SELAMAT DATANG DI BLOG IRWAN GRAVES TEMPAT SHARING MASALAH HUKUM DAN LAIN-LAIN SYA MENYEDIAKAN BERBAGAI MAKALAH BUAT KAWAN SEMUA SILAHKAN TELUSURI SETIAP POSTING
Kali ini irwan graves akan share tentang Makalah , namun sebelumnya harab bersabar karena kita akan berbasa-basi dulu, kenapa selalu harus berbasa-basi ketika posting ? Karena itu adalah ciri khas irwan graves
BAGI KAWAN YANG INGIN SHARE SILAHKAN COPAS LINK SAYA
SELAMAT BERTELUSUR SEMOGA ARTIKEL YANG SAYA POSTING BERMANFAAT BAGI KAWAN SEMUA
BUAT KAWAN SEMUA JANGAN LUPA TINGGALKAN KOMENTAR DARI ARTIKEL YANG SAYA POSTING
Home » Makalah Hukum » PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1464/MENKES/PER/X/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1464/MENKES/PER/X/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1464/MENKES/PER/X/2010
TENTANG
IZIN DAN PENYELENGGARAAN
PRAKTIK BIDAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA
Menimbang :
a.
Bahwa
untuk melaksanakan ketentuan pasal 23 ayat (5) undang-undang nomor 36 tahun
2009 tentang kesehatan perlu mengatur izin dan penyelenggaraan praktik bidan
b.
Bahwa
dalam rangka menyelaraskan kewenangan bidan dengan tugas pemerintah untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang merata, perlu merevisi peraturan
menteri kesehatan nomor HK.02.02/Menkes/149/I/2010 tentang izin dari
penyelenggaraan praktik bidan.
c.
Bahwa
berdasarkanpertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan kembali peraturan menteri kesehatan tentang izin dan penyelengaraan
praktik bidan;
Mengingat :
1.
Undang-undang
nomor 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran (lembaga Negara republic
Indonesia tahun 2004 nomor 116. Tambahan lembaran Negara republic Indonesia
nomor 4431)
2.
Undang-undang
nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah (lembaga Negara republic
Indonesia tahun 2004 nomor 125tambaran lembaran Negara republic Indonesia nomor
4437)sebagaimana telah di ubah terakhir dengan undang-undang nomor 12 tahun
2008 tentang perubahan kedua atas undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah (lembaran Negara republic Indonesia tahun 2008 nomor59,
tambahan lembaran Negara republic Indonesia nomor4844);
3.
Undang-undang
nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan (lembaran Negara republic Indonesia tahun
2009 nomor 144, tambahan lembaran Negara republic Indonesia nomor 5063);
4.
Undang-undang
nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit (lembaran Negara republic Indonesia
tahun 2009 nomor 153 tambahan lembaran Negara republic Indonesia nomor 5072);
5.
Peraturan
pemerintah nomor 32 tahun 1996 tentang tenaga keehatan (lembaran Negara
republic Indonesia nomor 3637);
6.
Peraturan
pemerintah nomor 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintah antara
pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota
(lembaran Negara republic Indonesia tahun 2007 nomor 82 tambahan lembaan Negara
republic Indonesia nomor 4737);
7.
Peraturan
menteri kesehatan nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang organisasi dan tata
kerja departemen kesehatan sebagaimana telah diubah terakhir dengan peraturan
menteri kesehatan nomor 493/Menkes/per/VI/2009 tentangb perubahan kedua atas
peraturan menteri kesehatan nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang organisasi
dan tata kerja department kesehatan;
8.
Keputusan
menteri kesehatan nomor 369/Menkes/SK/III/2007 tentang standar profesi bidan;
9.
Keputusan
menteri kesehatan nomor 938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang standar asuhan
kebidanan;
10. Peraturan menteri kesehatan nomor
161/Menkes/Per/I/2010 tentang registrasi tenaga kesehatan;
MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG IZIN
DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN
BAB 1
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:
1.
