ANEKA PERJANJIAN
BAB I
JUAL BELI
Definisi
Jual beli adalah suatu perjanjian
bertimbal balik dalam mana ,pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk
menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedangkan pihak yang lainnya
(si pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah
uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.
Saat terjadinya perjanjian jual beli
Unsur-unsur pokok dalam perjanian jual
beli adalah barang dan harga, sesuai asas konsesualisme (kesepakatan)
yang menjiwai hukum perjanjian maka perjanjian jual beli akan ada saat
terjadinya atau tercapainya “sepakat” mengenai barang dan harga. Sifat
konsesual dari jual beli tersebut ditegaskan dalam pasal 1458 BW yang
berbunyi “jual beli sianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak
seketika setelah mereka mencapai sepakat tentang barang dan harga,
meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum
dibayar”.Sebagaimana diketahui hukum perjanjian dari BW menganut asas
konsesualisme, artinya ialah bahwa untuk melahirkan perjanjian cukup
dengan sepakat saja dan bahwa perjanjian itu sudah dilahirkan pada saat
atau detik tercapainya konsesus sebagaimana dimaksud diatas.
Kewajiban Penjual
Bagi pihak penjual terdapat dua kewajiban utama dalam perjanjian jual beli, diantaranya yaitu :
- Menyerahkan hak milik atas barang yang diperjual belikan. Kewajiban menyerahkan hak milik meliputi segala perbuatan yang menurut hukum diperlukan untuk mengalihkan hak milik atas barang (barang bergerak, barang tetap maupun barang tak bertubuh atau piutang atau penagihan atau claim) yang diperjual belikan itu dari si penjual kepada pembeli
- Menanggung tenteram atas barang tersebut. Kewajiban untuk menanggung kenikmatan tenteram merupakan konsekuwensi dari pada jaminan yang oleh penjual diberikan kepada pembeli bahwa barang yang dijual dan dilever itu adalah sungguh-sungguh miliknya sendiri yang bebas dari sesuatu beban atau tuntutan dari sesuatu pihak. Kewajiban tersebut menemukan realisasinya dalam kewajiban untuk memberikan penggantian kerugian jika sampai terjadi si pembeli karena suatu gugatan pihak ke tiga.
Kewajiban pembeli adalah membayar harga
pembelian pada waktu dan ditempat sebagaimana dietapkan menurut
perjanjian. Jika pada waktu membuat perjanjian tidak ditetapkan tetang
tempat dan waktu pembayaran maka si pembeli harus memmbayar ditempat dan
pada waktu dimana penyerahan barangnya harus dilakukan (pasal 1514)
Resiko dalam perjanjian jual beli
Risiko adalah kewajiban memikul kerugian
yang disebabkan oleh suatu kejadian (peristiwa) diluar kesalahan salah
satu pihak. Dengan demikian maka persoalan tentang risiko itu merupakan
buntut dari persoalan tentang keadan memaksa, suatu kejadian yang tak
disengaja dan tak dapat diduga. Mengenai resiko dalam jual beli dalam BW
disebutkan ada tiga peraturan yang terkait akan hal itu, yaitu :
- Mengenai barang tertentu (pasal 1460)
- Mengenai barang yang dijual menurut berat, jumlah atau ukuran (pasal 1461)
- Mengenai barang-barang yang dijual menurut tumpukan (pasal 1462)
Namun perlu diingat bahwa selama belum
dilever mengenai barang dari macam apa saja, resikonya masih harus
dipikul oleh penjual, yang masih merupakan pemilik sampai pada saat
barang itu secara yuridis diserahkan kepada pembeli.
Jual beli dengan hak membeli kembali
Kekuasaan untuk membeli kembali barang
yang telah dijual (recht van wederinkoop, right to repurchase)
diterbitkan dari suatu perjanjian dimana si penjual diberikan hak untuk
mengambil kembali barangnya yang telah dijual, dengan mengembalikan
harga pembelian yang telah diterimanya disertai semua biaya yang telah
dikeluarkan (oleh si pembeli) untuk menyelenggarakan pembelian serta
penyerahannya, begitu pula biaya-biaya yang perlu untuk
pembetulan-pembetulan dan pengeluaran-pengeluaran yang menyebabkan
barang yang dijual bertambah harganya. (pasal 1519 dan 1532)
Jual beli piutang dan lain-lain hak takbertubuh
Dalam pasal 1533 disebutkan bahwa
penjualan suatu piutang meliputi segala sesuatu yang melekat padanya,
seperti penangungan-penanggungan, hak-hak istimewa dan hipotik-hipotik.
