Kekuatan
Mendoakan
KETIKA orang lain memintakan doa kepada kita, adakah
kita secara khusus mendoakannya di sela-sela doa diri kita pribadi kepada
Allah SWT? Atau tanpa diminta, di sela begitu banyaknya masalah diri
sendiri yang harus kita selesaikan, sempatkah kita memikirkan orang lain?
Di antara waktu sibuk kita, berapa banyak waktu kita luangkan untuk berdoa
yang berorientasi pada diri sendiri dan berapa banyak yang diorientasikan
bagi orang lain? Lebih jauh lagi, hari ini, sudahkah kita berdoa untuk
orang lain?
Mendoakan orang lain, sesungguhnya memiliki nilai
ganda, dibandingkan kita melulu berdoa bagi diri sendiri. Memang
sebaik-baiknya doa adalah yang dinyatakan oleh diri masing-masing, sebab
"Seutama-utama doa ialah doa seseorang yang dinyatakan oleh
dirinya." (H.R. Hakim)
Mengapa mendoakan orang lain memiliki nilai ganda?
Diriwayatkan bahwa,"... di atas orang yang berdoa ada malaikat yang
mewakili, setiap seorang Muslim mendoakan saudaranya pada kebaikan, maka
malaikat yang mewakili itu berkata, juga untukmu seumpamanya." (H.R.
Muslim). Dengan demikian, jika kita berdoa untuk orang lain, pada
hakikatnya adalah berdoa untuk diri sendiri juga.
Dalam kehidupan keseharian seorang Muslim, doa menjadi
bagian yang tidak terlewatkan, bahkan dalam hitungan detik perdetik.
Bagaimana tidak, dalam setiap kondisi sadar, bagi seorang Muslim terdapat
contoh yang diberikan, baik dalam Alquran maupun oleh Rasulullah saw. untuk
kita senantiasa berdoa. Sejak kita beranjak tidur, ketika kita terjaga dari
tidur, kita dicontohkan untuk berdoa. Apakah terjaganya kita itu disebabkan
oleh mimpi, baik karena dikejutkan oleh mimpi yang baik maupun buruk, itu
pun ada doanya. Hingga akhirnya kita bangun tidur, kita harus berdoa,
sebagai tanda syukur kita kepada Allah.
Setelah itu, terdapat doa sesudah duduk bangun tidur,
doa menjelang subuh, menyambut datangnya pagi, dan menyambut petang hari
pun kita dicontohkan untuk berdoa. Ketika kita hendak masuk wc, keluar dari
wc, lalu ketika kita hendak memakai pakaian, ketika membuka pakaian, ketika
becermin, sebelum kita makan, sesudah makan, ketika kita keluar rumah,
sewaktu akan bepergian, ketika tiba di tujuan, bahkan ketika masuk pasar,
dan ketika kita masuk rumah.
Miftah Faridl (1996) dalam bukunya tentang "Doa
Sebuah Petunjuk dan Contoh-contoh", mengklasifikasikan doa-doa ke
dalam enam bagian, yaitu doa para nabi dan orang-orang saleh dalam Alquran,
doa di sekitar ibadah, doa sehari-hari, doa dalam keadaan tertentu, doa
dalam setiap keadaan, dan doa penyerahan diri kepada Allah.
Doa para nabi dan kaum saleh yang terdapat dalam
Alquran jelas berbeda dengan yang dimaksud doa sehari-hari yang kita
lakukan pun dengan doa-doa di sekitar ibadah. Doa para nabi dan orang-orang
yang saleh itu lebih serupa dengan doa dalam setiap keadaan dan doa
penyerahan diri kepada Allah.
Untuk doa-doa di sekitar ibadah adalah doa-doa pada
ibadah salat, ibadah puasa, ibadah zakat, dan ibadah mengerjakan haji atau
umrah. Untuk doa sehari-hari adalah apa yang menjadi rutinitas aktivitas
fisik, seperti apa yang telah dikemukakan di atas. Sementara itu, yang
dimaksud doa dalam keadaan tertentu, misalnya ketika menjenguk orang sakit,
mengunjungi pengantin baru, menengok bayi yang baru lahir, membimbing orang
yang hampir wafat, doa di sisi orang yang telah wafat, ketika mengalami
kemalangan, menghilangkan kesedihan, ketika duka, diberi ketenangan dalam
menghadapi musibah, dimudahkan segala urusan, ketika bersin, doa memohon
hujan, doa menghilangkan marah, ketika mendengar petir, ketika turun hujan,
menerima kabar gembira, ketika melihat kebatilan, dan ketika menghadapi
musuh Islam.
Untuk doa-doa dalam setiap keadaan, meliputi permohonan
kesempurnaan nikmat, rahmat dan keridhaan Allah, diberi cahaya, diberi
kekuatan iman, memperoleh kemenangan dan kesalehan, nasib baik di akhir
hayat, taufik dan kesalehan diri, tambahan ilmu, rezeki dan kesehatan, atau
rahmat yang menyelamatkan. Dan untuk doa penyerahan diri kepada Allah
berupa doa-doa yang redaksinya lebih panjang.
Dari sana
dapat kita rasakan, betapa hidup kita tidak dapat lepas dari bermohon
kepada Zat yang Maha Esa, Allah SWT. Mengapa? Dalam hadis qudsi, Allah SWT
berfirman, "...Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kamu semua adalah sesat,
kecuali orang-orang yang Kuberi petunjuk, maka mintalah petunjuk-Ku, supaya
kamu mendapat petunjuk itu. Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kamu semua adalah
dalam keadaan lapar, kecuali orang-orang yang Kuberi makan, maka mintalah
makanan pada-Ku., Aku akan memberimu makan. Wahai hamba-Ku, semua kamu
adalah telanjang, kecuali orang-orang yang Kuberi pakaian, maka mintalah
pakaian pada-Ku. Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kamu berbuat kesalahan, baik
di waktu malam maupun siang, sedangkan Aku yang mengampuni dosa-dosamu
semua, maka mintalah ampunan pada-Ku, akan kuampuni semua
dosa-dosamu."
Dengan demikian, berdoa sesungguhnya merupakan suatu
kebutuhan bagi manusia yang diciptakan sebagai makhluk yang lemah, tidak
berdaya. Di kala manusia mengalami keguncangan hidup, kepada siapa lagi
manusia akan mengadu, bermohon, dan menggantungkan diri, kecuali kepada
Allah SWT.
Setelah kita terbiasa untuk berdoa setiap saat, maka
tidak lagi detik-perdetik kita diisi oleh hal-hal yang tidak berguna, sebab
kita akan "disibukkan" oleh aktivitas berdoa. Dan kala kita
terbiasa pula berdoa untuk orang lain, maka sesungguhnya kita telah
berupaya membantu menyelamatkan hidup orang lain. Bagaimana tidak? Kita
mohonkan petunjuk, mintakan makanan dan pakaian, serta mengharap
pengampunan dosa dan penghapusan kesalahan untuk orang lain (siapa pun
mereka) kepada Allah SWT, dengan tanpa diketahui dan disertai keyakinan,
niscaya akan dikabulkan.
Terdapat dalam riwayat berikut ini, bahwa "Doa
seorang Muslim untuk saudaranya (sesama Muslim) dari tempat jauh (tanpa
diketahuinya) akan dikabulkan." (H.R. Muslim). Dan sesungguhnya pula,
tidak terdapat sedikit pun kerugian bagi kita yang mendoakannya, melainkan
bertambahnya pahala amal saleh. Wallahu a'lam.***
|
|
|
|
|
0 komentar:
Posting Komentar
jangan lupa komentar yah