan tugas organisasi sesuai denga ketetapan Musyawarah Provinsi
Pasal 23
Penasehat Propinsi
(1) Penasehat Provinsi adalahGubernur dan Wakil Gubernur
(2) Penasehat Provinsi bertugas dan berwenang memberikan nasehat dan saran baik diminta maupun tidak diminta.
BAB X
DEWAN PENGURUS DAN PENASEHAT KABUPATEN/KOTA/KOTAMADYA
Pasal 24
Dewan Pengurus Kabupaten /Kota /Kotamadya
(1) Susunan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/Kotamadya terdiri dari:
1. Seorang Ketua;
2. Beberapa orang Wakil Ketua;
3. Seorang Sekretraris;
4. Seorang Wakil Sekretaris;
5. Seorang Bendahara;
6. Seorang Wakil Bendahara;
7. Beberapa orang Ketua Bidang sesuai kebutuhan.
(2) Dewan Pengurus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan kepengurusan kolektif.
(3) Dewan Pengurus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Musyawarah Kabupaten/ Musyawarah Kota/Musyawarah Kotamadya dan disahkan oleh Dewan Pengurus Provinsi.
(4) Dewan Pengurus Provinsi bertugas melaksanakan tugas organisasi sesuai denga ketetapan Musyawarah Provinsi
Pasal 25
Penasehat Kabupaten /Kota /Kotamadya
(1) Penasehat Kabupaten/Kota/Kotamadya terdiri dari Bupati/Walikota/Walikotamadya dan Wakil Bupati /Wakil Walikota/Wakil Walikotamadya.
(2) Penasehat Kabupaten/Kota/Kotamadya bertugas dan berwenang memberikan nasehat, saran, dan pendapat untuk kemajuan organisasi, baik diminta maupun tidak diminta.
BAB XI
PENGURUS DAN PENASEHAT KECAMATAN/DISTRIK
Pasal 26
Pengurus Kecamatan/Distrik
(1) Pengurus Kecamatan/Distrik terdiri dari:
1. Seorang Ketua;
2. Seorang Wakil Ketua;
3. Seorang Sekretaris;
4. Seorang Bendahara.
(2) Pengurus Kecamatan/Distrik merupakan kepengurusan kolektif.
(3) Pengurus Kecamatan ditetapkan oleh Musyawarah Kecamatan/Distrik dan disahkan oleh Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya
(4) Pengurus Kecamatan/Distrik bertugas melaksana-kan tugas organisasi sesuai dengan ketetapan Musyawarah Kecamatan/Distrik
(5) Apabila Ketua KORPRI Kecamatan/Distrik bukan dijabat oleh Camat, maka Camat menjadi Penasehat Kecamatan/Distrik
Pasal 27
Penasehat Kecamatan /Distrik
(1) Penasehat Kecamatan/Distrik adalah Camat.
(2) Penasehat Kecamatan/Distrik bertugas dan ber-wenang memberikan nasehat, saran, dan pendapat untuk kemajuan organisasi, baik diminta maupun tidak diminta.
BAB XII
PENGURUS DAN PENASEHAT DESA/KELURAHAN
Pasal 28
(1) Pengurus Desa/Kelurahan terdiri dari:
1. Seorang Ketua;
2. Seorang Sekretaris;
3. Seorang Bendahara.
(2) Pengurus Desa/Kelurahan merupakan kepengurus-an kolektif.
(3) Pengurus Desa/Kelurahan ditetapkan oleh Rapat Pengurus Desa/Kelurahan dan disahkan oleh De-wan Pengurus Kecamatan.
(4) Pengurus Desa/Kelurahan bertugas melaksanakan tugas organisasi sesuai dengan ketetapan Rapat Pengurus Desa/Kelurahan.
Pasal 29
Penasehat Desa /Kelurahan
(1) Penasehat Desa/Kelurahan adalah Kepala Desa/ Lurah;
(2) Penasehat Desa/Kelurahan bertugas memberikan nasehat dan saran baik diminta maupun tidak diminta.
BAB XIII
PENGURUS DAN PENASEHAT UNIT DAN SUB UNIT NASIONAL
Pasal 30
(1) Pengurus Unit Nasional terdiri dari:
1. Seorang Ketua;
2. Beberapa Wakil Ketua;
3. Seorang Sekretaris;
4. Seorang Wakil Sekretaris;
5. Seorang Bendahara;
6. Seorang Wakil Bendahara;
7. Beberapa orang Ketua Bidang sesuai kebutuhan.
(2) Pengurus Unit Nasinal merupakan kepengurusan kolektif.
(3) Pengurus Unit Nasional ditetapkan oleh Musyawarah Unit Nasional yang disahkan oleh Dewan Pengurus Nasional.
(4) Pengums Unit Nasional bertugas melaksanakan tugas organisasi sesuai ketetapan Musyawarah Unit Nasional.
Pasal 31
Penasehat Unit Nasional
(1) Penasehat Unit Nasional adalah Menteri/Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) atau Pimpinan dari instansi masing-masing.
(2) Penasehat Unit Nasional bertugas dan berwenang memberikan nasehat dan saran baik diminta maupun tidak diminta.
Pasal 32
Pengurus Sub Unit Nasional
(1) Susunan Pengurus Sub Unit Nasional terdiri dari
1. Seorang Ketua;
2. Seorang Wakil Ketua;
3. Seorang Sekretaris;
4. Seorang Wakil Sekretaris;
5. Seorang Bendahara;
6. Seorang Wakil Bendahara;
7. Beberapa Ketua Seksi sesuai dengan kebutuhan.
(2) Pengurus Sub Unit Nasional merupakan kepeng-urusan kolektif.
(3) Pengurus Sub Unit Nasional ditetapkan oleh Musyawarah Sub Unit Nasional dan disahkan oleh Pengurus Unit Nasional.
(4) Pengurus Sub Unit Nasional bertugas melaksana-kan tugas organisasi sesuai dengan rapat Sub Unit Nasional.
Pasal 33
(1) Penasehat Sub Unit Nasional adalah pimpinan dari instansi masing-masing.
(2) Penasehat Sub Unit Nasional bertugas dan berwenang memberikan nasehat dan saran baik diminta maupun tidak diminta.
Pasal 34
Pengurus kelompok
(1) Susunan Pengurus Kelompok Nasional terdiri dari:
1. Seorang Ketua;
2. Seorang Sekretaris;
3. Seorang Bendahara.
(2) Pengurus Kelompok Nasional merupakan ke-pengurusan kolektif.