Bidan
adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan teregitrasi sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan
2.
Fasilitas
pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan
pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitative,
yang dilakukan oleh pemerintah, daerah dan/atau masyarakat
3.
Surat
tanda registrasi, selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh pemerintah pada tenaga kesehatan yang diregistrasi setalah
memiliki sertifikat konpentensi
4.
Surat
izin kerja bidan, selanjutnya disingkat SIKB adalah bukti tertulis yang
diberikan kepada bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk bekerja
difasilitas pelayanan kesehatan.
5.
Surat
izin praktek bidan, selanjutnya disingkat SIPB adalah bukti tertulis yang
diberikan kepada bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk menjalankan
praktek bidan mandiri
6.
Standar
adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan
profesi yang melipti standar pelayanan, standar profesi, standar operasional
prosedur.
BAB II
PERIZINAN
Pasal 2
1.
Bidan
dapat menjalankan praktek mandiri dan atau bekerja difasilitas pelayanan
kesehatan.
2.
Bidan
yang menjalankan praktek mandiri harus
berpendidikan diploma III ( DIII) kebidanan.
Pasal 3
1)
Setiap
bidan yang bekerja difasilitas pelaynan kesehatan wajib memilki SIKB.
2)
Setiap
bidan yang menjalankan praktik mandiri wajib memiliki SIPB.
3)
SIKB
atau SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku untuk 1
(satu) tempat.
Pasal 4
1)
Untuk
memperoleh SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud dalam pasal 3, bidan harus mengajukan
permohonaan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota dengan melampirkan:
a.
Fotocopy
STR yang masih berlaku dan yang dilegalisasi;
b.
Surat
keterangan fisik dari dokter dan memiliki surat izin praktek;
c.
Surat
pernyataan memilki tempat kerja di fasilitas pelayanaan kesehatan atau tempat
praktik;
d.
Pas
foto berwarna terbarubukuran 4x6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar;
e.
Rekomondasi
dari kepala dinas kesehtan kabupaten/kota atau penjabat yang ditunjuk; dan
f.
Rekomendasi
dari organisasi profesi.
2)
Kewajiban
memiliki STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3)
Apabila
belum terbentuk majelis tenaga kesehatan Indonesia (MTKI) , majelis tenaga
kesehatan provinsi (MTKP) dan/atau proses STR belum dapat dilaksanakan, maka
surat izin bidan ditetapkan berlaku sebagai STR.
4)
Contoh
surat permohonan memperoleh SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam formulir I terlampir.
5)
Contoh
SIKB sebagaimana tercantum dalam formulir II terlampir
6)
Contoh
SIPB sebagaimana tercantum dalam formulir III terlampir.
Pasal 5
1)
SIKB/SIPB
dikeluarkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota
2)
Dalam
hal SIKB/SIPB dikeluarkan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota maka persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) huruf e tidak diperlukan.
3)
Permohonan
SIKB/SIPB yang disetujui atau ditolak harus disampaikan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota atau dinas kesehatan jabupaten/kota kepada pemohon dalam waktu
selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal permohonan diterima.
Pasal 6
Bidan hanya dapat menjalankan praktik dan/atau kerja
paling banyak di 1 (satu) tempat kerja dan 1 (satu) tempat praktik.
Pasal 7
1)
SIKB/SIPB
berlaku selama STR masih berlaku dan dapat diperbaharui kembali jika habis masa
berlakunya.
2)
Pembaharuan
SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada pemerintah daerah
kabupaten/kota setempat dengan melampirkan :
a.
Fotocopi
SIKB/SIPB yang lama
b.
Fotocopi
STR
c.
Surat
keterangan sehat fisik dan dokter yang memiliki surat izin praktik;
d.
Pas
foto berwarna terbaru ukuran 4x6 cm sebnyak 3 (tiga) lembar;
e.
Rekomondasi
dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau penjabat yang ditunjuk sesuai
ketentuan pasal 4 ayat (1) huruf e; dan
f.
