SELAMAT DATANG DI BLOG IRWAN GRAVES TEMPAT SHARING MASALAH HUKUM DAN LAIN-LAIN SYA MENYEDIAKAN BERBAGAI MAKALAH BUAT KAWAN SEMUA SILAHKAN TELUSURI SETIAP POSTING
Kali ini irwan graves akan share tentang Makalah , namun sebelumnya harab bersabar karena kita akan berbasa-basi dulu, kenapa selalu harus berbasa-basi ketika posting ? Karena itu adalah ciri khas irwan graves
BAGI KAWAN YANG INGIN SHARE SILAHKAN COPAS LINK SAYA
SELAMAT BERTELUSUR SEMOGA ARTIKEL YANG SAYA POSTING BERMANFAAT BAGI KAWAN SEMUA
BUAT KAWAN SEMUA JANGAN LUPA TINGGALKAN KOMENTAR DARI ARTIKEL YANG SAYA POSTING
Home » makalah kesehatan » bagaimana hubungan katakteristik ibu menyusui terhadap pemberian ASI eksklusif
bagaimana hubungan katakteristik ibu menyusui terhadap pemberian ASI eksklusif
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
belakang
Peningkatan
sumber daya manusia (SDM) di mulai sejak masa hamil, bayi, anak sekolah, dewasa
sampi usia lanjut atau yang dikenal dengan pendekatan siklus kehidupan. Setiap
tahap dari siklus tersebut, manusia menghadapi masalah gizi yang berbeda yang
harus diatasi dengan cepat dan tepat waktu. Salah satu upaya untuk memperoleh
tumbuh kembang yang baik adalah dengan pemberian air susu ibu ( ASI ) secara
eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan, selanjutnya pemberian asi di lanjutkan
sampai bayi berumur 24 bulan. Oleh karena itu, meyiapkan dan mengajarkan ibu
agar dapat memberikan asi dengan benar merupakan bagian dari upaya peningkatan
SDM. Kerena bayi dan anak lebih sehat sehingga akan menurunkan angka kesakitan
dan kematian bayi, sekaligus meningkatkan kualitas SDM yang bersangkutan (
DepkesRI, 2005)
Salah satu
pengalaman yang berharga yang di alami ibu dan bayi adalah menyusui ASI secara
eksklusif. Sayangnya tidak semua ibu menyadari akan pentingnya pemberian ASI
eksklusif tersebut. ASI mengandung semua nutrisi penting yang di perlukan bayi
untuk tumbuh kembangnya, di samping itu juga mengandung antibodi yang membantu
bayi membangun sistem kekebalan tubuh dalam masa pertumbuhannya. Pemberian ASI
eksklusif juga dapat menciptakan ikata psikologis dan kasih sayang yang kuat
antara ibu dan bayi. Dalam era globalisasi banyak ibu yang bekerja, keadaan ini
sering menjadi kendala bagi ibu untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayinya
sehingga pemberian ASI eksklusif mungkin tercapai ( mardiati, 2008 )
Hak
bayi mendapat ASI diartikan mendapat ASI sesuai dengan resolusi World Healty Asembly ( WHA ) tahun 2001,
yaitu bayi mendapat ASI eksklusif sejak lahir sampai usia enam bulan,
selanjutnya di berikan MP-ASI dan pemberian asi di teruskan sampai usia yaitu 2
tahun atau lebih ( IDAI Cab.DKI jakarta, 2009 )
Praktek pemberian ASI di negara berkembang telah berhasil
menyelamatkan sekitar 1,5 juta pertahun dari kematian dan kesakitan. Atas dasar
tersebut. World health organization (WHO)
merekomendasikan untuk hanya memberikan ASI sampai bayi 6 bulan. Setiap
tahunnya lebih dari 25.000 bayi di indonesia dan 1,3 juta bayi di seluruh dunia
dapat di selamatkan dar kematian dengan pemberian ASI eksklusif (defkes RI
2005).
Bersadarkan penelitian WHO (2000) di enam negara berkembang,
resiko kematian bayi antara usia 9-12 blan meningkat 40% jika bayi tersebut
tidak di susui, untuk bayi berusia di bawah dua bulan, angka kematian ini
meningkat menjadi 48% (Roesli, 2008).
