oleh
Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H.
Penataran kali ini adalah mengenai aspek hukum di pasar modal. Ketentuan di bidang pasar modal ini merupakan satu tatanan di bidang hukum yang diperlukan dalam menunjang pembangunan ekonomi. Pasar modal ini bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan Pertumbuhan dan stabilitas ekonomi nasional ke arah peningkanan kesejahteraan rakyat.
Seperti diketahui hukum merupakan kepentingan manusia baik secara mikro maupun yang bertugas untuk menciptakan keseimbangan masyarakat dan kepastian hukum. Kepentingan
manusia selalu diancam oleh bahaya yang terbesar yang mengancam
kepentingan manusia datangnya justru dari manusia itu sendiri.
Keseimbangan tatanan di dalam masyarakat akan tercipta apabila
kepentingan manusia terpenuhi dan terlindungi. Pencurian, pembunuhan,
sengketa akan menganggu keseimbangan tatanan di dalam masyarakat yang
selalu diusahakan untuk dilenyapkan agar keseimbangan tatanan di dalam
masyarakat pulih kembali. Ditangkapnya dan diadilinya pencuri,
diselesaikannya sengketa akan memulihkan keseimbangan tatanan did lam
masyarakat, masyarakat akan merasa lega. Sekalipun sudah ada
perlindungan kepentingan dalam bentuk kaedah hukum (hukum,
undang-undang), namun manusia masih memerlukan kepastian bahwa
kepentingan akan terpenuhi dan hak dan kewajiban dapat silaksanakan
dengan tentram. Hukum yang bersifat formal mengutamakan kepastian hukum.
Oleh karena itu, untuk melindungi kepentingan manusia, perilaku manusia
itu harus diatur dan perlu diatur pula tentang hak dan kewajiban
secaramerata dan ada kepastian bahwa hak dan kewajiban itu dapat
dilaksanakan disertai dengan sanksi yang memadai terhadap pelanggarnya.
Sering
dikatakan bahwa hukum itu ketinggalan dari peristiwa. Yang dimaksud
ialah bahwa hukumnya(undang-undang) tidak lagi dapat dijangkau peristiwa
yang semula diatur, karena peristiwanya kemudian berkembang dengan
pesat. Hal ini wajar dan tidak mengherankan, karena hukum dalam hal ini
undang-undang, yang dimaksudkan untuk mengatur peristiwa tertentu itu,
sifatnya statis, tidak berubah, tidak berkembang, kecuali diadakan
amandemen oleh pembentuk undang-undang atau dicabut oleh undang-undang.
Bahkan hukum (undang-undang) itu pada hakekatnya tidak mempunyai
kekuatan atau kekuasaan seandainya tidak ada peristiwa, diatur, terjadi.
Baru kalau peristiwa yang menjadi jangkauannya( diatur) terjadi, hukum (
undang-undang) itu menjadi hidup, aktif dan diterapkan oleh hakim
terhadap suatu peristiwa. Hukum yang dituangkan dalam undang-undang itu
dikembangkan oleh hakim dengan putusan. Hukumnya (undang-undangnya)
bersifat statis sementara peristiwanya yang diatur berkembang pesat.
Memang dapat diusahakan agar supaya hukumnya lebih dapat mengikuti
peristiwanya, yaitu dengan merumuskan undang-undang secara umum dan
tidak terlalu kasuistis. Kecenderungannya sekarang ialah bahwa dalam
pembentukan undang-undang mengarah kepada”die flucht in die
generalklausel”, yang artinya bahwa dalam merumusakan undang-undang
lebih mengutamakan rumusan-rumusan yang umum. Hal ini lebih memberi
kebebasan kepada hakim dalam member keadilan. Untuk itu pembentuk
undang-undang harus melihat jauh kedepan guna mengantisipasi terjadinya
peristiwa-peristiwa yang mungkin akan terjadi dikemudian hari. Di
damping itu harus dikuasai pengetahuan tentang ekonomi dan teknologi.