Rekomendasi
dari organisasi profesi.
Pasal 8
SIKB/SIPB
dinyatakan tidak berlaku karena;
a.
Tempat
kerja/praktik tidak sesuai lagi dengan SIKB/SIPB
b.
Masa
berlakunya habis dan tidak diperpanjang.
c.
Dicabut
oleh penjabat yang berwenang membrikan izin.
BAB 111
PENYELENGGARAAN PRAKTIK
Pasal 9
Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk
memberikan pelayanan yang meliputi:
a.
Pelayanan
kesehatan ibu
b.
Pelayanan
kesehatan anak, dan
c.
Pelayanan
kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.
Pasal 10
1)
Pelyanan
keshatan ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf a diberikan pada masa pra
hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara
kedua kehmilan.
2)
Pelayanan
kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
a.
Pelayanan
konseling pada masa prahamil;
b.
Pelayanan
antenatal pada kehamilan normal;
c.
Pelayanan
persalinan nomal;
d.
Pelayanan
ibu nifas normal;
e.
Pelayanan
ibu menyusui; dan
f.
Pelayanan
konseling pada masa antara dua kehamilan.
3)
Bidan
dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berwenang untuk:
a.
Episiotomy
b.
Penjahitan
luka jalan lahir tingkat I dan tingkat II;
c.
Penangan
kegawat daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
d.
Pemberian
tablet fe pada ibu hamil;
e.
Pemberian
vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas;
f.
Fasilitasi/bimbingan
inisiasi menyusu dini dan promosiair susu ibu ekslusif;
g.
Pemberian
uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum;
h.
Penyuluhan
dan konseling;
i.
Bimbingan
pada kelompok ibu hamil;
j.
Pemberian
surat keterangan kematian; dan
k.
Pemberian
surat keterangan cuti persalinan.
Pasal 11
1)
Pelayan
kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf b diberikan pada bayi
baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra sekolah.
2)
Bidan
dalam memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang untuk:
a.
Melakukan
asuhan bayi baru lahir normal termaksud resusitasi, pencegahan
hipotermi,inisiasi menyusui dini, injeksi vitamin K 1, perawatan bayi baru
lahir pada masa neonatal (0-28 hari), dan perawatan tali pusat;
b.
Penangan
hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk;
c.
Penanganan
kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
d.
Pemberian
imunisasi rutin sesuai program pemerintah;
e.
Pemantauan
tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah;
f.
Pemberian
konseling dan penyuluhan;
g.
Pemberian
surat keterangan kelahiran; dan
h.
Pemberian
surat keterangan kematian
Pasal 12
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi
perempuan dan keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf c,
berwenang untuk:
a.
Memberikan
penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana;
dan
b.
Memberikan
alat kontrasepsi oral dan kondom.
Pasal 13
1)
Selain
kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, pasal 11, dan pasal 12, bidan
yang menjalankan program pemerintah berwenang melakukan pelayanan kesehatan
meliputi:
a.
Pemberian
alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan
pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit;
b.
Asuhan
antenatal terintregasi dengan intervensi khusus penyakit kronistertentu
dilakukan dibawah supervise dokter;
c.
Penangan
bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan;
d.
Melakukan
pembinaan peran sertamasyarakat dibidang kesehatan ibu dan anak, anak usia
sekolah dan remaja, dan penyenatan lingkungan;
e.
Pemantauan
tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah;
f.
Melaksanakan
pelayanan kebidanan komunitas;
g.
Melaksanakan
deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap infeksi menular
seksual (IMS) termaksud pemberian kondom, dan penyakit lainnya;
h.
Pencegahan
penyalagunan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA) melalui
informasi dan edukasi; dan
i.
Pelayanan
kesehatan lainnya yang merupakan program pemerintah.