(3) Pengurus Kelompok Nasional ditetapkan oleh Rapat Kelompok Nasional dan disahkan oleh Pengurus Sub Unit Nasional.
(4) Pengurus Kelompon Nasional bertugas melaksana-kan tugas organisasi sesuai dengan ketetapan Rapat Kelompok Nasional.
BAB XIV
PENGURUS DAN PENASEHAT UNIT PROVINSI
Pasal 35
Pengurus Unit provinsi
(l) Susunan Pengurus Unit Provinsi terdiri dari:
1. Seorang Ketua;
2. Seorang Wakil Ketua;
3. Seorang Sekretaris;
4. Seorang Wakil Sekretaris;
5. Seorang Bendahara;
6. Seorang Wakil Bendahara
7. Beberapa Ketua Bidang sesuai kebutuhan.
(2) Pengurus Unit Provinsi merupakan kepengurusan kolektif.
(3) Pengurus Unit Provinsi ditetapkan oleh Musyawarah Unit Provinsi dan Disahkan Dewan Pengurus Provinsi.
(4) Pengurus Unit Provinsi bertugas melaksanakan tugas organisasi sesuai dengan ketetapan Musyawarah Unit Provinsi.
(5) Di Provinsi dapat dibentuk Unit Gabungan yang terdiri dari beberapa Kantor/Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen dan atau LPND.
Pasal 36
Penasehat Unit Provinsi
(1) Penasehat Unit Provinsi adalah pimpinan instansi masing-masing.
(2) Penasehat Unit Provinsi bertugas dan berwenang memberikan nasehat dan saran baik diminta maupun tidak diminta.
BAB XV
PENGURUS DAN PENASEHAT UNIT KABUPATEN/KOTA/KOTAMADYA
Pasal 37
Pengurus Unit kabupaten /Kota / Kotamadya
(1) Susunan Pengurus Unit Kabupaten/Kota/Kotamadya terdiri dari:
1. Seorang Ketua;
2. Seorang Wakil Ketua;
3. Seorang Sekretaris;
4. Seorang Wakil Sekretaris;
5. Seorang Bendahara;
6. Seorang Wakil Bendahara;
7. Beberapa Ketua Seksi sesuai dengan kebutuhan.
(2) Pengurus Unit Kabupaten/Kota/Kotamadya merupakan kepengurusan kolektif.
(3) Pengurus Unit Kabupaten/Kota/Kotamadya ditetapkan oleh Musyawarah Unit Kabupaten /Kota/Kotamadya yang bersangkutan
(4) Pengurus Unit Kabupaten/Kota/Kotamadya bertu-gas melaksanakan tugas organisasi sesuai dengan ketetpan Musyawarah Unit Kabupaten/Kota /Kotamadya.
(5) Di Kabupaten/Kota/Kotamadya dapat dibentuk Unit Gabungan yang terdiri dari beberapa Kantor/UPT Departemen dan atau LPND
Pasal 38
Penasehat Unit Kabupaten/Kota/Kotamadya
(1) Penasehat Unit Kabupaten/Kota/Kotamadya adalah pimpinan instansi masing-masing.
(2) Penasehat Unit Kabupaten/Kota/Kotamadya bertu-gas dan berwenang memberikan nasehat dan saran baik diminta maupun tidak diminta.
BAB XVI
MUSYAWARAH DAN RAPAT KERJA
Pasal 39
(1) Musyawarah terdiri dari:
1. Musyawarah Nasional disingkat MUNAS;
2. Musyawarah Pimpinan disingkat MUSPIM;
3. Musyawarah Provinsi disingkat MUSPROV;
4. Musyawarah Kabupaten disingkat MUSKAB,
5. Musyawarah Kota disingkat MUSKOT; Musyawarah Kotamadya disingkat MUSKODYA;
6. Musyawarah Kecamatan disingkat MUSCAM, Musyawarah Distrik disingkat MUDIS;
7. Musyawarah Unit disingkat MUSNIT.
(2) Rapat kerja terdiri dari:
1. Rapat Kerja Nasional disingkat RAKERNAS
2. Rapat Kerja Provinsi disingkat RAKERPROV;
3. Rapat Kerja Kabupaten disingkat RAKERKAB,
4. Rapat Kerja Kota disingkat RAKERKOT;
5. Rapat Kerja Kotamadya disingkat RAKER KODYA;
6. Rapat Kerja Kecamatan disingkat RAKERCAM,
7. Rapat Kerja Distrik disingkat RAKERDIS;
8. Rapat Kerja Unit Nasional disingkat RAKERNITNAS;
9. Rapat Kerja Unit Provinsi disingkat RAKERNIT PROV; 10. Rapat Kerja Unit Kabupaten/Kota/Kotamadya disingkat RAKERNITKAB/ KOT /KODYA.
(3) Selain musyawarah sebagaimana tersebut dalam ayat (1) dimungkinkan adanya Musyawarah Luar Biasa sesuai dengan tingkatannya.
(4) Ketentuan mengenai musyawarah dan rapat kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (2), dan (3) diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 40
Musyawarah Nasional
(1) Musyawaran Nasional atau MUNAS merupakan pemegang kedaulatan dan pelaksana kekuasaaan tertinggi organisasi.
(2) MUNAS diadakan setiap 5 (lima) tahun sekali dan dihadiri oleh:
1. Dewan Pengurus Nasional;
2. Utusan Pengurus Unit Nasional;
3. Utusan Dewan Pengurus Provinsi;
4. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya.
(3) MUNAS berwenang:
1. Menetapkan atau mengubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga KORPRI;
2. Menilai laporan pertanggungjawaban Dewan Pengurus Nasional;
3. Menetapkan Program Umum Organisasi;
4. Memilih Pengurus Nasional;'
5. Membentuk Komisi Verifikasi apabila diperlu-kan;
6. Menetapkan Jati Diri, Kode Etik, Panji, Lambang, Lagu dan Atribut KORPRI.
(4) Dalam keadaan luar biasa MUNAS dapat dipercepat atas permintaan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Unit Nasional dan 2/3 dari jumlah Dewan Pengurus Provinsi.
