PROPER SEBAGAI INSTRUMEN PENGUKURAN
PENERAPAN CSR OLEH PERUSAHAAN & PERANAN KUNSULTAN HUKUM DALAM PASAR MODAL
CSR secara umum merupakan kontribusi menyeluruh dari dunia usaha terhadap pembangunan berkelanjutan, dengan mempertimbangkan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan dari kegiatannya. Sebagai salah satu pendekatan sukarela yang berada pada tingkat beyond compliance, penerapan CSR saat ini berkembang pesat termasuk di Indonesia, sebagai respon dunia usaha yang melihat aspek lingkungan dan sosial sebagai peluang untuk meningkatkan daya saing serta sebagai bagian dari pengelolaan risiko, menuju sustainability (keberlanjutan) dari kegiatan usahanya. Penerapan kegiatan dengan definisi CSR di Indonesia baru dimulai pada awal tahun 2000, walaupun kegiatan dengan esensi dasar yang sama telah berjalan sejak tahun 1970-an, dengan tingkat yang bervariasi, mulai dari yang paling sederhana seperti donasi sampai kepada yang komprehensif seperti integrasi ke dalam tata cara perusahaan mengoperasikan usahanya.
Mengingat CSR bersifat intangible, maka sulit dilakukan pengukuran tingkat keberhasilan yang dicapai serta sulit untuk dilakukan benchmarking. Oleh
karena itu diperlukan berbagai pendekatan untuk menjadikannya kuantitatif dengan menggunakan pendekatan Triple Bottom Line atau Sustainability Reporting. Dari sisi ekonomi, penggunaan sumber daya alam dapat dihitung dengan akuntansi sumber daya alam, sedangkan pengeluaran dan penghematan biaya lingkungan dapat dihitung dengan menggunakan akuntansi lingkungan.
Pembahasan selanjutnya dari makalah ini lebih difokuskan kepada kuantifikasi penaatan lingkungan dengan menggunakan instrumen PROPER sebagai awal dari pengukuran penerapan CSR dari aspek lingkungan.
Pengungkapan Kinerja Pengelolaan Lingkungan Perusahaan
Berdasarkan UU No. 23 tahun 1997 mengenai Pengelolaan Lingkungan Hidup beserta peraturan pelaksanaannya, kinerja pengelolaan lingkungan wajib diungkapkan dan disampaikan oleh setiap orang/penanggung-jawab kegiatan. Kecuali AMDAL dan pengendalian pencemaran udara, seluruh informasi kinerja pengelolaan lingkungan tersebut hanya disampaikan kepada instansi ingkungan hidup. Masyarakat yang ingin mengetahuinya harus mencari akses sendiri.
Pada era keterbukaan dengan makin didorongnya penerapan corporate governance pada perusahaan serta peran serta yang lebih besar pada masyarakat untuk menilai kinerja pengelolaan lingkungan, keterbatasan akses untuk menyampaikan dan mencari informasi tersebut menjadi kendala.
Beberapa perusahaan skala besar, terutama yang sudah tercatat di pasar modal serta mempunyai dampak yang besar dan penting terhadap lingkungan, secara sukarela mengungkapkan kinerja pengelolaan lingkungannya dalam berbagai spektrum, baik melalui pelaporan yang terpisah maupun menjadi bagian dari Laporan Tahunan. Akan tetapi, jumlah perusahaan yang sudah melakukan pengungkapan informasi pengelolaan lingkungan ini sangat terbatas.
Laporan kinerja pengelolaan lingkungan yang disampaikan perusahaan kepada instansi lingkungan saat ini hanya berupa laporan penaatan (Compliance Report) dengan format dan istilah yang sulit dimengerti oleh orang awam maupun oleh pihak yang berprofesi non lingkungan. Oleh karena itu, adanya penyampaian informasi kinerja ketaatan pengelolaan lingkungan secara informatif kepada publik sangat diperlukan, sekaligus untuk mengukur efektifitas penerapan CSR pada perusahaan.