Pemberian ASI secara eksklusif dapat mencegah kematian balita
sebanyak 13%. Pemberian makanan pendamping ASI pada saat 6 bulan dan jumlah
yang tepat dapat mencegah kematian balita sebanyak 6% sehngga pemberian ASI
eksklusif selama 6 bulan dilanjutkan dengan pemberian ASI sampai lebih 2 tahun
bersama makanan pendamping ASI yang tepat dapat mencegah kematian balita
sebanyak 19%(Suradi, 2008).
Berdasarkan
data survei Demografi dan kesehatan Indonesia(SDKI) 1999 dan 2007 di laporkan
bahwa ibu-ibu yang memberikan ASI eksklusif kepada bayinya bawah 4 bulan baru
mencapai 47% dan 52%. Angka ini jauh dari target yang harus di capai dalam
repelita VI yaitu 80% untuk mencapai target ini perlu usaha yang keras melalui
penyuluhan kepada masyarakat luas (purnawati, 2003).
Menurut
survei dan demografi dan kesehatan indonesia ( SDKI ) tahun 1999 dan 2007,
lebih dari 95% pernah menyisui bayinya. Tapi, jumlah ibu yang menyusui dalam 1
jam petama, cenderung menurun 8% pada
tahun 1999 3,7 % pada tahun 2007. Cakupan ASI eksklusi 6 bulan juga menurun
dari 42 % pada tahun 1999 menjadi 39,5% pada tahun 2007 ( AIMI, 2005 ).
Pemberian
ASI eksklusif pada bayi umur kurang 4 bulan 49,2%. Pemberian ASI eksklusif di
daerah perkotaan lebih rendah 44,3% di bandingkan perdesaan 52,9%. Ibu-ibu di
jawa bali lebih rendah memberikan ASI eksklusif di bandingkan kawasan lainya
yaitu 44% edangkan kawasan timur indonesia 60% dan di sumatra 55% ( tim
surkesns, 2001 ).
Proporsi
pemberian ASI pada bayi kelompok usia 0 bulan 73,1%, 1 bulan 55,5%, 2 bulan
43%, 3 bulan 36%, dan kelompok usia 4 bulan 16,7%. Dengan bertambahnya usia
bayi terjadi penurunan pola pemberian ASI sebesar 1,3 kali atau sebesar 77,2%.
Hal ini memberikan adanya hubungan antara pemberian ASI dengan sosial ekonomi
ibu dimana ibu mempunyai sosial ekonomi
rendah mempunyai peluang 4,6 kali untuk memberikan ASI dibanding ibu dengan
sosal ekonomi tinggi. Bertambahnya pendapat keluarga atau status sosial yang
tinggi serta lapangan pekerjaan bagi perempuan berhubungan dengan pemberian
susu botol. Artinya mengurangi kemungkinan untuk menyusui bayi dalam waktu yang
lama ( irwansyah, 2005 )
Berdasarkan
uraian diatas menunjukkan masih rendahnya tingkat pemberian ASI eksklusif oleh
ibu pada bayinya. Hal ini disebabkan banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi
ibu dalam pemberian ASI eksklusif. Oleh karena itu, sebagai upaya untuk lebih
mengetahui dan memahami bagai mana tingkat pemberian ASI eksklusi yang
diberikan oleh ibu pada bayinya.,maka peneliti mencoba membahasnya dalam bentuk
proposal dengan judul “Hubungan Karakteristik Ibu Menyusui Terhadap Pemberian
ASI Eksklusf di Wilayah Kerja Puskesmas Wundulako tahun 2011.
1.2.Rumusan
masalah
Berdasarkan
latar belakan yang telah di kemukakan maka dapat di rumuskan permasalahan dalam
penelitian ini adalah : “bagaimana hubungan katakteristik ibu menyusui terhadap
pemberian ASI eksklusif”.
1.3.Tujuan
penelitian
1.3.1.
Tujuan
umum
Untuk
mengetahui ubungan karakteristik ibu menyusui terhadap pemberian ASI eksklusif.
1.3.2.