(5) MUNAS Luar Biasa dapat dilaksanakan apabila :
1. Organisasi berada dalam keadaan darurat atau keadaan yang membahayakan persatuan dan kesatuan dan/atau keadaan lainnya yang membahayakan kelangsungan hidup organisasi;
2. Adanya suatu keadaan yang dihadapi oleh organisasi yang mengharuskan perlunya perubahan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga.
(6) Kewenangan MUNAS Luar Biasa sama dengan MUNAS.
(7) Penundaan MUNAS
: 1. MUNAS dapat ditunda paling lama 1 (satu) tahun atas permintaan Musyawarah Pimpinan;
2. Apabila setelah ditunda selama 1 (satu) tahun ternyata tidak dapat dilaksanakan MUNAS maka setelah kesepakatan sekurang- kurangnya 2/3 dari seluruh Dewan Pengurus Nasional dibentuk caretaker dengan tugas melaksanakan MUNAS.
Pasal 41
Musyawarah Pimpinan
(1) Musyawarah Pimpinan adalah kekuasaan tertinggi yang dilaksanakan antara 2 (dua) Musyawarah Nasional.
(2) Musyawarah Pimpinan dihadiri oleh :
1. Dewan Pengurus Nasional;
2. Utusan Pengurus Unit Nasional;
3. Utusan Dewan Pengurus Provinsi.
(3) Musyawarah Pimpinan dipimpin oleh Ketua Umum.
(4) Musyawarah Pimpinan dilaksanakan selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun setelah MUNAS.
(5) Musyawarah Pimpinan berwenang untuk :
1. Menilai, bermusyawarah, dan mensahkan laporan Dewan Pengurus Nasional antara 2 (dua) Musyawarah Nasional;
2. Menilai, mengembangkan, dan menyempurna-kan pelaksanaan Program Umum Organisasi.
Pasal 42
Musyawarah Unit Nasional
(1) Musyawarah Unit Nasional dilaksanakan 5 (lima) tahun sekali dan dihadiri oleh :
1. Utusan Dewan Pengurus Nasional;
2. Pengurus Unit Nasional yang bersangkutan;
3. Utusan Pengurus Sub Unit Nasional yang bersangkutan;
4. Utusan Pengurus Kelompok Unit Nasional.
(2) Dalam keadaan luar biasa Musyawarah Unit dapat dipercepat atas permintaan sekurang- kurangnya 2/3 dari jumlah Sub Unit Nasional dan 2/3 dari jumlah Kelompok Unit Nasional yang bersangkutan.
(3) Musyawarah Unit Nasional berwenang untuk :
1. Menilai laporan pertanggungjawaban Dewan Pengurus Unit Nasional yang bersangkutan;
2. Menetapkan Program Kerja Unit Nasional yang bersangkutan;
3. Memilih dan menetapkan Pengurus Unit Nasional yang bersangkutan;
4. Membentuk Tim Verifikasi apabila diperlukan.
(4) Musyawarah Unit Nasional Luar Biasa dapat dilaksanakan apabila:
1. Organisasi berada dalam keadaan darurat atau keadaan yang dapat membahayakan persatuan dan kesatuan dan/atau keadaan lainnya yang membahayakan kelangsungan hidup organisasi.
2. Ketua Unit Nasional berhenti/diberhentikan didasarkan aturan di dalam ART.
(5) Kewenangan Musyawarah Unit Luar Biasa sama dengan Musyawarah Unit.
Pasal 43
Musyawarah Provinsi
(1) Musyawarah Provinsi dilaksanakan 5 (lima) tahun sekali dan dihadiri oleh:
1. Utusan Dewan Pengurus Nasional;
2. Dewan Pengurus Provinsi yang bersangkutan;
3. Utusan Pengurus Unit Provinsi yang bersang kutan;
4. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya yang bersangkutan
(2) Dalam keadaan luar biasa Musyawarah Provinsi dapat dipercepat atas permintaan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/Kotamadya dan 2/3 dari jumlah Unit Provinsi yang bersangkutan
(3) Musyawarah Provinsi berwenang untuk:
1. Menilai laporan pertanggungjawaban Dewan Pengurus Provinsi yang bersangkutan;
2. Menetapkan Program Kerja sebagai penjabaran dari Program Umum organisasi yang bersang-kutan;
3. Memilih dan menetapkan Dewan Pengurus Provinsi yang bersangkutan;
4. Membentuk Komisi Verifikasi apabila diperlukan.
(4) Musyawarah Provinsi Luar Biasa dapat dilaksana-kan apabila:
1. Organisasi berada dalam keadaan darurat atau keadaan yang membahayakan persatuan dan kesatuan dan/atau keadaan lainnya yang membahayakan kelangsungan hidup organisasi;
2. Ketua Unit Nasional berhenti/diberhentikan didasarkan aturan di dalam ART.
(5) Kewenangan Musyawarah Unit Luar Biasa sama dengan Musyawarah Unit.
Pasal 44
Musyawarah Provinsi
(1) Musyawarah Provinsi dilaksanakan 5 (lima) tahun sekali dan dihadiri oleh:
1. Utusan Dewan Pengurus Nasional;
2. Dewan Pengurus Provinsi yang bersangkutan;
3. Utusan Pengurus Unit Provinsi yang bersangkutan;
4. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya yang bersangkutan
(2) Dalam keadaan luar biasa Musyawarah Provinsi dapat dipercepat atas permintaan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/Kotamadya dan 2/3 dari jumlah Unit Provinsi yang bersangkutan.
(3) Musyawarah Provinsi berwenang untuk:
1. Menilai laporan pertanggungjawaban Dewan Pengurus Provinsi yang bersangkutan;
2. Menetapkan Program Kerja sebagai penjabaran dari Program Umum organisasiyang bersang-kutan;
3. Memilih dan menetapkan Dewan Pengurus Provinsi yang bersangkutan;
4. Membentuk Komisi Verifikasi apabila diperlukan.
(4) Musyawarah Provinsi Luar Biasa dapat dilaksana-kan apabila:
1. Organisasi berada dalam keadaan darurat atau keadaan yang membahayakan persatuan dan kesatuan dan/atau keadaan lainnya yang membahayakan kelangsungan hidup organisasi;
2. Ketua Dewan Pengurus Provinsi berhenti/ diberhentikan berdasarkan aturan di dalam ART.
(5) Kewenangan Musyawarah Provinsi Luar Biasa sama dengan Musyawarah Provinsi.