Kemudian dalam pasal 1534 disebutkan “barangsiapa yang menjual suatu
piutang atau suatu hak takbertubuh lainnya, harus menanggung bahwa hak
itu benar ada pada waktu diserahkannya, biarpun penjualan dilakukan
tanpa janji penanggungan.
Hak reklame (menuntut kembali)
Dalam hal jual beli diadakan tanpa suatu
janji bahwa harga barang boleh diangsur atau dicicil dan pembeli tidak
membayar harga itu, maka selama barangnya masih berada ditangannya si
pembeli, penjual dapat menuntut kembali barangnya asal penuntutan
kembali itu dalam jangka waktu 30 hari. Dasar hukum pengaturan menganai
hak reklame adalah terdapat dalam pasal 1145 BW. Selain itu juga dapat
dijumpai dalam pasal 230 KUHD, akan tetapi dalam KUHD tersebut hanya
berlaku dalam halnya si pembeli telah dinyatakan pailit. Syarat-syarat
untuk melancarkan reklame dalam KUHD adalah lebih longgar dibandingkan
dengan syarat-syarat yang ditetapkan dalam pasal 1145 BW, yaitu :
- Jual beli tidak usah jual beli tunai (kontan), jadi jual beli kreditpun boleh.
- Penuntutan kembali dapat dilakukan dalam jangka waktu 60 hari, jadi lebih lama dari jangka waktu yang diperkenankan oleh pasal 1145 BW
- Tuntutan reklame masih boleh dilancarkan meskipun barangnya sudah berada ditangan orang lain.
Pasal 1471 BW menggariskan “jual beli
barang orang lain adalah batal dan dapat memberikan dasar untuk
penggantian biaya, kerugian dan bunga, jika si pembeli tidak telah
mengetahui bahwa barang itu kepunyaan orang lain”
BAB II
TUKAR MENUKAR
Tukar-menukar adalah suatu perjanjian
dengan mana kedua belah pihak mengikatkan dirinya untuk saling
memberikan suatu barang secara bertimbal-balik sebagai gantinya suatu
barang lain. Perjanjian ini juga dikenal dengan nama “barter”. Segala
apa yang dapat dijual, dapat juga menjadi objek perjanjian
tukar-menukar. Segala peraturan-peraturan tentang perjanjian jual-beli
juga berlaku terhadap perjanjian tukar-menukar (pasal 1546)
Resiko dalam perjanjian tukar-menukar
diatur dalam pasal 1545 yang berbunyi : “jika suatu barangtertentu yang
telah dijanjikan untuk ditukar, musnah diluar kesalahan pemiliknya, maka
persetujuan dianggap sebagai gugur dan siapa yang dari pihaknya telah
memenuhi persetujuan, dapat menuntut kembali barang yang ia telah
berikan dalam tukar menukar”.
BAB III
SEWA MENYEWA
Devinisi
Sewa-menyewa adalah suatu perjanjian
dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada
pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu
tertentu dan dengan pembayaran suatu hargayangoleh pihak yang tersebut
terakhir itu disanggupi pembayarannya (pasal 1548 B.W) Sewa menyewa
adalah suatu perjanjian konsensual.artinya ia sudah sah dan
mengikat pada detik tercapainya sepakat mengenai unsure-unsur pokoknya,
yaitu barang dan harga. Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan
barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban
pihak yang terakhir ini adalah membayar “harga sewa”. Pasal 1579
berbunyi: “pihak yang menyewakan tidak dapat menghentikan sewanya dngan
menyatakan hendak memaai sendiri barangnya yang disewakan, kecuali jika
telah diperjanjikan sebelumnya”. Tentang harga sewa: kalau dalam jual
beli harga harus berupa uang, karena kalau berupa barang
perjanjianyabukan jual-beli lagi tetapi menjadi tukar-menukar, tetapi
dalam sewa-menyewa tiadaklah menjadi keberatan bahwa harga sewa itu
berupa barang atau jasa.
Kewajiban-kewajiban pihak yang menyewakan
Piahak yang menyewakan mempunyai kewajiban:
- Menyerahkan barang yangdisewakan kepada si penyewa
- Memelihara barang yangdisewakan sedemikian hingga itu dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan.