Tujuan
khusus
1. Untuk
mengetahui hubungan faktor umum ibu terhadap pemberian ASI eksklusif
2. Untuk
mengetahui hubungan faktor pendidikan ibu terhadap pemberian ASI eksklusif
3. Untuk
mengetahui hubungan faktor pekerjaan ibu terhadap pemberian ASI eksklusif
4. Untuk
mengetahui hubungan faktor pendapatan ibu terhadap pemberian ASI eksklusif.
5. Untuk
mengetahui prevalensi pemberian ASI eksklusif terhadap karakteristik ibu.
1.4.Manfaat
penelitian
1. Untuk
pengembanagan wawasan bagi peneliti dalam melaksanakan penelitian
2. Untuk
di jadikan bahan masukan bagi ekademi DIII kebidanan stik avicenna kendari
3. Untik
memberikan informasi kepada petugas kesehatan di puskesmas tentang pelaksanaan
pemberian ASI eksklusif.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 ASI
ASI adalah emulsi lemak
dalam larutan protein, laktosa, dan garam – garam organik yang disekresi oleh
ketua belah kelenjar payudara yang berguna sebagai makanan yang utama bagi bayi
( Roesli, 2000 ).
ASI mengandung nutrisi,
hormon, unsur kekebalan faktor pertumbuhan, anti alergi, serta anti infalamasi.
Sehingga ASI merupakan makanan yang mengcukupi seluruh unsur kebutuhan bayi baik
fisik, psikologi, sosial, maupun spiritual(purwanti,2004).
2.2 Stadium ASI (purwanti,2004)
2.2.1. ASI stadium I
ASI stadium I adalah
kolostrum merupakan cairan yang pertama disekresi oleh kelenjar payudara dari
hari kehari ke- I sampai hari ke-4. Setelah persalinan komposisi kolostrum ASI
mengalami perubahan. Kolostrum berwarna kuning keemasan disebabkan oleh
tingginya komposisi lemak dan sel-sel hidup. Kolostrum merupakan pencahar yang
membersihkan mekonium sehingga mukosa usus bayi yang baru lahir segera bersih
dan siap menerima ASI. Hal ini menyebabkan bayi yang mendapat ASI pada minggu
ke-1 sering defekasi dan feses berwarna hitam.
Kandungan tertinggi dalam kolostrum
adalah antibodi yang siap melindungi bayi saat kondisinya masih lemah.
Kandungan protein dalam kolostrum lebih tinggi di bandingkan dengan kandungan
protein dalam susu matur. Jenis protein globulin membuat konsistensi kolostrum
menlebih banyak jadi pekat ataupun padat sehingga bayi lebih lama merasa
kenyang meskipun hanya dapat sedikit kolostrum.
Lemak kolostrum lebih banyak
mengandung kolestrol dan lisotin sehingga bayi sejak dini sudah terlatih
mengolah kolestrol. Kandungan hidrat arang kolostrum lebih rendah di bandingkan
susu matur akibat dari aktivitas bayi pada 3 hari pertama masih sedikit dan
tidak memerlukan banyak kalori. Total kalori kolostrum hanya 58 kal/100 ml
kolostrum.
2.2.2
ASI stadium II
ASI stadium II adalah
ASI peralihan. ASI ini di produksi pada hari ke-4 sampai hari ke-10. Komposisi
protein makin rendah, sedangkan lemak dan hidrat arang makin tinggi, dan jumlah
volume ASI semakin meningkat. Hal ini merupakan pemenuhan terhadap aktivitas
bayi yang mulai aktif karena bayi sudah beradaptasi terhadap lingkungan. Pada
masa ini, pengeluaran ASI mulai stabil begitu juga kondisi fisik ibu. Keluhan
nyeri pada payudara sudah berkurang. Oleh karena itu, yang perlu ditingkatkan
adalah kandungan protein dan kalsium dalam makanan ibu.
2.2.3
ASI stadium III
ASI stadium III adalah ASI matur.
ASI yang di deskresi dari hari ke-10 sampai seterusnya. ASI matur merupakan
nutrisi bayi yang terus berubah disesuaikan denganperkembangan bayi sampai
berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan, bayi mulai di kenalkan dengan makanan lain
selain ASI.