Pasal 44
(l) Musayawarah Kabupaten/Kota/otamadya dilak-sanakan 5 (lima) tahun sekali dan dihadiri oleh:
1. Utusan Dewan Pengurus Provinsi;
2. Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/otamadya yang bersangkutan;
3. Utusan Pengurus Unit Kabupaten/Kota/ Kotamadya yang bersangkutan;
4. Utusan Pengurus Kecamatan/Distrik yang bersangkutan
(2) Dalam keadaan luar biasa Musyawarah Kabupaten/Kota/Kotamadya dapat dipercepat atas perminta-an sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Kecamatan /Distrik dan 2/3 dari jumlah Unit kabupaten/Kota/Kotamadya yang bersangkutan.
(3) Musyawarah Kabupaten/Kota/ Kotamadya berwenang untuk:
1. Menilai laporan pertanggungjawaban Dewan Pengurus Kbupaten/Kota/ Kotamadya yang bersangkutan;
2. Menetapkan Program Kerja sebagai penjabaran dari Program Umum organisasi yang bersangkutan;
3. Memilih dan menetapkan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/Kotamadyayang bersangkutan;
4. Membentuk Komisi Verifikasi apabila diperlukan.
(4) Musyawarah Kabupaten/Kota/Kotamadya Luar Biasa dapat dilaksanakan apabila:
1. Organisasi berada dalam keadaan darurat atau keadaan yang membahayakan persatuan dan kesatuan dan/atau keadaan lainnya yang membahayakan kelangsungan hidup organisasi;
2. Ketua Dewan Pengurus Provinsi berhenti/ diberhentikan berdasarkan aturan di dalam ART.
(5) Kewenangan Musyawarah Kabupaten/Kota/ Kotamadya Luar Biasa sama dengan Musyawarah Kabupaten/Kota/Kotamadya
Pasal 45
Musyawarah Kecamatan /Distrik
(l) Musayawarah Kecamatan/Distrik dilaksanakan 5 (lima) tahun sekali dan dihadiri oleh:
1. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya yang bersangkutan;
2. Pengurus Kecamatan/Distrik yang bersangkutan;
3. Utusan Pengurus Desa/ kelurahan yang bersangkutan.
(2) Dalam keadaan luar biasa Musyawarah Kecamatan/ Distrik dapat dipercepat atas permintaan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Desa/Kecamatan yang bersangkutan.
(3) Musyawarah Kecamatan/Distrik berwenang untuk:
1. Menilai laporan pertanggungjawaban Pengurus Kecamatan/Distrik yang bersangkutan;
2. Menetapkan Program Kerja sebagai penjabaran dari Program Umum organisasi;
3. Memilih dan menetapkan Pengurus Kecamat-an/Distrik yang bersangkutan;
4. Membentuk Komisi Verifikasi apabila diperlu-kan.
(4) Musyawarah Kecamatan/Distrik Luar Biasa dapat dilaksanakan apabila:
1. Organisasi berada dalam keadaan darurat atau keadaan yang membahayakan persatuan dan kesatuan dan/atau keadaan lainnya yang membahayakan kelangsungan hidup organisasi;
2. Ketua Pengurus Kecamatan/Distrik berhenti/ diberhentikan berdasarkan aturan di dalam ART.
(5) Kewenangan Musyawarah Kecamatan/Distrik Luar Biasa sama dengan Musyawarah Kecamatan/ Distrik.
Pasal 46
Rapat Kerja Nasional
(1) Rapat Kerja Nasional adalah forum evaluasi, konsultasi dan informasi dalam rangka mengembangkan keterpaduan dan koordinasi pelaksanaan program organisasi. (2) Rapat Kerja Nasional dihadiri oleh :
1. Dewan Pengurus Nasional;
2. Utusan Pengurus Unit Nasional;
3. Utusan Dewan Pengurus Provinsi;
4. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya.
(3) Rapat Kerja Nasional dapat dilaksanakan sekali dalam 2 (dua) tahun.
(4) Rapat Kerja Nasional dipimpin oleh Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional.
(5) Rapat Kerja Nasional berwenang memberikan rekomendasi kepada Pimpinan Nasional untuk melakukan langkah-langkah yang bermanfaat bagi organisasi.
Pasal 47
(1) Rapat Kerja Unit Nasional adalah forum evaluasi dan informasi dalam rangka mengembangkan keterpaduan dan koordinasi pelaksanaan program organisasi.
(2) Rapat Kerja Unit Nasional dihadiri oleh :
1. Utusan Dewan Pengurus Nasional;
2. Pengurus Unit Nasional yang bersangkutan;
3. Utusan Pengurus Sub Unit Nasional yang bersangkutan;
4. Utusan Pengurus Kelompok Unit Nasional yang bersangkutan.
(3) Rapat Kerja Unit Nasional dapat dilaksanakan sekali dalam 2 (dua) tahun.
(4) Rapat Kerja Unit Nasional dipimpin oleh Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional.
(5) Rapat Kerja Unit Nasional berwenang memberikan rekomendasi kepada Pirnpinan Unit Nasional untuk melakukan langkah-langkah yang bermanfaat bagi organisasi.
Pasal 48
Rapat Kerja Provinsi
(1) Rapat Kerja Provinsi adalah forum evaluasi, konsultasi dan informasi dalam rangka mengembangkan keterpaduan dan koordinasi pelaksanaan program organisasi.
(2) Rapat Kerja Provinsi dihadiri oleh :
1. Utusan Dewan Pengurus Nasipnal;
2. Dewan Pengurus Provinsi yang bersangkutan;
3. Utusan Pengurus Unit Provinsi yang bersang kutan;
4. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya yang bersangkutan.
(3) Rapat Kerja Provinsi dapat dilaksanakan sekali dalam 2 (dua) tahun.
(4) Rapat Kerja Provinsi dipimpin oleh Ketua Dewan Pengurus Provinsi.
(5) Rapat Kerja Provinsi berwenang memberikan rekomendasi kepada Gubernur selaku penasehat untuk melakukan langkah-langkah yang bermanfaat bagi organisasi.
Pasal 49
Rapat Kerja Kabupaten/Kota/Kotamadya
(1) Rapat Kerja Kabupaten/Kota/Kotamadya adalah forum evaluasi, konsultasi dan informasi dalam rangka mengembangkan keterpaduan dan koordinasi pelaksanaan program operasional di Kabupaten/Kota/Kotamadya.