Jadi dengan merumuskan undang-undang secara umum dan dengan melihat jauh
kedepan hukum akan dapat lebih lama mengikuti perkembangna masyarakat
dan dapat lebih lama menjangkau peristiwa atau masyarakat yang
berkembang. Akan tetapi apada suatu saat(cepat atau lambat) hukum atau
undang-undang yang dirumuskan secara umum( tidak kasuistis) itu akhirnya
akan ketinggalan juga karena keseluruhan kegiatan kehidupan manusia itu
sedemikian banyak, baik jenis maupun jumlahnya sehingga tidak mungkin
ditampung dalam satu undang-undang yang itu-itu juga. Hal ini dapat
dilihat dari pekembangan pasar modal yang dituangkan dalam pelbagai
peraturan berturut-turut, dari antara lain UU 15 tahun 1992, keputusan
presiden no. 2 th 1976, keputusan presiden no 53 th 1990 sampai pada UU 8
tahun 1995 tentang pasar modal.
Kepentingan
ekonomi diambah dengan globalisasi ekonomi berkembang sangat pesat.
Kecuali bahwa seperti yang dikemukakan di atas, hukum sebagai sanana
ketinggalan dari kepentingan ekonomi maka terdapat "kesenjangan”(gap)
antara pandangan ekonomi dengan pandangan hukum. pandangan ekonomi
menitik beratkan kepada spekulasi dan keprcayaan sebagaimana terjadi
antara para pengusalra sedangkan pandangan hukum menitik beratkan pada
formalitas, security (kepastian hukum, pembuktian) dan itikad baik.
Peraturan yang terlalu ketat akan membatasi ruang gerak sebaliknya kalau terlalu longgar akan mengurangi kepastian hukum.
Bursa
adalah tempat penawaran atau pertemuan para pedagang (penjual dan
pembeli), yang didirikan untuk kegiatan perdagangan uang dan efek (lihat
Kep.Pres. no.52 tahun 1976 tentang Pasar Modal jo. UU no.15 tahun 1951
tentang Penetapan UU Darurat tentang Bursa, yang kemudian dijadikan UU
no.15 Tahun 1952). Undang-undang no.8 tahun 1995 tentang Pasar Modal
sendiri membedakan antara Bursa Efek dan Pasar Modal: Bursa efek adalah
pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan abu sarana untuk
mernpertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain dengan
tujuan memperdagangkan efek di antara mereka & sedangkan pasar modal
adalah kegiatan penawaran efek yang dilakukan oleh emiten untuk menjual
efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam
undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya.
Yang
dimaksud dengan transaksi bursa di sini ialah pertemuan penawaran jual
beli efek antara bursa efek dengan pihak lain dengan tujuan
memperdagangkan efek, atau kontrak yang dibuat oleh anggota bursa efek
sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh bursa efek mengenai jual
beli efek. Pembicaraan tentang transaksi bursa ini difokuskan pada
perjajian jual beli. sengketa dalam suatu perjanjian pada umurnnya
berkaitan dengan dirugikannya salah satu pihak oleh lawannya. sebelum
membicarakan tentang perjarjian jual beli di pasar modal kiranya perlu
dikemulskan terlebih dahulu tentang teori- teori dasar hukum perjanjian.
Tidak
banyak yang mengetahui bahwa teori dasar mengenai perjanjian itu
merupakan reaksi terhadap putusan pengadilan mengenai jual beli saham.
Dalam tahun 1856 terjadi perkara di pengadilan di Keulen antara
komisioner Weiler dengan firma Oppenheim. Komisioner weiler menerima
tilgram dari firma Oppenheim yang memerintahkan Weiler untuk menjual
sejumlah saham. Kemudian ternyala bahwa tilgramnya cacat dan bahwa
oppenheim menghendaki membeli saham serta bahwa petugas pengirim tilgram
khilaf (salah menangkap). Weiler yang bertindak sebagai komisioner
harus menyerahkan saham-saham yang telah dijualnya dan untuk itu harus
dibelinya kembali, sementara kursnya naik. Dengan demikian Weiler
menderita kerugian dan oleh karena itu menggugat oppenheim untuk
membayar ganti rugi. Pengadilan mengabulkan gugatan weiler. sekalipun
purusan itu sendiri dirasakan memuaskan dari segi kepatutan dan rasa
keadilan, tetapi menimbulkan reaksi dari para ahli hukum (Rutten, 1954:
82).