2.3.Zat
Gizi ASI
2.3.1
Karbohidrat
Laktosa adalah karbohidrat utama
dalam ASI dan berfungsi salah satu sumber energi untuk otak. Kadar laktosa yang
terdapat dalam ASI hampir 2 kali lipat di bandingkan laktosa yang di temukan
pada susu sapi. Namun demikian angka kejadian diare yang di sebabkan karena
tidak dapat di mencerna laktosa (intoleransi laktosa ) jarang di temukan pada
bayi yang mendapat ASI. Hal ini di sebabkan karena penyerapan laktosa dalam
kolostrum tidak terlalu tinggi, tetapi jumlahnya meningkat terutama laktosa
pada ASI transisi (7-11114 hari setelah melahirkan). Sesudah melewati masa ini
maka kadar karbohidrat ASI relatif stabil (IDAI cab. DKI jakarta,2008).
2.3.2
protein
Kandungan protein ASI cukup tinggi
dan komposisinya berada dengan protein yang terdapat dalam susu sapi. Protein
dalam ASI dan susu sapi terdiri dari protein whey dan casein. Protein dalam ASI
lebih banyak terdiri dari protein whey yang lebih mudah di serap oleh usus
bayi, sedangkan susu sapi lebih banyak menggandung protein casein yang lebih
sulit di cerna oleh usus bayi. Jumlah protein casein yang terdapat dalam ASI
hanya lebih sulit di cerna oleh usus bayi. Jumlah protein casein yang terdapat
dalam ASI hanya 30% di banding susu sapi yang menggandung jumlah lebih tinggi
(80%). Di samping itu, beta laktoglobulin yaitu fraksi dari protein whey yang
banyak terdapat pada susu sapi tidak terdapat dalam ASI. Beta laktoglobulin ini
merupakan jenis protein yang potensial menyababkan alergi.
ASI juga kaya akan mukleotida
(kelompok berbagai jenis senyawa organik yang tersusun dari 3 jenis yaitu basa
nitrogen, karbohidrat, dan fosfat) di banding dengan susu sapi yang mempunyai
zat gizi ini dalam jumlah sedikit. Di samping itu kualitas nukleotida ASI juga
lebih baik di banding susu sapi. Nukleotida ini mempunyai peran dalam
meningkatkan pertumbuhan dan kematangan usus, merangsang pertumbuhan bakteri
baik yang di dalam usus, dan meningkatkan penyerapan besi dan daya tahan tubuh
(IDAI cab. DKI jakarta, 2008).
2.3.3
lemak
Kadar lemak dalam ASI lebih tinggi
di banding dengan susu sapi. Kadar lemak yang tinggi ini di butuhkan untuk
mendukung pertumbuhan otak yang cepat selama masa bayi. Terdapat beberapa
perbedaan antara profil lemak yang di temukan dalam ASI dan susu sapi. Lemak
omega 3 dan omega 6 yang berperan pada perkembangan otak bayi banyak di temukan
dalam ASI. Di samping itu ASI banyak mengandung banyak asam lemak rantai
panjang diantaranya asam dokosaheksonik (DHA) dan asam arakidonat (ARA) yang
berperan terhadap perkembangan jaringan saraf dan retina mata.
\ ASI menggandung asam lemak jenuh dan
tak jenuh yang seimbang di banding susu sapi yang lebih banyak mengandung asam
lemak jenuh. Seperti yang kita ketahui komsumsi asam lemak jenuh dalam jumlah
banyak dan lama tidak baik untuk kesehatan jantung dan pembuluh darah
(IDAIcab.DKI jakarta, 2008).
2.3.4
karnitin
Karnitin ini mempunyai peran
membantu proses pembentukan energi yang di perlukan untuk mempertahankan
metabolisme tubuh. ASI menggandung kadar karnitinyang tinggi terutama pada 3
minggu pertama menyusui, bahkan di dalam kolostrum kadar karnitin lebih tinggi
lagi. Konsentrasi karnitin bayi yang mendapat ASI lebih tinggi di banding
dengan bayi yang mendapat susu formula (IDAI cab, DKI jakarta, 2008).
2.3.5
vitamins
Ditulis Oleh : irwansyah Hari: Jumat, Juni 08, 2012 Kategori: makalah kesehatan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
jangan lupa komentar yah