(2) Rapat Kerja Kabupaten/Kota/Kotamadya dihadiri oleh:
1. Utusan Dewan Pengurus Provinsi yang bersangkutan;
2. Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/Kotamadya yang bersangkutan;
3. Utusan Pengurus Unit Kabupaten/Kota/ Kotamadya yang bersangkutan;
4. Utusan Pengurus Kecamatan/Distrik yang bersangkutan.
(3) Rapat Kerja Kabupaten/Kota/Kotamadya dapat dilaksanakan sekali dalam 2 (dua) tahun.
(4) Rapat Kerja Kabupaten/Kota/Kotamadya dipimpin oleh Ketua Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya yang bersangkutan. Rapat Kerja Kabupaten/Kota/Kotamadya berwenang memberikan rekomendasi kepada Bupati/Walikota/Walikotamadya selakupenasehat untuk melakukan langkah-langkah yang bermanfaat bagi organisasi.
Pasal 50
Rapat Kerja Kecamatan/Distrik
(l) Rapat Kerja Kecamatan/Distrik adalah forum evaluasi, konsultasi dan informasi dalam rangka mengembangkan keterpaduan dan koordinasi pelaksanaan program operasional ditingkat Kecamatan/ Distrik.
(2) Rapat Kerja Kecamatan/Distrik dihadiri oleh :
1. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya yang bersangkutan;
2. Pengurus Kecamatan/Distrik yang bersangkutan;
3. Utusan Pengurus Unit Desa/Kelurahan yang bersangkutan;
(3) Rapat Kerja Kecamatan/Distrik dapat dilaksanakan sekali dalam 2 (dua) tahun.
(4) Rapat Kerja Kecamatan/Distrik dipimpin oleh Ketua Pengurus Kecamatan/Distrik.
(5) Rapat Kerja Kecamatan/Distrik berwenang memberikan rekomendasi kepada Camat selaku penasehat untuk melakukan langkah-langkah yang bermanfaat bagi organisasi
BAB XVII
KEUANGAN
Pasal 51
(1) Keuangan diperoleh dari:
1. Iuran Angggota;
2. Bantuan Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah;
3. Sumbangan yang tidak mengikat;
4. Usaha-usaha lain yang sah.
(2) Ketentuan lebih lanjut diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.
BAB XVIII
LAPORAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN
Pasal 52
Laporan
(1) Setiap jenjang kepengurusan KORPRI berkewajiban untuk menyusun laporan atas pelaksanaan tugasnya. (2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (l) disampaikan kepada Pengurus satu tingkat di atasnya setiap satu tahun sekali.
Pasal 53
Pertanggung jawaban
(l) Setiap jenjang kepengurusan KORPRI berkewajib-an menyusun laporan perrtanggungjawaban (LPJ) atas pelaksanaan tugasnya pada akhir masa jabatan kepengurusannya.
(2) Laporan sebagaimana tersebut ayat (1) disampai-kan dalam musyawarah pada jenjang masing-masing
BAB XIX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 54
(1) Bagi Unit BUMN/BHMN/BUMD dan anak perusahaannya serta Komponen PNS pada instansi TNI/POLRI yang memerlukan pengaturan organi-sasi tersendiri sebagai kelengkapan untuk memenuhi peraturan perundangan dapat menyusun peraturan organisasi sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar KORPRI dan Peraturan Perundang-undangan.
(2) Bagi Provinsi yang mempunyai undang-undang khusus dapat menggunakan nomenklatur khusus sesuai peraturan perundangan.
BAB XX
PENUTUP
Pasal 55
Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Dasar ini akan diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.
Ditetapkan di : Jakarta
Padatanggal : 30 November 2004
PIMPINAN MUSYAWARAH NASIONAL VI
KORPRI TAHUN 2004
Ketua,
Ttd
Prof.DR ERMAYA SURADINATA, Drs,SH,MS
(DPP KORPRI)
Wakil Ketua, Sekretaris,
Ttd Ttd
DR. IR. INDRA DJATI SIDI ACHMAD SUGIONO P.
(UNIT KORPRI DEP. DIKNAS) (DPD KORPRI PROP. JABAR)
Anggota, Anggota,
Ttd Ttd
SEMAN WIDJOJO Drs. H.P. KAISIEPO, MM)
(UNIT KORPRI DEP. DAGRI) (DPC KORPRI KAB. MERAUKE)
Anggota, Anggota,
Ttd Ttd
H.SYAIFULTETENG H. BADRUZZAMAN ISMAIL,SH, M.Hum
(DPD KORPRI PROP. KALTIM) (DPC KORPRI KOTA BANDA ACEH)
ANGGARAN RUMAH TANGGA
KORPS PEGAWAI REPUBLIK INDONESIA
BAB I
KEANGGOTAAN
Pasal I
Anggota KORPRI
Anggota KORPRI terdiri dari:
(1) Anggota KORPRI terdiri dari:
1. Pegawai Negeri Sipil
2. Pegawai BUMN, BHMN, BLU dan BUMD serta anak perusahaannya;
3. Perangkat Pemerintahan Desa atau nama lain dari desa.
(2) Anggota Luar Biasa, yaitu para Pensiunan Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia, BUMN, BHMN, BLU dan BUMD serta anak perusahaannya.
(3) Anggota Kehormatan, yaitu seseorang yang berjasa kepada organisasi KORPRI dan dipilin secara selektif serta ditetapkan oleh Pengurus Pleno.
Pasal 2
Tatacara Menjadi Anggota KORPRI
(1) Anggota KORPRI sebagaimana tersebut pada Pasal 1 ayat (1) huruf a, b, dan c menganut Stelsel Pasif;
(2) Anggota KORPRI sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 ayat (2) menganut Stelsel Aktif;
(3) Stelsel Pasif sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah yang bersangkutan menjadi anggota KORPRI secara langsung sejak diangkat sebagai PNS, Pegawai BUMN, BHMN, BLU dan BUMD serta anak perusahaannya dan perangkat Pemerintahan Desa;
(4) Stelsel Aktif sebagaimana dimaksud ayat (2) adalah yang bersangkutan menjadi anggota KORPRI dengan cara mengajukan permohonan tertulis kepada Pengurus masing-masing jenjang.
BAB II
TATACARA PEMBENTUKAN DAN KEWENANGAN DEWAN PENGURUS
Pasal 13
(1) Kepengurusan dipilih dalam musyawarah sesuai jenjang organisasi;
(2) Dewan Pengurus yang terpilih, disahkan dengan dikukuhkan dan dilantik oleh Dewan Pengurus 1 (satu) tingkat di atasnya;
(3) Pengurus Unit dan Sub Unit yang terpilih, disahkan dengan dikukuhkan dan dilantik oleh Pengurus l(satu) tingkat di atasnya.