- Memberikan keapada si penyewa kenkmatan tenteram dari barang yang diseakan selama berlangsungnya persewaan.
Bagi si penyewa ada dua kewajiban utama yaitu:
- Memakai barang yang disewa sebagai seorang “bapk rumah yang baik”, sesuai dengan tujuan yang diberikan kepada barang itu menurut perjanjian sewanya.
- Membayar harga sewa pada waktu-waktu yang telah ditentukan menurut pejanjian.
Menurut pasal 1553, dalam sea-menyewa itu
mengenai barang yangdipersewakan dipikul oleh si pemilik barang, yaitu
pihak yang menyewakan.
Gangguan dari piphak ketiga
Apabila selama wakttu sewa, si penyewa
dalam pemakaian barang yang disewakan diganggu oleh seorang pihak ketiga
berdasar atas suatu hak yang dikemukakan oleh orang pihak ketiga aka
dapatlah si penyewa menuntut dari pihak yang menyewakan supaya uang sewa
dikurangi secara sepadan dengan sifat gangguan itu.
Mengulang sewakan
Si penyewa jika kapadanya tidak telah
diperijinkan oleh pemilik barang, tidak diperbolehkan mengulang sewakan
barang yang disewanya maupun melepas sewanya kepada orang lain. Kecuali
kalau hal-hal itu diperjanjikan tetapi kalau menyewakan sebagian dari
sebuah rumah tempat tinggal yang disewa adalah diperbolehkan kecuali
kalau hal itu telah dilarang dalam perjanjian sewanya.
Sewa tertulis dan sewa lisan
Meskipun sewa menyewa adalah suatu
perjanjian konsensual, namun oleh undang-undang diadakan perbedaan dalam
akibat-akibatnya antara sewa tertulis dan sewa lisan.
Jika sewa menyewa itu diadakan secara
tertulis maka sewa menyewa berakhir demi hukum (otomatis) apabila waktu
yang ditentukan sudah habis tanpa diperlukannya sesatu pemberitahuan
pemberhantian untuk itu.
Senaliknya jika sewa menyewa tidak dibuat dengan tertulis maka sewa itu tidak berahir pada waktu yang ditentukan.
Perihal sewa menyewa secara tertulis
diatur dalam pasal 1570 sedangkan perihal sewa menyewa yang tidak
tertulis (lisan) diatur dalam pasal 1571.
Jual beli tidak memutuskan sewa menyewa
Dengan dijualnya barang yang disewa,
suatu persewaan yang dibuat sebelumnya tidaklah diputuskan, kecuali
apabila ia telah diperjanjikan pada waktu menyewakan barangnya (pasal
1576)
Pandbeslag
Merupakan hak utama yang diberikan oleh
undang-undang atas barang-barang perabot rumah yang diakai untuk
menghiasi rumah tersebut guna menjamin pembayaran tunggakkan uang sewa.
Artinya dalam suatu eksekusi (lelang sita) atas barang-barang perabot
rumah yang dipakai untuk menghiasi rumah tersebut, sipemilik rumah harus
paling dahulu diberikan sejumlah yang cukup dari pendapatan lelangan
untuk melunasi tunggakan uang sewa yang menjadi haknya, sebelum
kreditu-kreditur lainnya menerima bagian mereka.
10. Sewa menyewa perumahan
Masalaha perumahan merupakan suatu
masalah social yang sangat penting. Pasca Perang Dunia II banyak
rumah-rumah gedung yang dikuasai oleh pemerintah untuk diatur penggunaan
atau penghuninya. Pada masa sekarang pengaturan mengenai hal itu oleh
pemerintah digariskan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1958 tentang
urusan perumahan. Pelaksanaan mengenai urusan perumahan diserahkan
kepada Kantor Urusan Perumahan, oleh karenanya untuk menmpati rumah
tersebut harus ad surat iji penghuni (SIP) yang diberikan oleh Kantor
Urusan Perumahan.
BAB IV
SEWA BELI
Sewa beli sebenarnya adalah suat macam
jual beli, setidak-tidaknya ia lebih mendekati jual beli daripada sewa
menyewa, meskipun ia merupakan suatu campuran dari keduanya dan
diberikan judul “sewa menyewa”. Hakekat dari sewa beli adalah suatu
macam perjanjian jual beli dimana selama harga belum dibayar lunas maka
si pembeli menjadi penyewa dahulu dari barang yang ingin dibelinya.