PROPER
PROPER atau Program Penilaian Peringkat Pengelolaan lingkungan pada perusahaan merupakan instrumen yang digunakan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup untuk mengukur tingkat ketaatan perusahaan berdasarkan
peraturan yang berlaku. PROPER diumumkan secara rutin kepada masyarakat, sehingga perusahaan yang dinilai akan memperoleh insentif maupun disinsentif reputasi, tergantung kepada tingkat ketaatannya. Penggunaan warna di dalam penilaian PROPER merupakan bentuk komunikatif penyampaian kinerja kepada masyarakat, mulai dari terbaik, EMAS, HIJAU, BIRU, MERAH, sampai ke yang terburuk, HITAM. Secara sederhana masyarakat dapat mengetahui tingkat penaatan pengelolaan lingkungan pada perusahaan dengan hanya melihat peringkat warna yang ada. Bagi pihak-pihak yang memerlukan informasi yang lebih rinci, KLH dapat menyampaikan secara khusus.
Aspek penilaian PROPER adalah ketaatan terhadap peraturan pengendalian pencemaran air, pengendalian pencemaran udara, pengelolaan limbah B3, AMDAL serta pengendalian pencemaran laut. Ketentuan ini bersifat wajib untuk dipenuhi. Jika perusahaan memenuhi seluruh peraturan tersebut (in compliance) maka akan diperoleh peringkat BIRU, jika tidak maka MERAH atau HITAM, tergantung kepada aspek ketidak-taatannya. Untuk mencapai peringkat HIJAU atau EMAS, maka diperlukan penerapan jauh melebihi dari yang ditetapkan oleh peraturan (beyond compliance) baik terhadap peraturan tersebut di atas, maupun dengan penerapan perangkat sukarela lainnya seperti Sistem Manajemen Lingkungan, Pengembangan Masyarakat dan Pemanfaatan Sumberdaya alam dan Limbah Jika pada pencapaian peringkat biru digunakan penilaian sistem gugur, maka pada pencapaian peringkat hijau atau emas digunakan penilaian sistem pembobotan.
PENGEMBANGAN MASYARAKAT dan PROPER
Pengembangan masyarakat (Community Development) merupakan salah satu kriteria penilaian PROPER yang terus berevolusi, mulai dari tidak ada (1995), community relation (2002) sampai pengembangan masyarakat (2003). Penilaian CD saat ini relatif sederhana dibandingkan dengan penilaian ketentuan wajib. Mengingat KLH tidak memiliki mandat yang khusus mengenai aspek sosial, maka aspek CD ini dinilai untuk memberikan insentif kepada pihak-pihak yang telah berupaya lebih dari yang ditetapkan. Kriteria penilaian penerapan CD antara lain adalah adanya komitmen, program penerapan, keterlibatan masyarakat, keberhasilan dan penerimaan masyarakat.
Visi CSR di dalam PROPER
Secara umum tingkat ketaatan perusahaan dapat dijadikan tolok ukur bagi pencapaian penerapan CSR oleh perusahaan. Pada perusahaan sampai dengan peringkat BIRU maka maksimum akan memperoleh nilai TAAT. Data ketaatan ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi dampak utama dari kegiatan usaha serta untuk menghitung besarnya dampak. Data serial dapat disusun untuk memperlihatkan trend terhadap upaya CSR yang telah dilakukan. Pada perusahaan yang berpeluang menuju HIJAU dan EMAS, dapat dilakukan pengukuran kinerja CSR berdasarkan data ketaatan seperti dijelaskan pada alinea di atas dan environmental financial statement dengan menghitung biaya yang dikeluarkan untuk end-of-pipe treatment dan biaya yang dihemat karena penerapan eco-efficiency maupun 3R (Reuse, Recycling, Recovery).