Pasal 4
Kewenangan Dewan Pengurus
(1) Mewakili organisasi dalam pelaksanaan tugas baik di dalam maupun di luar sidang pengadilan;
(2) Mengelola aset-aset yang dimiliki oleh KORPRI sesuai dengan jenjang kepengurusannya;
(3) Dalam pelaksanaan ayat (1) tersebut diwakili oleh 2 (dua) orang pimpinan yaitu unsur Ketua dan unsur Sekretaris.
BAB III
MUSYAWARAH
Pasal 5
(1) Peserta Musyawarah Nasional terdiri dari:
1. Dewan Pengurus Nasional;
2. Dewan Pengurus Unit Nasional;
3. Utusan Dewan Pengurus Provinsi;
4. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya.
(2) Peserta Musyawarah Pimpinan terdiri dari: 1. Dewan Pengurus Nasional; 2. Utusan Dewan Pengurus Unit Nasional; 3. Utusan Dewan Pengurus Provinsi.
(3) Peserta Musyawarah Unit Nasional terdiri dari: 1. Utusan Dewan Pengurus Nasional; 2. Pengurus Unit Nasional 3. Utusan Pengurus Sub Unit Nasional; 4. Utusan Pengurus Kelompok Unit Nasional.
(4) Peserta Musyawarah Provinsi terdiri dari:
1. Utusan Dewan Pengurus Nasional;
2. Dewan Pengurus Provinsi;
3. Utusan Pengurus Sub Unit Provinsi
4. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/ Kota/ Kotamadya.
(5) Peserta Musyawarah Kabutaten/Kota/ Kotamadya terdiri dari:
1. Utusan Dewan Pengurus Provinsi;
2. Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya
3. Utusan Pengurus Sub Unit Kabupaten/Kota/Kotamadya;
4. Utusan Pengurus Kecamatan/Distrik.
(6) Peserta Musyawarah Kecamatan/Distrik dihadiri oleh:
1. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya;
2. Pengurus Kecamatan/Distrik;
3. Utusan Pengurus Desa/Kelurahan.
Pasal 6
Musyawarah Luar Biasa
(1) Musyawarah Luar Biasa dapat dilakukan pada semua tingkatan organisasi.
(2) Musyawarah Luar Biasa sewbagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Anggaran Dasar.
(3) Musyawarah Luar Biasa diselenggarakan oleh suatu panitia Musyawarah Luar Biasa yang dibentuk khusus untuk Musyawarah Luar Biasa.
Pasal 7
Hak Suara Dalam Musywarah nasional
(1) Yang mempunyai hak suara adalah :
1. Dewan Pengurus Nasional;
2. Utusan Pengurus Unit Nasional;
3. Utusan Dewan Pengurus Provinsi;
4. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya.
(2) Jumlah hak suara adalah :
1. Utusan Dewan Pengurus Nasinal 20 (dua puluh) suara;
2. Utusan Pengurus Unit Nasional 3 (tiga) suara;
3. Utusan Dewan Pengurus Provinsi 3 (tiga) suara;
4. Utusan Dewan Pengurus Kabutpaten/Kota/ Kotamadya 1 (satu) suara.
Pasal 8
Hak Suara Dalam Musyawarah Pimpinan Setiap peserta Musyawarah Pimpinan mempunyai hak suara yang sama.
Pasal 9
Hak Suara Dalam Musyawarah Unit Nasional
(1) Yang mempunyai hak suara adalah :
1. Pengurus Unit Nasional;
2. Utusan Pengurus Sub Unit Nasional;
3. Utusan Pengurus Kelompok Unit Nasional
(3) Jumlah hak suara adalah :
1. Utusan Pengurus Unit Nasional 10 (sepuluh) suara;
2. Utusan Pengurus Sub Unit Nasional 2 (dua) suara;
3. Utusan Pengurus Kelompok Nasional 1 (satu) suara.
Pasal 10
Hak Suara Dalam Musyawarah Provinsi
(1) Yang mempunyai hak suara adalah :
1. Pengurus Dewan Provinsi;
2. Utusan Pengurus Unit Provinsi
3. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya.
(4) Jumlah hak suara adalah :
1. Utusan Dewan Pengurus Provinsi 10 (sepuluh) suara;
2. Utusan Pengurus Unit Provinsi 2 (dua) suara;
3. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya 1 (satu) suara.
Pasal 11
Hak Suara Dalam Musyawarah Kabupaten/Kota/Kotamadya
(1) Yang mempunyai hak suara adalah :
1. Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya;
2. Utusan Pengurus Unit Kabupaten/Kota/ Kotamadya;
3. Utusan Pengurus Kecamatan/Distrik.
(5) Jumlah hak suara adalah :
1. Utusan Dewan Pengurus Kabupaten/Kota/ Kotamadya 5 (lima) suara;
2. Utusan Pengurus Unit Kabupaten/Kota/ Kotamadya i(satu) suara;
3. Utusan Pengurus Kecamatan/Distrik 1 (satu) suara.
Pasal 12
Hak Suara Dalam Musyawarah Kecamatan/Distrik
(1) Yang mempunyai hak suara adalah:
1. Pengurus Kecamatan/Distrik;
2. Utusan Pengurus Desa/Kecamatan.
(2) Jumlah hak suara adalah :
1. Utusan Pengurus Kecamatan/Distrik 3 (tiga)suara;
2. Utusan Pengurus Desa/Kelurahan 1 (satu) suara.
BAB IV
SAHNYA MUSYAWARAH
Pasal 13
(1) Musyawarah Nasional, Musyawarah Pimpinan, Musyawarah Unit Nasional, Musyawarah Provinsi, Musyawarah Kabupaten/Kota/Kotamadya, dan Musyawarah Kecamatan/Distrik dinyatakan sah apabila dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 jumlah peserta yang berhak hadir dan mempunyai hak suara dalam musyawarah tersebut.
(2) Apabila jumlah peserta musyawarah tidak memenuhi ayat (1) suara sah diambil oleh 2/3jumlah peserta yang hadir yang mempunyai hak suara.