BAB V
PERJANJIAN UNTUK MELAKUKAN PEKERJAAN
Undang-undnag membagi perjanjianuntuk melakukan pekerjaan dalam tiga macam, yaitu :
Perjanjian untuk melakukan jasa-jasa tertentu
Maksud dalam perjanjian ini yaitu suatu
pihak menghendaki dari pihak lawannya dilakukannya pekerjaan untuk
mencapai suatu tujuan, untuk mana ia bersedia membayar upah, sedangkan
apa yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut sama sekali
terserah kepada pihak lawannya itu. Termasuk dalam golongan ini lajimnya
yaitu hubungan antara seorang pasien dengan dokter, hubungan antara
seorang pengacara dengan kliennya yang minta diurusinya suatu perkra,
hubungan antara seorang notaries dengan seorang yang dating kepadanya
untuk dibuatkan suatu akte dan lain sebagainya.
Perjanjian kerja atau perburuhan
yaitu perjanjian antara seorang buruh dengan seorang majikan, perjanjian mana ditandai oleh ciri-ciri :
- Adanya suatu uah atau gaji tertentu yang diperjanjikan
- Adanya suatu “hubungan diperatas”
atau “dienstverhouding” yaitu suatu hubungan berdasarkan mana pihak yang
satu (majikan) berhak memberikan perintah-perintah yang harus ditaati
oleh yang lain.
Mengenai hal ini iatur dalam pasal 1601 – 1603 BW. Sedangkan untuk perjanjian kerja laut diatur dalam Bab IV dari Buku II KUHD.
Perjanjian pemborongan kerja
Yaitu suatu perjanjian antara seorang
(pihak yang memborongkan pekerjaan) dengan seorang lain (pihak yang
memborong pekerjaan) dimana pihak pertama menghendaki sesuatu hasil
pekerjaan yang disanggupi oleh pihak lawan, atas pembayaran suatu jumlah
uang sebagai harga pemborongan .
BAB VI
PENGANGKUTAN
Perjanjian pengangkutan adalah suatu
perjanjian dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang
atau barang dari satu ke lain tempat, sedangkan pihak yang lainnya
menyanggupi akan membayar ongkosnya.
Perjanjian pengangkutan ini diatur dalam Buku III KUHPdt pasal 1235- 1243.
Disamping perjanjian, undang-undang dan
kebiasaan merupakan sumber hukum pengangkutan, karena merupakan sebuah
sumber hukum didalam perjanjian pengangkutan selain apa yang tertulis
dalam suatu undang-undang adalah perjanjian antara pihak pengirim dan
pihak pengangkut juga kebiasaan yang berderajat undang-undang merupakan
termasuk sumber hukum
Perjanjian pengangkutan selalu diikuti
dengan dokumen pengangkutan, karena dokumen pengangkutan atau surat
muatan merupakan atau dapat dijadikan bukti tertulis antara pengirim dan
pengangkut apabila suatu saat terjadi perkara atau peristiwa hukum.
BAB VII
PERSEKUTUAN
Definisi
Yang dimaksud dengan persekutuan adalah
suatu perjanjian antara dua orang atau lebih untuk berusaha bersama-sama
mencari keuntungan yang akan dicapai dengan jalan masing-masing
memmasukkan sesuatu dalam suatu kekayaan bersama (Pasal 1618 BW).
Hubungan antara para sekutu
Undang-undang menetapkan bahwa sekutu
yang hanya memasukkan tenaganya saja, mendapat bagian yang sama dari
keutungan bersama seperti sekutu yang memasukkan “modal yang paling
sedikit (pasal 1633 ayat 2). Hubungan antar para sekutu, dalam hal
adanya pertetangan antara kepentingan sekutu dan kepentingan
persekutuan, selalu memberikan prioritas kepada kepentingan persekutuan.