Saat ini kriteria penilaian kinerja penaatan pengelolaan lingkungan dilakukan secara umum untuk masing-masing warna peringkat dan berlaku umum untuk seluruh sektor kegiatan. Misalnya, perusahaan A mempunyai ketidak-taatan 700% terhadap baku mutu air limbah akan berperingkat sama dengan perusahaan dengan ketidak-taatan 1000%. Ke depan harus dilakukan perbedaan nilai walaupun warna peringkat tetap sama, sehingga pengukuran CSR pada perusahaan tersebut akan lebih adil. Selanjutnya, kriteria penilaian akan disusun berdasarkan sektornya, sehingga peringkat akan berlaku spesifik karena permasalahan lingkungan pada setiap sektor bersifat spesifik dan tidak dapat dibandingkan antar sektor. Misalnya tingkat kesulitan untuk mencapai peringkat HIJAU akan lebih tinggi pada industri pulp dan kertas daripada industri perakitan elektronik. Penyusunan kriteria spesifik ini juga diperlukan untuk mengatasi kendala sulitnya penerapan pemanfaatan limbah, khususnya limbah B3 pada sektor-sektor industri tertentu.
Untuk penilaian pada tingkat taat (in compliance), saat ini tidak ada insentif penilaian terhadap upaya-upaya yang bersifat eco-efficiency, padahal banyak industri kimia yang pada tingkat taat (BIRU) yang melakukan re-use maupun daur-ulang terhadap air dari proses produksi. Jika kriteria penilaian telah dilakukan secara spefisik maka akan mudah untuk mengetahui tingkat penaatan secara spesifik. Selanjutnya, kinerja biaya pengeluaran dan penghematan biaya yang diperoleh dari upaya pengelolaan lingkungan dapat dihitung. Data ini selanjutnya dapat dikembangkan untuk mengukur kinerja CSR dalam bentuk Triple Bottom Line Report. Saat ini data PROPER sudah banyak digunakan oleh berbagai pihak untuk mengetahui tingkat kinerja penaatan pengelolaan lingkungan pada perusahaan. Sektor perbankan paling banyak menggunakan data PROPER, selain itu beberapa investor yang akan melakukan due-diligence.
Hanya saja sampai saat ini komunitas pasar modal belum menggunakan data PROPER untuk mengukur tingkat ketaatan perusahaan yang tercatat. Beberapa kebijakan yang dikeluarkan baik oleh Bapepam maupun BEJ mengenai pengungkapan informasi pengelolaan lingkungan pada Laporan Keuangan perusahaan khususnya yang mempunyai dampak besar dan penting, hanya bersifat anjuran. Di beberapa negara, kinerja pengelolaan lingkungan telah dijadikan sebagai salah satu benchmark untuk pemilihan investasi seperti pada Dow Jones Sustainability Indexes (DJSI) maupun FTSE4Good Index Series.
JANJI PERINGKAT EMAS ?
Jika medefinisikan CSR secara sederhana sebagai CD, maka penerapan CSR oleh perusahaan peserta PROPER tidak akan menjamin tercapainya peringkat EMAS, jika tidak didahului oleh pemenuhan persyaratan untuk peringkat BIRU. Penerapan CSR pada perusahaan yang telah memenuhi kriteria BIRU pun harus melakukan penerapan SML dan pemanfaatan sumberdaya alam dan limbah untuk memperoleh peringkat EMAS. Dengan catatan, hal ini dapat terjadi jika nilai yang diperoleh memenuhi passing grade untuk EMAS. Jika menggunakan definisi CSR menurut versi Philip Kotler maupun Pemerintah Inggris yaitu: Corporate Social Responsibility (CSR) menurut Philip Kotler adalah commitment to improve community well-being through discretionary business practices and contribution of corporate resources. Pemerintah Inggris mendefinisikan CSR secara prinsip sebagai about companies moving beyond a base of legal compliance to integrating socially responsible behaviour into their core values, in recognition of the sound business benefitsin doing so. maka pengertiannya jadi dibalik: pencapaian peringkat PROPER akan mencerminkan tingkat pencapaian target penerapan CSR yang diklaim oleh perusahaan. Jika perusahaan mencapai peringkat HIJAU atau EMAS, maka perusahaan tersebut relatif socially responsible.
