KEDUDUKAN WANITA DALAM ISLAM




HUKUM-HUKUM WANITA MUSLIMAH

Daftar isi
Kedudukan wanita dalam Islam
Hak-hak umum kaum wanita
Hak istri atas suaminya
Hijab
Hukum-hukum haid dan nifas:





HUKUM-HUKUM WANITA MUSLIMAH
Kedudukan wanita dalam Islam.
Sebelum kami menguraikan tentang hak-hak wanita dalam Islam, kami merasa perlu untuk menjelaskan sikap sebagian bangsa terhadap wanita, serta bagaimana mereka memandangnya.
Wanita bagi masyarakat Yunani hanyalah barang yang diperjualbelikan yang tidak memiliki hak apa pun, semua hak adalah milik kaum laki-laki. Mereka juga tidak memperoleh harta warisan dan tidak diperbolehkan mengelola harta. Socrates, seorang filosof terkenal pernah berkata, "Keberadaan wanita merupakan sumber utama bagi kehancuran dunia. Wanita ibarat pohon beracun, luarnya tampak indah, namun ketika burung-burung pipit memakannya, mereka akan mati seketika".
Sedangkan bangsa Romawi memandang wanita tidak memiliki ruh, tidak berharga, dan tidak memiliki hak. Slogan mereka, "Wanita tidak memiliki ruh". Oleh karena itu, wanita pada waktu itu disiksa dengan disiram minyak mendidih ke sekujur tubuhnya, dan diikat di tiang. Bahkan, wanita yang tak berdosa diikat pada ekor kuda, lalu kuda dilarikan dengan cepat sampai mereka mati.
Bangsa India lebih kejam lagi memandang wanita, mereka membakarnya ketika suaminya meninggal. Sedang bangsa Cina menyerupakan wanita dengan air yang menyakitkan yang bisa menghilangan harta dan kebahagiaan. Orang-orang Cina berhak menjual istrinya, bahkan menimbunnya di dalam tanah dalam keadaan hidup-hidup. Bangsa Yahudi memandang wanita sebagai orang terlaknat, karena dia telah menggoda Adam hingga memakan buah pohon kuldi. Mereka juga memandang wanita haid sebagai najis yang bisa mengotori rumah dan apa saja yang disentuh. Dan, wanita juga tidak memperoleh harta warisan dari ayahnya, jika ia memiliki saudara laki-laki.
Orang-orang Nasrani memandang wanita sebagai setan. Salah seorang tokoh agama Nasrani berkata, "Sesungguhnya wanita tidak memiliki hubungan dengan bangsa manusia." Pastur Bona Ventur berkata: "Jika kalian melihat wanita, janganlah kalian mengira sedang melihat manusia atau binatang, tapi yang kalian lihat adalah setan. Dan, apa yang kalian dengar sebenarnya adalah suara ular"
Sampai pada pertengahan abad lalu, wanita sesuai dengan undang-undang umum Inggris, tidak dipandang sebagai warga negara. Wanita juga tidak memiliki hak pribadi dan hak memiliki sesuatu, bahkan terhadap pakaian yang dipakainya. Pada tahun 1576 M, parlemen Scotlandia mengeluarkan peraturan yang melarang memberi wanita penguasaan terhadap sesuatu. Demikian juga, parlemen Inggris pada masa Henry VIII melarang wanita membaca kitab Injil karena dia dianggap najis. Pada tahun 586 M, Francis menyelenggarakan konferensi membahas tentang wanita, apakah ia manusia atau bukan. Akhirnya, diputuskan bahwa wanita manusia, tetapi diciptakan untuk melayani laki-laki. Undang-undang Inggris sampai tahun 1805 M membolehkan suami menjual istrinya dengan harga yang telah ditetapkan. Begitu pula, wanita dalam masyarakat Arab sangat hina dan tidak berarti, serta tidak memiliki hak, bahkan mereka mengubur anak-anak perempuan mereka dalam keadaan hidup-hidup.
Setelah Islam datang, semua bentuk penganiayaan terhadap wanita dihilangkan. Dan, Islam juga menjelaskan bahwa wanita dan laki-laki adalah sama, keduanya memliki hak yang sama. Allah SWT. berfirman:
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. " (QS. al-Hujurat:13)

"Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikit pun. " (QS. an-Nisa':124)
"Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya." (QS.al-Ankabut:8)
Rasulullah & bersabda:

"Orang beriman yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan orang yang paling baik diantara kalian adalah yang paling baik sikapnya terhadap istrinya" (HR. Tirmizi)
Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah:

"Siapakah orang yang paling berhak aku pergauli dengan baik?" Beliau menjawab, "Ibumu" la bertanya, "Lalu siapa?" Beliau menjawab, "Jbumu" la bertanya lagi, "Lalu siapa?" Beliau menjawab, "Ibumu" la bertanya lagi, "Lalu siapa?" Beliau menjawab, "Ayahmu" (HR. Bukhari dan Muslim).
[ Index ]