Apabila persekutuan, sebagai akibat kesalahan seorang sekutu didalam
mengerjakan sesuatu urusan, menderita kerugian maka sekutu tersebut
harus mengganti kerugian itu tanpa dibolehkan mengkonpensasikan
keuntungan-keuntungan yang diperolehnya bagi persekutuan dalam lain
urusan (pasal 1630)
Hubungan para sekutu dengan pihak ketiga
Tanggung jawab para sekutu terhadap pihak
keiga ditegaskandalam pasal 1643 dimana para sekutu dapat dituntut oleh
siberpiutang dengan siapa mereka telah bertindak, masing-masing untuk
suatu jumlah dan bagian yang sama, meskipun bagian sekutu yang satu
dalam persekutuan adalah kuarang daripada bagiansekutu yang lainya
kecuali apabila sewaktu hutang tersebut dibuatnya dengan tegas
ditetapkan kewajiban para sekutu itu untuk membayar hutang tersebut
menurut imbangan besarnya bagian masing-masing dalam persekutuan.
Macam-macam cara berakhirnya persekutuan
Menurut pasal 1646 B.W persekutuan berakhir
- Dengan lewatnya waktu untuk mana persekutuan telah diadakan
- Dengan musnahnya barang atau diselesaikannya perbuatan yang menjadi pokok persekutuan
- Atas kehendak semata-mata dari beberapa atau seorang sekutu
- Jika salah seorang sekutu meninggal atau ditaruh dibawah pengampunan atau dinyatakan pailit.
BAB VIII
PERKUMPULAN
Yaitu beberapa orang yang hendak mencapai
suatu tujuan dala bidang non-ekonomis (tidak untuk mencari keuntungan)
bersepakat mengadakan suatu kerjasama yang bentuk dan caranya diletakan
dalam apa yang dinamakan anggaran dasar atau reklemen atau statuten.
Suatu perkumpulan dapat dimintakan
pengakuan sebagai badan hukum dari menteri kehakiman menurut peraturan
sebagaimana termaktuk dalam lembaran Negara tahun 1870 no. 64
BAB IX
PENGHIBAHAN
Devinisi dan Ketentuan-ketentuan umum
Menurut pasal 1666 B.W penghibahan adalah
suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya, dengan
Cuma-Cuma dan dengan tridak dapat di tarik kembali, menyerahkan sesuatu
barang guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu.
Penghibahan hanyalah dapat mengenai barang –barang yang sudah ada, jiak
ia meliputi barang –barang yang baru akan ada di kemudian hari maka
sekadar mengenai itu hibahnya adalah batal (pasal 1667)
Kecakapan untuk member dan menerima hibah
Untuk menghibahkan, seorang, selainnya
bahwa ia harus sehat pikirannya, harus sudah dewasa. Untuk menerima
suatu hibah, dibolehkan orang itu belum dewasa tetapi ia harus diwakili
oleh orang tua atau wali.
Cara menghibahkan sesuatu
Pasal 1682 menetapkan tiada suatu hibah
kecuali yang disebutkan dalam pasal 1687, dapat, atas ancaman batal,
dilakukan selainnya dengan suatu akta notaries, yang aslinya disimpan
oleh notaries itu. Dari pasal 1682 dan 1687 tersebut dapat kita lihat
bahwa untuk penghibahan benda tak bergerak ditetapkan suatu formalitas
dalam bentuk akte notaries tetapi untuk penghibahan barang bergerak yang
bertuguh atau surat penagihan hutang atas tunjuk tidak diperlukan
sesuatu formalitas dan dapat dilakukan secara sah dengan penyerahan
barangnya begitu saja kepada sipenerima hibah atau kepada seoarang pihak
ketiga yang menerima pemberian hibah atas namanya.
Penarikan kembali dan penghapusan hibah
Meskipun suatu penghibahan tidak dapat
ditarik kembali secara sepihak tanpa persetujuan pihak lawan namun
ditentukan oleh pasal 1688 bagi si penghibah untuk dalam hal-hal
tertentu menarik kembali atau menghapuskan hibah yang elah diberikan
pada seseoarang. Penarikan kembali atau penghapusan penghibahan
dialkukan dengan menyatakan kehendaknya kepada si penerima hibah disetai
penuntutan kembali barang-barang yang telah di hibahkan dan apabila itu
tidak dipenuhi sefcara sukarela maka penuntutan kembali barang-barang
itu di ajukan kepada pengadilan.
BAB X
PENITIPAN BARANG
Penitipan pada umumnya dan berbagai macamnya
Penitipan adalah terjadi apabila
seseorang menerima sesuatu barang darinorang lain, dengan syaratbahwa ia
akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam wujud asalnya. Mengenai
hal ini diatur dalam pasal 1694 B.W. menurut undang-undang ada dua macam
penitipan barang yaitu penitipan yang sejati dan sekestrasi.