Aspek Tanggunggugat Konsultan Hukum Dalam Rangka Pelaksanaan Keterbukaan (full and disclosure) di Pasar Modal
Pasar Modal merupakan salah satu wadah penghimpun dana dari investor, yang juga sekaligus merupakan wadah yang menjadi penyedia dana (modal) bagi masyarakat yang akan memanfaatkan dana tersebut guna peningkatan maupun pengembangan kegiatan usahanya untuk jangka waktu panjang. Pada dasarnya kegiatan pasar modal perlu diatur dalam peraturan perundang-undangan karena menyangkut berbagai kepentingan yang sangat luas yaitu disamping melibatkan masyarakat yang mempunyai kepentingan dalam kegiatan jual beli efek, namun juga karena kegiatan pasal modal mempunyai dampak penting terhadap sistem perekonomian serta upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Di samping itu juga adanya peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal tersebut diharapkan dapat memberikan kepastian hukum yang menjamin adanya perlindungan hukum bagi investor yang menanamkan dananya di pasar modal, adanya peningkatan profesionalisme para pelaku pasar modal serta terciptanya kegiatan pasar modal yang aman, efisien dan likuid.
Undang-undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) menentukan bahwa setiap perusahaan yang menawarkan efeknya pada pasar modal (emiten), wajib mengungkapkan seluruh informasi mengenai keadaan usahanya termasuk keadaan keuangan, aspek hukum, manajemen dan harta kekayaan perusahaan secara jujur dan tranparan (full and fair disclisure) kepada masyarakat. (Lihat Penjelasan Umum alinea 6 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal). Informasi itu harus dijamin kebenarannya sehingga masyarakat pemodal (investor) dapat mengetahui keadaan keputusan sebelum mengambil keputusan untuk membeli atau tidak membeli efek. Dengan demikian peranan informasi bagi kegiatan pasar modal adalah sangat penting sehingga sering diibaratkan bahwa pasar modal tanpa informasi adalah judi. (Marzuki Usman, 1990:165).
Di samping itu, pernanan profesi penunjang pasar modal sangat menentukan dalam mekanisme kegiatan pasar modal, karena profesi ini yang akan menentukan apakah suatu transaksi efek akan berlangsung secara fair ataukah tidak. Adapun keberadaan profesi penunjang pasar modal diatur dalam Bab VIII Pasal 64-69 Undang-undang No. 8 Tahun 1995. Konsultan hukum pasar modal sebagai salah satu profesi penunjang pasar modal keberadaannya sangat penting dalam proses go public. Hal tersebut berkenaan dengan adanya Pernyataan Pendaftaran perusahaan (emiten) wajib dilengkapi oleh laporan pemeriksaan hukum (legal audit) dari konsultan hukum yang ditunjuk oleh emiten, dan kemudian kewajiban adanya satu pendapat hukum (legal opinion) oleh konsultan hukum yang dimuat dalam prospektus. Di dalam penelitian ini akan dikaji tentang peranan serta sistem tanggung gugat konsultan hukum pasar modal dalam rangka mendukung pelaksanaan prinsip keterbukaan.
Metode Penelitian
Penelitian ini adalan penelitian normatif dan pendekatan masalah dilakukan dengan cara yuridis normatif (dogmatik), yaitu suatu pendekatan dengan menelaah peraturan-peraturan hukum yang telah ditetapkan, guna membahas permasalahan yang ada secara deskriptik-analitik. Bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah bahan-bahan hukum normatif (dogmatik) terdiri atas :
a. Bahan hukum primer, terdiri atas peraturan perundang-undangan di bidang hukum pasar modal, baik berupa undang-undang, peraturan pemerintah, J. Penelit. Din. Sos., Vol. 1 No. 2 Agustus 2000: 65-73 keputusan presiden, keputusan menteri dan peraturan lain yang berhubungan dengan prinsip keterbukaan informasi (full and fair disclosure).
b. Bahan hukum sekunder, terdiri atas buku-buku, artikel, hasil-hasil seminar, laporan-laporan penelitian, kamus, jurnal-jurnal ilmiah di bidang hukum pasar modal, khususnya yang berhubungan dengan prinsip terbukaan informasi (full and fair disclosure). Pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui prosedur indentifikasi dan inventarisasi bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekender secara kritis untuk untuk selanjutnya melalui klasifikasi secara logis sistematis sesuai dengan tema yang terumus dan tujuan dari penelitian ini dengan mempergunakan sistem kartu (card system).