(3) Ketentuan sebagaimana tersebut ayat (1) dan ayat (2) berlaku juga untuk Musyawarah Luar Biasa di setiap tingkatan.
Pasal 14
Kuorum
(1) Musyawarah Nasional, Musawarah Pimpinan, Musyawarah Unit Nasional, Musyawarah Kabupaten/Kota/Kotamadya, dan Musyawarah Kecamatan/Distrik dinyatakan memenuhi kuorum apabila dihadiri oleh lebih dari 1/2 jumlah peserta yang berhak hadir dan mempunyai hak suara.
(2) Ketentuan sebagaimana tersebut ayat (1) berlaku juga untuk Musyawarah Luar Biasa di setiap tingkat
Pasal 15
Pengambilan Keputusan
(1) Keputusan Musyawarah diambil dengan musyawarah dan mufakat.
(2) Dalam hal musyawarah dan mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ridak dicapai, dilakukan pemungutan suara dengan suara terbanyak dari peserta yang hadir dan mempunyai hak suara.
BAB V
PERSYARATAN DAN LARANGAN PERANGKAPAN JABATAN PENGURUS
Pasal 16
Persyaratan Jabatan Pengurus
(1) Syarat untuk dapat menjadi Pengurus KORPRI pada semua tingkatan adalah anggota KORPRI.
(2) Anggota KORPRI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) haras memenuhi hal-hal sebagai berikut :
1. Mempunyai kemampuan, komitmen dan dedikasi yang tinggi terhadap periuangan KORPRI;
2. Telah mengabdikan dirinya bagi kepentingan KORPRI.
Pasal 17
Larangan Perangkapan Jabatan Pengurus Pengurus KORPRI pada semua tingkatan dilarang merangkap jabatan dalam dan antar kepengurusan KORPRI. *
BAB VI
KELENGKAPAN ORGANISASI DAN TATA KERJA
Pasal 18
KELENGKAPAN ORGANISASI
(1) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas pada semua tingkatan kepengurusan dapat dibentuk kelengkapan organisasi sesuai kebutuhan masing-masing dan ditetapkan dengan peraturan organisasi.
(2) Kelengkapan organisasi sebagaimana dimaksud ayat (1) antara lain :
1. Sekretariat Jenderal pada tingkat Dewan Pengurus Nasional dipimpin oleh yang Sekretaris Jenderal;
2. Sekretariat pada semua tingkatan kepengurusan dipimpin oleh Sekreraris.
(3) Ketentuan mengenai kelengkapan organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam peraturan organisasi
Pasal 19
Tata Kerja
Pembagian Tugas dan Tata Kerja diatur dengan Petunjuk Operasional Organisasi.
BAB VII
TINDAKAN DISIPLIN DAN PEMBERHENTIAN
Pasal 20
Sanksi Pelanggaran Disiplin Pelanggaran disiplin dikenakan kepada Anggota Pengurus berupa sanksi:
1. Peringatan (lisan atau tertulis);
2. Skorsing;
3. Pemberhentian tidak dengan hormat.
(1) Sanksi sebagaimana tersebut pada ayat (1) dikenakan setelah memperoleh pertimbangan Penasehat dan Hasil Rapat Pengurus pada semua tingkatan.
Pasal 21
Peringatan Peringatan lisan maupun tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan terhadap Anggota Pengurus yang:
1. Melakukan pelanggaran terhadap kode etik;
2. Terbukti melalaikan tugas;
3. Menyalahgunakan wewenang atau rnilik organisasi;
4. Mencemarkan nama baik/citra organisasi;
5. Melakukan perbuatan tercela sehingga merendah-kan martabat pribadi, keluarga, dan atau organisasi.
Pasal 22
Pembelaan Diri
(1) Anggota Pengurus yang terkena sanksi, berhak untuk melakukan pembelaan diri secara lisan atau tertulis melalui Rapat Pimpinan masing-masing tingkatan paling lambat 14 (empat belas) hari sejak sanksi dikenakan.
(2) Rapat Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengambil keputusan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak pembelaan diri dilakukan.
Pasal 23
Skorsing
(1) Skorsing dikenakan terhadap Pengurus yang telah diperingatkan baik secara lisan maupun tertulis 3 (tiga) kali berturut-turut.
(2) Skorsing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pengurus untuk semua tingkatan masing-masing berdasarkan keputusan rapat yang diadakan khusus untuk itu.
Pasal 24
Pemberhentian
Anggota Pengurus diberhentikan dengan hormat karena:
1. Permintaan sendiri;
2. Meninggal dunia;
3. Pensiun dan tidak mengajukan permohonan perpanjangan menjadi anggota;
4. Pelanggaran disiplin.
Pasal 25
Pemberhentian tidak dengan hormat
(1) Pemberhentian tidak dengan hormat dilakukan terhadap Anfggota Pengurus apabila telah mendapatkan sanksi peringatan maupun skorsing sebagaimana dimaksud Pasal 21 dan Pasal 23.
(2) Pemberhentian tidak dengan hormat terhadap Anggota Pengurus dilakukan oleh Pengurus dilakukan oleh Pengurus satu tingkat di atasnya atras usul Pengurus yang bersangkutan.
BAB VIII
PENGGANTI PENGURUS ANTAR WAKTU
Pasal 26
(1) Pengganti Pengurus Antar Waktu adalah tindakan pengisian kekosongan jabatan pengurus organisasi dikarenakan salah seorang anggota Pengurus berhenti.
(2) Pengisian kekosaongan jabatan pengurus organisasi dapat dilakukan dengan mengangkat calon dari pengurus yang sudah ada dengan mempertimbangkan kemmapuan.
(3) ZPengisian kekosongan jabatan pengurus organsasi dilakukan oleh Pengurus yang bersangkutan dan disahkan Pengurus satu tingkat diatasnya.
BAB IX
PENGELOLAAN KEUANGAN
Pasal 27
Iuran Anggota
(1) Besaran iuran anggota ditentukan berdasarkan hasil musyawarah oleh pengurus nasional atau oleh pengurus pada tiap tingkatan
(2) Pengalokasian dan penggunaan iuran angota pada tiap tingkat kepengurusan ditetapkan melalui musyawarah tingkat masing-masing.
(3) Besaran iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta pengalokasian dan penggunaansebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan untuk mendapat persetujuan pengurus satu tingkat di atasnya.
(4) Pertanggungjawaban iuran anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam musyawarah tiap tingkatan untuk mendapat pengesahan.