2)
Pelayanan
alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terigrentasi, penanganan bayi
dan anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk, dan memberikan
penyuluhan teradap infeksi menular seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta
pencegahan penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adaktif lainnya
(NAPZA) hanya dapat dilakukan oleh bidan yang dilatih untuk itu.
Pasal 14
1)
Bagi
bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter, dapat
melkukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal
9
2)
Daerah
yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah kecamatan
atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.
3)
Dalam
hal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah terdapat dkter, kewengan
bidan sebagaiman dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku.
Pasal 15
1)
Pemerintah
daerah provinsi/kabupaten/kota menugaskan bidan praktik mandiri tertentu untuk
melaksanakan program pemerintah
2)
Bidan
praktek mandiri yang ditugaskan sebagai pelaksana progam pemerintah berhak atas
pelatihan dan pembinaan dari pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota.
Pasal 16
1)
Pada
daerah yang memilki dokter, pemerintah dan pemerintah daerah harus menempatkan
bidan minimal pendidikan diploma III kebidanan
2)
Apabila
tidak terdapat tenagabidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah dan
pemerintah daerah dapat menempatkan bidan yang telah mengikuti pelatihan.
3)
Pemerintah
daerah provinsi/kabupaten/kota bertanggung jawab menyelenggarakan pelatihan
bagi bidab yang memberikan pelayanan di daerah yang tidak memilki dokter.
Pasal 17
1)
Bidan
dalam menjalankan praktik mandiri harus memenuhi persyaratan meliputi:
a.
Memiliki
tempat praktik, ruang praktik dan peralatan untuk tindakan asuhan kebidanan,
serta peralatan untuk menunjang pelayanan kesehatan bayi, anak balita dan
prasekolah yang memenuhi persyaratan lingkungan sehat;
b.
Menyediakan
maksimal 2 (dua) tempat tidur untuk persalinan; dan
c.
Memiliki
sarana, peralatan dan obat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2)
Ketentuan
persyaratan tempat praktik dan peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam lampiran peraturan ini.
Pasal 18
1)
Dalam
melaksanakan praktik/kerja, bidan berkewajiban untuk:
a.
Menghormati
hak pasien;
b.
Memberikan
informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan;
c.
Merujuk
kasus yang bukan kewenangannya atau tidak dapat ditangani dengan tepat waktu;
d.
Meminta
persetujuan tindakan yang dilakukan ;
e.
Menyimpan
rahasia pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
f.
Melakukan
pencatatan asuhan kebidanan dan pelayann lainnya secara sistematis;
g.
Mematuhi
standar; dan
h.
Melakukan
pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan termaksud pelapor kelahitan
dan kematian.
2)
Bidan
dalam menjalankan prakti/kerja senantiasa meningkatkan mutu pelayanan
profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan
bidang tugasnya.
3)
Bidan
dalam menjalankan praktik kebidanan harus membantu program pemerintah dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Pasal 19
Dalam melaksanakan praktek/kerja, bidan mempunyai hak:
a.
Memperoleh
perlindungan hukumdalam melaksanakan praktik/kerja sepanjang sesuai dengan
standar;
b.
Memperoleh
informasi yang lengkap dan benar dari pasien dan/atau keluarganya;
c.
Melaksanakan
tugas sesuai dengan kewenangan dan standar; dan
d.
Menerima
imbalan jasa profesi.
BAB IV
PENCACATAN DAN PELAPORAN
Pasal 20
1)
Dalam
melakukan tugasnya bidan wajib melakukan pencacatan dan pelaporan sesuai dengan
pelayanan yang diberikan.
2)
Pelapor
sebagai dimaksud pada ayat (1) ditujukan ke puskesmas wilayah tempat praktek.
3)
Dikecualikan
dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk bidan yang bekerja di
fasilitas pelayanan kesehatan.
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 21
1)
Menteri
pemerintah daerah provinsi. Pemerintah daerah kabupaten/kota melakukan
pembinaan dan pengawasan dengan mengikut sertakan majelis tenaga kesehatan
Indonesia dan majelis tenaga kesehatan provinsi, organisasi profesi dan
asosiasi institusi pendidikan yang bersangkutan
2)
Pembinaan
dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk meningkatkan
mutu pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi masyarakat terhadap segala
kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan.