Apabila bahan-bahan hukum primer maupun bahan-bahan hukum sekender yang dimaksud telah diperoleh, maka bahan hukum tersebut diperiksa kembali kelengkapan dan konsistensinya satu sama lain kemudian disistematisir sesuai dengan permasalahan penelitian. Selanjutnya, baik bahan hukum primer maupun sekender diolah secara kualitatif dengan melakukan identifikasi dan invetarisasi proses klasifikasi yang logis sistematis sesuai dengan tema yang terumus untuk dianalisis. Sedangkan analisis data dilakukan secara kualitatif kemudian ditarik kesimpulan dengan menggunakan cara diskriptik-analitik.
Hasil dan Pembahasan
Kewajiban Konsultan hukum Pasar Modal
Kegiatan profesi penunjang pasar modal dilakukan oleh (lihat Pasal 56 PP No.45 Tahun 1995) :
1. Akuntan;
2. Konsultan hukum
3. Pemilik;
4. Notaris.
Namun tidak semua pihak yang berfungsi sebagaimana profesi tersebut di atas dapat menjadi profesi penunjang pasar modal. Agar supaya dapat menjadi Konsultan pasar modal, maka pihak-pihak yang menyandang profesi Konsultan hukum haruslah mendaftarkan diri di Bapepam. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 64 ayat 2 Undang-undang No. 8 Tahun 1995 Jo. Pasal 56 PP No.: 45 Tahun 1995. Dalam rangka melaksanakan tugasnya di dalam kegiatan pasar modal, maka setiap Konsultan hukum pasar modal wajib melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Adanya kewajiban untuk mentaati kode etik dan standar profesi yang ditetapkan oleh asosiasi profesi masing-masing, sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 66 UU No. 8 Tahun 1995. Kode etik dan standar profesi ini dimaksudkan sebagai suatu standar pemenuhan kualitas minimal jasa yang diberikan kepada kliennya, dan merupakan suatu kewajiban bagi setiap Profesi Penunjang Pasar Modal untuk mentaatinya. Berkenaan dengan hal tersebut, konsultan hukum terwadahi dalam asosiasi profesinya yang disebut HKPM. Pada umumnya standar profesi penunjang pasar modal memiliki tiga unsur utama yaitu (Charles F. Hemphill & Judi a. Long, 1994:157):
a. Adanya integritas, yaitu yang bersangkutan menjalankan usahanya dengan integritas yang tinggi;
b. Adanya keharusan bersikap hati-hati dan teliti, serta memiliki tanggung jawab penuh sesuai dengan keahliannya (duty skill of care);
c. Memegang prinsip know your costumer atau mengetahui latar belakang klien atau nasabahnya yang berinvestasi. Dengan demikian kode etik standart profesi dari konsultan hukum, dan setiap Profesi Penunjang Pasar Modal, harus dijaga seketat mungkin di dalam kegiatan pasar modal. Hal tersebut dimaksudkan agar supaya tidak pernah terjadi kompromi atau kolusi antara konsultan hukum pasar modal dengan emiten, yang sebenarnya menjadi sumber pendapatan dari konsultan hukum pasar modal tersebut dan diharapkan jangan terjadi adanya laporan dari konsultan hukum pasar modal tersebut yang sepertinya direkayasa untuk memenuhi selera emiten, misalnya adanya pendapat hukum (legal opinion) yang tidak berdasarkan pada data atau fakta yang telah diungkapkan dalam pemeriksaan hukum (legal audit).
2. Adanya kewajiban untuk memberikan pendapat dan penilaian yang independen, sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 67 UU No. 8 Tahun 1995. Hal tersebut dimaksdukan agar supaya pendapat dan penilaian yang diberikan oleh Konsultan hukum Pasar Modal dilakukan secara profesional dan bebas dari pengaruh pihak yang memberikan tugas, sehingga pendapat atau penilaian yang diberian obyketif dan wajar, serta harus menghindari benturan kepentingan (conflick of inferest), yang mempengaruhi kebebasan dan independen. Hal tersebut berakibat adanya larangan bagi konsultan hukum pasar modal, antara lain memberikan jasa-jasa bagi emiten yang terafiliasi, membuat perjanjian bagi kepentingan dalam efek atau bagian dari laba emiten. (Tutik Hadiputranto, 1994:17). Adapun yang dimaksudkan dengan pihak terafiliasi adalah : (Pasal 1 angka 1 UU No. 8 Tahun 1995).