Penitipan barang yang sejati
Penitipan barang yangsejati dianggap
dibuat dengan Cuma-Cuma, jika tidak diperjanjikan sebaliknya, sedangkan
ia hanyandapat mengenai barang barang yang bergerak (psal 1696).
Sipenerima titipan barang tiadak diperbolehkan memakai barnang yang
dititipkan untuk keperluan sendiri tanpa izinnya orang yang menitipkan
barang , yang dinyatakan dengan tegs atau dipersangkakan, atas ancaman
penggantian biaya, kerugian dan bunga jika ada alas an untuk itu (pasal
1712)
Sekestrasi
Adalah penitipan barang tentang mana ada
perselisihan, di tangannya seorang pihak ketiga yang mengikatkan diri
untuk, setelah perselisihan itu diputus, mengembalikan barang itu kepada
siapa yang akan dinyatakan berhak, beserta hasil-hasilnya. Penitipan
ini ada yang terjadi dengan persetujuan dan ada pula yang dilakukan atas
perintah hakim atau pengadilan. Mengenai hal ini diatur dalam pasal
1730 – 1734
BAB XI
PINJAM PAKAI
Defenisi dan Ketentuan-ketentuan umum
Pinjam pakai adalah suatu perjanjian
dengan mana pihak yang satu memberikan suatu barang kepada pihak yagn
lainnya untukdipakai dengan cuma-Cuma, dengan syarat bahwa yang menerima
barang ini, setelah memakainya atau setelah lewatnya suatu waktu
tertentu, akan mengembalikannya (pasal 1740). Dalam pinjam pakai, pihak
yang meminjamkan tetap menjadi pemilik dari barang yang dipinjamkan
(pasal 1741). Segala apa yang dapat dipakai orang dan tidak musnah
karena pemakaian, dapat menjadi bahan perjanjian pinjam-pakai (pasal
1742).
Kewajiban peminjam
Peminjam diwajibkan menyimpan dan
memelihara barang pinjaman itu sebagai seorang bapak rumah yang baik dan
tidak boleh memakainya guna suatu keperluan yang lain. Jika ia memakai
barangnya pinjaman guna suatu keperluan lain atau lebih lama dari yang
diperbolehkan, maka selain dari pada itu ia adalah bertanggung jawab
atas musnahnya barangnyasekalipun musnahnya barang itu disebabkan karena
suatu kejadian yang sama sekali tidak di sengaja (pasal 1744). Jiak
barangnya pada waktu dipinjamkan, telah ditaksir harganya, maka
musnahnya barang itu, biarpun ini terjadi karena suatu kejadian yang
tidak disengaja, adalah atas tanggungan si peminjam, kecuali apabila
telah diperjanjikan sebalknya(pasal 1746)
Kewajiban orang yang meminjamkan
Orang yang meminjamkan tidak boleh
meminta kembali barang yang dipinjamkan selainnya setelah lewatnya waktu
yang ditentukan, atau jika tidak ada ketentuan yang demikian, setelah
barangnya dipakai atau dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksudkan
(pasal 1750).
BAB XII
PINJAM MEMINJAM
Defenisi dan Ketentuan-ketentuan umum
Pinjam-meminjam adalah suatu perjanjian
dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu
jumlah tertentu barangbarang yangmenghabis karena pemakaian, dengan
syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang
sama dari jenis dan mutu yang sama pula (pasal 1754). Berdasarkan
perjanjian pinjam-meminjam, pihak yang menerima pinjaman menjadi pemilik
dari barang yang dipinjam, dan jika barang itu musnah, dengan cara
bagaimanapun, maka kemusnahan itu adalah atas tanggungannya (pasal 1755)
Kewajban orang yang meminjamkan
Orang yang meminjamkan tidak boleh
meminta kembali apa yang telah dipinjamkannya sebelum lewatnya waktu
yang telah di tentukan dalam perjanjian (pasal 1759)
Kewajiban peminjam
Orang menerima pinjaman sesuatu
diwajibkan mengembalikannya dalam jumlah dan keadaan yang sama dan pada
waktu yang ditentukan (pasal 1763). Jka sipeminjam tidak mampu
mengembalikan barang yang dipinjamnya dalam jumalah dan keadaanyang sama
maka ia diwajibkan membayar harganya, dalam hal mana harus diperhatikan
waktu dan tempat dimana barangnya, menurut perjanjian, harus
dikembalikan.