3)
Kepala
dinas kesehatan kabupaten/kota harus melaksanakan pembinaan dan pengawasan
penyelenggaraan praktik bidan.
4)
Dalam
pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota harus membuat pemetaan tenaga bidan praktik mandiri dan bidan di
desa serta menetapkan dokter puskesmas terdekat untuk pelaksanaan tugas
supervise terhadap bidan di wilayah tersebut.
Pasal 22
Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan wajib melapor
bidan yang bekerja dan yang berhenti bekerja di fasilitas pelayanan kesehatanya
pada tiap triwualan kepada kepala dinas keehatan kabupaten/kota dengan tembusan
kepada organisasi profesi
Pasal 23
1)
Dalam
rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21, menteri,
pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota dapat
memberikan tindakan administrative kepada bidan yang melkukan pelanggaran
terhadap ketentuan penyelenggaraan praktik dalam peraturan ini.
2)
Tindakan
administrative sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a.
Teguran
lisan
b.
Teguran
tertulis
c.
Pencabutan
SIKB/SIPB untuk sementara paling lama 1 (satu) tahun; atau
d.
Pencabutan
SIKB/SIPB selamanya.
Pasal
24
1)
Pemerintah
daerah kabupaten/kota dapat memberikan sanksi berupa rekomendasi pencabutan
surat izin/STR kepada kepala dinas kesehatan privinsi/majelis tenaga kesehatan
Indonesia (MTKI) terhadap bidan yang melakukan praktik tanpa memiliki SIPB atau
kerja tanpa memiliki SIKB sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) dan (2).
2)
Pemerintah
daerah kabupaten/kota dapat mengenakan sanksi teguran lisan , teguran
sementara/tetap kepada pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan yang
mempekerjakan bidan yang tidak mempunyai SIKB
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 25
1)
Bidan
yang telah mempunyai SIPB berdasarkan keputusan menteri kesehatan Nomor
900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktik bidan dan peraturan
menteri kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/149/11/2010 tentang izin dan
penyelenggaraan praktik bidan dinyatakan telah memiliki SIPB berdasarkan
peraturan ini sampai dengan masa berlakunya berakhir.
2)
Bidan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperbaharui SIPB apabila surat izin
bidan yang bersangkutan telah habis jangka waktunya, berdasarkan peraturan ini.
Pasal 26
Apabila majelis tenaga keehatan Indonesia (MTKI) dan
majelis tenaga kesehatan provinsi (MTKP) belum dibentuk dan/atau belum dapat
melaksanakan tugasnya maka registrasi bidan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
keputusan menteri kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan
praktik bidan.
Pasal 27
Bidan yang telah melaksanakan kerja difasilitas
pelayanan kesehatan sebelum ditetapkan peraturan ini harus memilki SIKB
berdasarkan peraturan ini paling selambat-lambatnya 1 ( satu) tahun sejak
peraturan ini ditetapkan.
Pasal 28
Bidan yang berpendidikan dibawah Diploma III (D III)
kebidanan yang menjalankan praktik mandiri harus menyesuaikan dengan ketentuan
peraturan ini selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak peraturan ini ditetapkan.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 29
\pada saat peraturan ini mulai berlaku :
a.
Keputusan
menteri kesehatan nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentangregistrasi dan praktik
bidan sepanjang berkaitan dengan perizinan dan praktik bidan dan;
b.
Peraturan
menteri kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/149/I/2010 tentang izin dan
penyelenggaraan praktik bidan;
Dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 30
Peratuaran ini
mulai beralku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan ini dengan
penempatanya dalam berita Negara republic Indonesia.
Ditulis Oleh : irwansyah Hari: Jumat, Juni 08, 2012 Kategori: Makalah Hukum
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
jangan lupa komentar yah