a. hubungan keluarga karena perkawinan dan keterunan sampai derajat kedua, baik secara horizontal maupun vertikal;
b. hubungan antara pihak dengan pegawai, direktur, atau komisaris dari pihak tersebut;
c. hubungan antara 2 (dua ) perusahaan dimana terdapat satu atau lebih anggota direksi atau dewan komisaris yang sama;
d. hubungan antara perusahaan dan pihak, baik langsung maupun tidak langsung, mengendalikan atau dikendalikan oleh perusahaan tersebut;
e. hubungan antara 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan baik langsung maupun tidak langsung, oleh pihak yang sama;
f. hubungan antara perusahaan dan pemegang saham utama.
Dengan demikian dituntut adanya kejujuran dari setiap konsultan hukum pasar modal untuk betul-betul berpraktek secara indenpenden, dan diharapkan tidak menjadi kepanjangan tangan dari emiten. Hal tersebut dimungkinkan karena adanya tendensi untuk membuat suatu jasa pelayanan profesional dalam bisnis pasar modal, yang keberadaan dalam satu atap, dimana melibatkan emiten sebagai pemilik modalnya. Untuk itu setiap konsultan hukum pasar modal dalam rangka penjalankan tugasnya dituntut untuk mengkaji dan mempelajari semua dokumen dari cara emiten, bukan sekedar percaya kepada keterangan/informasi yang diberikan oleh direksi dan/atau komisaris, yang biasanya hanya berupa fotocopy dokumen.
3. Adanya kewajiban dalam melakukan due diligence. Due diligence merupakan kewajiban mutlak bagi piohak yang berkepentingan, dalam hal ini Konsultan hukum pasar modal, untuk memverifikasikan keakuratan dari prinsip keterbukaan yang berhubungan dengan sekuritas perusahaan dan merupakan standar untuk penyelidikan dan penelitian yang merupakan bagian dari proses go public (Asril Sitompul, 1999:25). Dengan demikian due diligence dapat dimaknakan sebagai suatu penelitian yang mendalam, yang dilakukan oleh Konsultan hukum pasar modal dalam proses penawaran umum oleh Emiten. Tujuan utama adanya kewajiban due diligence ini adalah:
a. untuk memastikan bahwa perusahaan itu telah lulus dan telah memenuhi persyaratan untuk dapat menawarkan efeknya;
b. merupakan persiapan untuk melakukan pembelaan diri bagi setiap setiap profesi penunjang pasar modal apabila terjadi tuntutan atau gugatan dari pihak-pihak yang dirugikan dalam rangka penawaran umum efek tersebut.
Hal ini sejalan dengan ketentuan di dalam penjelasan Pasal 80 UU No. 8 Tahun 1995, yang menentukan diantaranya sebagai berikut:
“profesi penunjang pasar modal tidak dapat dituntut ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh pemodal apabila … telah melakukan langkah-langkah konkrit yang diperlukan untuk memastikan kebenaran dari pernyataan atau keterangan yang diungkapkan dalam Pernyataan Pendaftaran”.
Selanjutnya dalam rangka pelaksaan due diligence tersebut, hal-hal pokok yang menjadi perhatian Konsultan hukum pasar modal dapat diperinci sebagai berikut
a. Konsultan hukum wajib untuk meneliti keabsahan dokumen-dokumen penting perusahaan, seperti izii-izin dari lembaga pemerintah, sertifikat tanah dan bangunan, lisensi-lisensi serta lingkungan hidup;
b. Konsultan hukum wajib untuk meneliti keabsahan Akta Pendirian berserta perubahan-perubahannya, untuk memastikan tidak ada perubahan yang menyebabkan kerugian bagi perusahaan, seperti pengendalian perusahaan, tata cara pemilikan organ perseroan;
c. Konsultan hukum wajib untuk meneliti Anggaran Dasar perusahaan berserta perubahan-perubahan, untuk memastikan tidak ada ketentuan dalam pasal-pasalnya yang akan membawa akibat yang kurang baik bagui proses penawaran umum efek perusahaan;
d. Konsultan hukum wajib untuk meneliti catatan-catatan/risalah rapat (RUPS/direksi, untuk dapat mengetahui keputusan rapat dan segala hal yang terjadi sewaktu rapat tersebut berlangsung;
e. Konsultan hukum wajib untuk meneliti Perjanjian hutang untuk memastikan adanya tidak adanya perjanjian yang berakibat tidak baik terhadap hukum dimasa yang akan datang;
f. Konsultan hukum wajib untuk meneliti Kontrak-kontrak dengan pemasok, untuk menjamin tidak ada kontrak-kontrak yang disembunyikan yang akan berakibat merugikan perusahaan dimasa yang akan datang;
g. Konsultan hukum wajib untuk meneliti Proses hukum yang sedang berjalan dan mungkin akan terjadi, yang dapat mengancam kelancaran bisnis perusahaan.