Meminjamkan dengan bunga
Dalam pasal 1765 menyatakan bahwa adalah
diperbolehkan memperjanjikan bunga atas peminjaman uang atau lain barang
yang menghabis karena pemakaian.
BAB XIII
PERJANJIAN UNTUNG-UNTUNGAN
Devinisi
Adalah suatu perbuatan yang hasilnya
mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara
pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu. Termasuk
didalam perjanjian untung-untungan yaitu : perjanjian pertanggungan,
bunga cagak hidup, perjudian dan pertaruhan. Mengenai perjanjian
pertanggungan diatur dalam pasal 1774.
Bunga cagak-hidup
Bunga cagak hidup dapat dilahirkan dengan
suatu prjanjian atas beban, atau dengan suatu akte hibah. Ada juga
bunga cagak hidup itu diperoleh dengan wasiat. Suatu perjanjian atas
beban adalah perjanjian timbale balik dimana prestasi dari pihak yang
satu adalah imbalan dari prestasi pihak yang lain.
Perjudian dan pertaruhan
Baik dalam perjudian dan pertaruhan hasil
tentang untungatau rugi digantungkan pada suatu kejadian yang belum
tentu. Perbedaannya adalah bahwa dalam prjudian tiap-tiap pihak
mengambil bagian atau ikut serta dalam permainan yang hasilnya akan
menetukan untung atau rugi tersebut sedangkan dalam pertaruhan mereka
berada di luar permainan tersebut, malahan adakalanya tidak ada sesuatu
yang dinamakan permainan tetapi hanya ada suatu kejadian saja.
Selanjutnya dalam prjudian hasil dari prmainan tersebut selalu hamper
seluruhnya tergantung pada nasib dan tidak pada kepandaian sedangkan
dala pertaruhan tidak usah demikian.
BAB XIV
PEMBERIAN KUASA
Definisi
Adalah suatu perjanjian dengan mana
seorang memberikan kekuasaan atau wewenang kepada seseorang lain, yang
menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan (pasal
1792).
Kewajiban si kuasa
Si kuasa diwajibkan selama ia belum
dibebaskan, melaksanakan kuasanya, dan ia menanggung segala biaya,
kerugian, dan bunga yang sekiranya dapat timbul karena tidak
dilaksanakannya kuasa tersebut.
Si kuasa bertanggungjawab untuk orang yang telah ditunujuk olehnya sebagai penggantinya dalam melaksanakan kuasanya :
- Jika tidak telah diberikan kekuasaan untuk menunjuk seorang lain sebagai penggantinya.
- Jika kekuasaan itu telah diberikan
kepadanya tanpa tanpa penyebutan seorang tertentu, sedangkan orang yang
dipilihnya itu ternyata seorang yang tak cakap atau tak mampu.
Kewajiban si pemberi kuasa
Si pemberi kuasa diwajibkan memenuhi
perikatan-perikatan yang diperbuat oleh si kuasa menurut kekuasaan yang
ia telah berikan kepadanya. Ia tidak terikat pada apa yang telah
diperbuat selebihnya dari pada itu, selainnya sekadar ia telah
menyetujuinya secara tegas atau secara diam-diam (pasal 1807).
Berakhirnya pemberian kuasa
Pasal 1813 memberikan bermacam-macam cara berakhirnya pemberian kuasa, yaitu :
- Dengan ditariknya kembali kuasanya si jurukuasa
- Dengan pemberitahuan penghentian kuasanya oleh sijurukuasa
- Dengan meninggalnya, pengampunannya atau pailitnya si pemberi kuasa maupun si penerima kuasa
- Dengan perkawinan si perempuan yang memberikan atau menerima kuasa.