Pasal 28
Bantuan dan Pemanfaatan
(1) KORPRI dapat menerima bantuan dari Pemerintah/Pemerintah Daerah dan atau sumbangan dari pihak yang tidak mengikat.
(2) Setiap bantuan dan sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diterima, wajib dicatat dan dipertangungjawabkan sesuai peraturan organisasi.
(3) Dalam hal bantuan itu bersifat pinjaman, pengelolaan dan pertanggungjawabannya dilakukan sesuai peraturan perundangan.
(4) Bantuan dan sumbangan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dan (3) dimanfaatkan untuk kepentingan organisasi.
BAB X
BADAN USAHA DAN YAYASAN
Pasal 29
(1) Semua Badan Usaha, Yayasan, barang tidak bergerak berupa tanah dan bangunan, serta semua peralatan kantor yang ada dan dikuasai scara sah oleh sah oleh pengurus pada saat Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga ini disahkan, menjadi hak milik dan kekayaan organisasi KORPRI pada tiap tingkat kepengurusan.
(2) Kepengurusan Badan Usaha dan Yayasan ditunjuk, diangkat dan diberhentikan oleh Pengurus KORPRI sesuai tingkatannya.
(3) Kepengurusan Badan Usaha yang sudah dibentuk sebelum ketentuan ini agar menyesuaikan.
(4) Kepengurusan Badan Usaha dan Yayasan yang ada sebelum perubahan AD/ART ini disahkan tetap berjalan sampai masa jabatannya berakhir.
Pasal 30
(1) Semua Badan Usaha dan Yayasan wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan sistem akuntansi yang ditetapkan oleh Pengurus KORPRI sesuai tingkatannya.
(2) Pada setiap akhir tahun anggaran, Badan Usaha dan Yayasan wajib membuat laporan keuangan sesuai standar akuntansi yang berlaku umum, paling lambat tiga bulan setelah berakhirnya tahun anggaran sebelumnya;
(3) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib diaudit oleg uaditor independen paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran sebelumnya berakhir dan kemudian disampaikan kepada Pengurus KORPRI sesuai tingkatannya untuk selanjutnya dipertanggung-jawabkan kepada anggota.
BAB XI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 31
(l) Dalam hal Dewan Pengurus pada suatu tingkatan tidak berfungsi secara efektif sebagaimana mestinya, baik karena hal yang bersifat teknis maupun administratif serta sebab-sebab lainnya, Dewan Pengurus setingkat diatasnya wajib mengambil tindakan tertentu untuk menyelamat-kan kepentingan organisasi.
(2) Tindakan Dewan Pengurus setingkat di atasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan dengan keputusan Dewan Pengurus pada tiap tingkatan.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 32
(1) Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini, diatur lebih lanjut dalam Petunjuk Operasional Organisasi.
(2) Tugas dan Fungsi Sekretariat pada tiap tingkatan diatur dalam Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK), oleh Dewan Pengurus Nasional.
(3) Anggaran Rumah Tangga ini hanya dapat diubah oleh dan dalam Musyawarah Nasional (MUNAS).
(4) Anggaran Rumah Tangga ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal : 30 November 2004
PIMPINAN MUSYAWARAN NASIONAL VI KORPRI
TAHUN2004
Ketua,
Ttd
Prof.DR. ERMAYA SURADINATA, Drs, SH, MS
(DPP KORPRI)
Wakil Ketua, Sekretaris,
Ttd Ttd
DR.IRINDRADJATISIDI ACHMAD SUGIONO P
(UNIT KORPRI DIKNAS) (DPPKORPRI PROP.JABAR)
Anggota Anggota
Ttd Ttd
SEMAN WIDJOJO Drs. H.P.KAISIEPO, MM
(UNIT KORPRI DEPDAGRI) (DPC KORPRI KAB. MERAUKE)
Anggota Anggota
Ttd Ttd
H.SYAIFUL TETENG H.BADRUZZAMAN ISMAIL, SH, M.Hum
(DPD KORPRI PROP.KALTIM) (DPC KORPRI KOTA BANDA ACEH)
DAFTAR URUT KEPANGKATAN (DUK)
Daftar urut kepangkatan adalah salah satu bahan obyektif untuk melaksanakan pembinaan karier Pegawai Negeri Sipil berdasarkan sistem karier dan sistem prestasi kerja, oleh karena Daftar Urut Kepangkatan perlu dibuat dan dipelihara secara terus menerus.
Dalam DUK tidak boleh ada 2 (dua) nama Pegawai Negeri Sipil yang sama nomor urutnya, maka untuk menetapkan nomor urut yang tepat dalam satu DUK diadakan ukuran secara berturut-turut sebagai berikut :
1. Pangkat
PNS yang berpangkat lebih tinggi dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam DUK, Jika ada dua orang/lebih yang memiliki pangkat yang sama maka dari mereka yang lebih tua dalam pangkat tersebut dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi.
2. Jabatan
Apabila ada dua orang/lebih, PNS yang berpangkat sama dan diangkat dalam pangkat itu dalam waktu yang sama, maka dari mereka yang memangku jabatan yang lebih tinggi dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dan dilihat yang lebih dahulu diangkat dalam jabatan yang sama tingkatannya.
3. Masa Kerja
Apabila ada dua orang/lebih, PNS yang berpangkat sama dan diangkat dalam pangkat itu dalam waktu yang sama dan memangku jabatan yang sama, maka dari mereka yang memiliki masa kerja sebagai PNS yang lebih banyak dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi
3. Latihan Jabatan
Apabila ada dua orang/lebih, PNS yang berpangkat sama dan diangkat dalam pangkat itu dalam waktu yang sama dan memangku jabatan yang sama dan memiliki masa kerja yang sama, maka dari mereka yang pernah mengikuti latihan jabatan yang ditentukan, dicantumkan dalam nomor urut yang lebih tinggi dalam DUK.
4. Pendidikan
Apabila ada dua orang/lebih, PNS yang berpangkat sama dan diangkat dalam pangkat itu dalam waktu yang sama dan memangku jabatan yang sama dan memiliki masa kerja yang
Home » Makalah Hukum » Pedoman Manajemen Kepegawaian Republik Indonesia
Pedoman Manajemen Kepegawaian Republik Indonesia
Ditulis Oleh : irwansyah Hari: Selasa, Agustus 30, 2011 Kategori: Makalah Hukum
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
jangan lupa komentar yah