Kasus
di pengadilan di Keulen tersebut menimbulkan pertanyaan sebagai
berikut. Bagaimanakah penyelesaiannya kalau antara kehendak dan
pernyataannya atau keterangannya itu tidak sesuai terjadi konflik?
Apakah perjanjian terjadi? Kalau terjadi apa dasarnya? Kalau tidak apa
akibatuya? Pertanyaan-pertanyaan mengenai dasar mengikatnya para pihak
dalam perjanjian tersebut menimbulkan tiga teori yang tidak asing lagi,
yang mencoba memberi jawabannya yaitu teori kehendak teori pernyataan
atau Keterangan dan teori kepercayaan. Sekedar sebaga refreshing,
menurut teori kehendak pada dasarnya kalau terjadi pertentangan antara
kehendak dan pernyataannya, maka kehendaklah yang menentukan.
Kehendaklah ymg menyebabkan terjadinya perjanjian. Menurut teori
pernyataan, maka pernyataanlah yang menyebabkan terjadinya perjanjian,
sedang menurut teori kepercayaan, tidak setiap penyataan menyebabkan
terjadinya perjanjian. Kalau terjadi konflik antara kehendak dengan
pernyataan, hanya pernyataan yang menimbulkan kepercayaan bahwa
pernyataan itu sesuai dengan yang dikehendakilah yang diterima atau yang
menyebabkan terjadinya perjanjian.
Karena
yang dibicarakan ini adalah mengenai perjanjian, makna tidak kurang
pentingnya untuk dibicarakan mengenai asas - asas hukum perjanjian.
Seperti
yang telah diketahui maka sistem hukum perjajian. menurut KUHPerdata
itu mengandung konfadiksi di dalamnya: di satu sisi menganut asas
konsensual, yaitu bahwa perjanjian jual beli terjadi dengan terjadinya
kata sepakat, sekalipun pemilikannya belum beralih (pas.1458
KUHPerd),sehingga akan terasa tidak layak atau tidak adil kalau pembeli
yang belum menerima barangnya harus memikul risiko kalau barangnya
musna, Di sisi lain pasal 1460 KUHPerd, yang merupakan pengaruh dari
hukum Perancis menentukan bahwa pembeli harus memikul risiko apabila
barangnya musna" Tidak mengherankan kalau Mahkamah Agung dengan SEMA
no.3/1963 menginstruksikan kepada para hakim untuk tidak menggunakan
passl 1460 KUHPerd.
Berhubung
dengan itu mengingat bahwa pasar modal menggunakan sistem elektronik,
maka yang merupakan masalah ialah mengenai momentum beralihnya hak
milik. Kapankah hak milik itu beralih: pada saat terjadinya transaksi,
pada saat penyerahan saham/uang atau saat nama pembeli tercantum dalam
Daftar Pemegang Saham. Menurut persepsi dan praktek di bursa hak milik
beralih pada saat transaksi.
Sepanjang
pengetahuan saya sengketa transaksi bursa belum ada yang sampai ke
pengadilan, sedangkan sengketa yang ada telah diselesaikan secafra
intern.
DAFTAR ACUAN
Ceril Noerhadi, D.-, 1995, beberapa aspek hukum tentang setelmen saham secara elektronik, lokakarya tinjauan hukum atas efek di bursa dan penyelesaian.
KDEI, 1994, aspek hukum pasar modal : transaksi dan penyelesaian transaksi tanpa sertifikat, Diskusi Panel 1994
Nindyo Pramong 19S7, Sertifikasi saham PT Go Public dan hukum pasar modal di lndonesia, disertasi, PT Citra Adirya Bakti,Bandung
0 komentar:
Posting Komentar
jangan lupa komentar yah