BAB XV
PENANGGUGAN UTANG
Devinisi dan sifat-sifat penanggungan
Adalah suatu perjanjian dengan mana
seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri
untuk memenuhi perikatannya si berpiutang, manakala orang ini sendiri
tidka memenuhinya (pasal 1820). Tiada penanggungan , jika tidak ada
suatu perikatan pokok yang sah. Namun dapatlah seorang mengajukan diri
sebagai penanggung untuk suatu perikatan, biarpun perikatan itu dapat
dibatalkan dengan suatu tangkisan yang hanya mengenai dirinya pribadi di
berutang, misalnya dalam hal kebelumdewasaan (pasal 1821). Menurut
pasal 1827 mengatakan bahwa si berutang diawajibkan memberikan seorang
penanggung, harus mengajukan seorang yang mempunyai kecakapan menurut
hukum untuk mengikatkan dirinya, cukup mampu untuk memenuhi perikatannya
dan berdiam di wilayah Indonesia.
Akibat-akibat penanggungan antara kreditur dan penanggung
Si penanggung tidaklah diwajibkan
membayar kepada si berpiutang, selainnya jika siberutang lalai,
sedangkan harta benda si berutang ini harus lebih dahulu di sita dan di
jual untuk melunasi utangnya (pasal 1831). Sipenangguna tidak dapat
menuntut supaya harat-benda si berutang terlebih dahulu di sita dan di
lelang untuk melunasi utangnya, dalam hal:
- Apabila ia telah melepaskan hak istimewanya untuk enuntut dilakukannya lelang-sita lebih dahlu atas hartabenda si berutang.
- Apabila ia telah mengikatkan dirinya bersama-sama dengan si berutang utama secara tanggung menanggung.
- Jika si berutang dapat mengajukan suatu tangkisan yang hanya mengenai dirinya sendiri secarapribadi.
- Jika si berutang berada dalam keadaan pailit.
- Dalam halnya penanggungan yang di printahkan oleh hakim.
Si penanggung da juga mempunyai hak
menuntut penggantian biaya, rugi dan bunga, jika ada alasan untuk itu
(pasal 1839). Sipenanggung dpat menuntut si berutang untuk diberikan
ganti rugi atau untuk dibebaskan dari perikatannya, bahkan sebelum ia
membayar utangnya :
- Apabila ia di gugat di muka hakim untuk membayar
- Apabila si berutang telah berjanji membebaskannya dari penanggungannya di dalam suatu waktu tertentu
- Apabila utangnya telah dapat di tagih karena lewatnya jangka waktu yang telah di tetapkan untuk pembayarannya
- Setelah lewatnya waktu sepuluh tahun jika perikatannya pokok tidak mengandung jangka waktu tertentu untuk pengakhirannya, kecuali apabila perikatannya pokok sedemikian sifatnya, hingga ia tidak dapat diakhiri sebelum lewatnya jangka waktu tertentu, sepertinya suatu perwalian (pasal 1843)
Perikatan yang diterbitkan dari
penanggungan hapus karena sebab-sebab yang sama, sebagaimana yang
menyebabkan berakhirnya perikatan-perikatan yang lainnya (pasal 1845).
Adapun cara-cara berakhirnya perikatan-perikatan itu diatur dalam bab
IV dari buku III B.W. (pasal 1381 dan selanjutnya). Si penanggung
dibebaskan apabilla ia, karena kesalahan si berpiutang, tidak lagi dapat
menggantikan hak-haknya, hiotik-hipotik dan hak-hak istimewanya si
berpiutang (pasal 1848).
BAB XVI
PERDAMAIAN
Perdamaian adalah suatu perjanjian
denganmana kedua belah pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan atau
menahan suatu barang,mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung
atau mencegah timbulnya suatu perkara. Perjanjian ini tidaklah sah,
melainkan jika dibuat secara tertulis (pasal 1851). Untuk mengadakan
suatu perdamaian diperluikan bahwa seorang mempunyai kekuasaan untuk
melepaskan haknya atas hal-hal yang termaksud dalam perdamaian itu.
Tentang kepentingan-kepentingan keperdataan yang terbit dari suatu
kejahatan atau pelanggaran, dapat diadakan perdamaian. Perdamaian
initidak sekali-kali menghalangi pihak kejaksaan untuk menuntut
perkaranya (pasal 1853).
BAB XVII
ARBITRASE
Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata diluar peradilan umum yang di dasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
Arbitrase adalah cara penyelesaian sengketa perdata diluar peradilan umum yang di dasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
Perjanjian Arbitrase adalah suatu
kesepakatan berupa klausula arbitrrase yang tercantum dalam perjanjian
tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa atau suatu
perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul
sengketa.
0 komentar:
Posting Komentar
jangan lupa komentar yah