Peranan Konsultan Hukum Pasar Modal
Dalam melaksanakan tugasnya Konsultan hukum pasar modal mempunyai peranan sebagai berikut:
1. Membantu membereskan segala aspek hukum suatu perusahaan yang akan go
publik, dengan jalan memberikan nasehat dan pendapat yang diperlukan oleh emiten, juga pendapatnya tentang emiten sendiri yang dimuat dalam prospektus yang diterbitkan dalam rangka emisi (Dana Reksa, 1987:92). Hal tersebut diwujudkan dengan pembuatan legal audit (pemeriksaan hukum) dan legal opinion (pendapat hukum). Legal audit dipakai oleh seorang Konsultan hukum pasar modal sebgai landasan untuk membuat legal opinion. Serta legal opinion ini wajib dimuat dalam prospektus yang dibuat oleh Emiten. Sebagaimana ditentukan dalam Keputusan Ketua Bapepam No. KEP-51/PM/1996, bahwa pendapat dari Konsultan hukum pasar modal antara lain meliputi:
a. keabsahan akta pendirian serta Anggaran Dasar dan perubahan-perubahannya;
b. keabsahan perjanjian-perjanjian dalam rangka Penawaran Umum dan perjanjian penting lainnya;
c. apakah semua izin dan persetujuan yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan usaha yang direncanakan Emiten telah diperoleh;
d. status pemilikan aktiva yang materiil dari Emiten;
e. sengketa (litigasi) yang penting dan relevan, tuntutan perdata atau pidana serta tindakan hukum lainnya menyangkut Emiten, komisaris atau direktur;
f. apakah modal Emiten dan perubahan-perubahan yang direncanakan, diajukan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan telah memperoleh semua persetujuan yang diperlukan;
g. hal-hal yang materiil lainnya sehubungan dengan status hukum dari Emiten dan penawaran Efek yang akan dilaksanakan.
Di samping itu berkenaan dengan pendapat hukum, ada beberapa aspek yang menonjol dalam pendapat hukum, yaitu (PPH, 1992:49):
a. Pendapat hukum merupakan dasar penilaian perjanjian;
b. Pendapat hukum haruslah yang dapat diterima oleh perjanjian;
c. Pendapat hukum haruslah dibuat oleh konsultan yang ditunjuk oleh Emiten dan berkulaitas sebagai konsultan hukum yang independen.
2. Membenahi suatu perusahaan yang akan go publik, misalnya dengan melakukan restrukturisasi dalam berbagai hal;
3. Ikut mendampingi dan memberikan advis hukum kepada kliennya, yang diduga telah melakukan pelanggaran hukum pasar modal;
4. Ikut membantu profesi lain yang terlibat dalam kegiatan pasar modal untuk menangani masalah-masalah hukum, seperti membantu notaris, akuntan, underwriter dalam pembuatan kontrak-kontrak;
5. Merupakan mitra pemerintah, dalam hal ini Bapepam untuk memecahkan berbagai peraturan hukum pasar modal.
Tanggung Gugat Konsultan Hukum Pasar Modal
Pada prinsipnya tanggung gugat Konsultan hukum pasar modal hanya terbatas pada pendapat atau keterangan yang diberikannya dalam rangka pernyataan pendaftaran baik dalam bentuk legal audit maupun legal opinion, oleh karena itu investor hanya dapat menuntut ganti rugi atas kerugian yang timbul akibat dari pendapat atau penilaian yang diberikan oleh Konsultan hukum pasar modal tersebut (lihat Pasal 80 ayat (2) UUPM beserta penjelasannya). Bahkan lebih lanjut ditentukan dai dalam Pasal 80 ayat 3 UU No. 8 Tahun 1995, bahwa Konsultan hukum pasar modal tidak bertanggung gugat atas kerugian yang diderita oleh investor apabila Konsultan hukum pasar modal
tersebut telah melakukan penilaian atau memberikan pendapatnya secara profesional. Adapun penilaian atau pendapat tersebut dianggap telah diberikan secara profesional apabila telah memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Pekerjaannya telah dilakukan sesuai dengan norma pemeriksaan;
b. Sesuai pula dengan prinsip-prinsip dan kode etik profesinya;
c. Pendapatnya atau penilaiannya itu telah diberikan secara independen;
d. Telah pula melakukan langkah-langkah kongkrit yang diperlukan untuk memastikan kebenaran dari pernyataan atau keterangan yang diungkapkan dalam suatu Pernyataan Pendaftaran, dalam hal ini sering disebut kewajiban due diligence (pemeriksaan yang mendalam).
Kriteria tersebut ditentukan secara tegas di dalam penjelasan Pasal 80 ayat 3 yang bunyi lengkapnya adalah sebagai berikut: “Penjamin Pelaksana Emisi Efek atau Profesi Penunjang Pasar Modal tidak dapat dituntut ganti rugi atas kerugian yang dideriat oleh pemodal apabila penjamin pelaksana emisi efek atau profesi penunjang pasar modal tersebut telah melakukan penilaian atau memberikan pendapatnya secara profesional, dalam arti pekerjaannya telah dilaksanakan sesuai dengan norma pemeriksaan, prinsip-prinsip dan kode etik masing-masing profesi, dan pendapatnya atau penilaiannya itu telah diberikan secara independen. Selain itu, penjamin pelaksana emisi efek atau profesi penunjang pasar modal telah melakukan langkah-langkah kongkrit yang diperlukan untuk memastikan kebenaran dari pernyataan atau keterangan yang diungkapkan dalam Pernyataan Pendaftaran”
Berkenaan dengan adanya tuntutan ganti rugi di atas maka perlu diperhatikan adanya ketentuan di dalam Pasal 80 ayat 4 UU No. 8 Tahun 1995 yang menyebutkan bahwa tuntutan ganti rugi itu hanya diajukan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak pernyataan pendaftaran efektif.
Kesimpulan Dan Saran
Berdasarkan keseluruhan uraian di atas, maka dari penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
a. Dalam rangka mewujudkan pelaksanaan prinsip keterbukaan informasi di dalam kegiatan pasar modal, tidak terlepas dari peranan Konsultan hukum, sebagai salah satu profesi penunjang pasar modal. Konsultan hukum pasar modal tersebut diberi tugas untuk memberikan pendapat, keterangan/persetujuan berkenaan dengan Emiten dalam rangka pernyataan pendaftaran, dalam hal ini dalam bentuk pemeriksaan hukum (legal audit) dan pendapat hukum (legal opinion).
b. Dalam rangka melaksanakan bidang tugasnya tersebut, Konsultan hukum pasar modal diwajibkan mematuhi kode etik dan standar profesi yang ditetapkan oleh asosiasinya, dalam hal ini HKPM (Himpunan Konsultan hukum Pasar Modal), yang bersifat independen, serta harus mematuhi pula segala ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
c. Untuk menjamin agar pendapat dan keterangan yang diberikan oleh Konsultan Hu-kum pasar modal benar-benar sesuai dengan kode etik dan standar profesi, diberikan secara independen serta mendukung prinsip keterbukaan, maka ditentukan adanya kewajiban untuk ikut bertanggung gugat atas kerugian yang diderita investor dalam hal pendapat dan keterangan yang diberikan tidak sesuai dengan yang dimaksud.
0 komentar:
Posting Komentar
jangan lupa komentar yah