Wanita memiliki hak-hak umum yang perlu Anda ketahui dan akui, agar ketika ia menuntut haknya, ia akan memperolehnya dengan sempurna. Secara umum, hak-hak tersebut adalah:
1. Hak kepemilikan. Wanita, baik sebagai istri, ibu, anak, atau saudara berhak atas kepemilikan terhadap barang yang ia sukai, seperti rumah, perkakas rumah tangga, kebun, emas, perak, dan binatang ternak.
2. Hak menikah, hak memilih calon suami, dan hak khulu' (meminta cerai dari suami), jika ia merasa dirugikan. Ini semua merupakan hak wanita.
3. Hak menuntut ilmu yang wajib diketahui, seperti mengenal Allah, mengetahui kewajiban beribadah kepada-Nya, mengetahui cara beribadah kepada-Nya, mengetahui apa-apa yang menjadi haknya atas orang lain, mengetahui etika yang harus ia lakukan, dan mengetahui akhlak baik yang harus menjadi hiasan bagi dirinya. Semua ini menjadi kewajiban wanita, karena keumuman perintah Allah dalam firman-Nya:
"Maka ketahuilah, bahwa tidak ada Ilah (Yang Haq) melainkan Allah... " (QS. Muhammad: 19)
Dan dalam sebuah hadits, RasulullahS* bersabda:
"Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim". (HR. Ibnu Majah)
4. Hak bersedekah dengan harta yang ia miliki dan hak membelanjakannya untuk dirinya, suaminya, anak-anaknya, dan untuk ibu-bapaknya selama tidak berlebihan.
5. Hak mencintai dan membenci. la mencintai wanita-wanita salehah, mengunjungi mereka dengan izin suami jika telah bersuami, memberi hadiah untuk mereka, saling berkirim surat, bertanya tentang keadaan mereka, dan saling memberikan hiburan dalam menghadapi musibah. la juga membenci wanita-wanita yang tidak baik dan menjauhi mereka karena Allah.
6. Hak mewasiatkan sepertiga hartanya pada waktu hidupnya dan melaksanakannya setelah wafatnya, tanpa boleh ada yang menghalanginya, karena wasiat merupakan hak pribadi. Sebagaimana laki-laki memiliki hak dalam berwasiat, begitu juga wanita memiliki hak yang sama, karena tidak ada seseorang yang tidak membutuhkan pahala dari Allah. Namun meskipun demikian, wasiat tidak boleh lebih dari sepertiga.
7. Hak berpakaian. la berhak memakai pakaian apa pun yang ia sukai, seperti sutra dan emas yang keduanya diharamkan bagi laki-laki. Namun, ia dilarang melepaskan pakaian dan hanya memakai setengah atau seperempat pakaian. Atau, tidak menutup kepalanya. Atau, membuka leher dan dadanya. Kecuali, di hadapan orang yang diperbolehkan melakukan hal itu.
8. Hak berhias untuk suaminya dengan memakai celak di mata, memberikan warna merah di pipi, memakai lipstik di bibir jika ia mau, dan memakai perhiasan yang paling indah. Kecuali, pakaian yang biasa dipakai oleh non muslimah, atau wanita yang buruk perangainya, maka ia tidak diperbolehkan memakai pakaian tersebut agar terhindar dari kecurigaan.
9. Hak makan dan minum, ia diperbolehkan menikmati makanan dan minuman yang enak dan lezat. Tidak ada perbedaan antara makanan wanita dan makanan laki-laki. Apa yang dihalalkan bagi laki-laki dihalalkan pula bagi wanita, dan apa yang diharamkan bagi laki-laki diharatnkan pula bagi wanita.
Allah SWT. berfirman:
"...makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan..." (QS.al-A'raf:31) Dan, perintah dalam ayat ini berlaku umum bagi laki-laki dan wanita.
[ Index ]

Hak istri atas suaminya
Diantara hak khusus wanita adalah haknya atas suaminya. Hak ini merupakan perimbangan dari kewajibannya terhadap suami. Seperti ketaatannya kepada suami selama bukan termasuk maksiat kepada Allah, menyiapkan makanan dan minuman untuk suami, merapikan tempat tidur, menyusui dan mendidik anak, menjaga harta dan nama baik suami, serta menjaga dan mempercantik dirinya dengan perhiasan yang mubah.
Berikut ini beberapa hak istri atas suaminya berdasarkan firman Allah SWT.:
"...Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf... (QS.al-Baqarah:228)
Kami sebutkan di sirii agar seorang mukminah mengetahuinya dan mau menuntutnya, tanpa rasa malu dan takut. Demikian juga, seorang suami harus memberikan hak istrinya secara sempurna kecuali jika istri merelakan sebagian dari hak-hak tersebut.
1. Memberikan nafkah kepadanya sesuai dengan kondisi lapang atau susah. Nafkah meliputi pakaian, makanan dan minuman, pengobatan dan tempat tinggal.
2. Menjaga kehormatannya, tubuhnya, hartanya, dan agamanya. Karena, laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita. Dan, diantara kewajiban seorang pemimpin adalah menjaga dan memelihara orang yang dipimpinnya.
3. Mengajarkan kebutuhan mendasar tentang agamanya, dan jika ia tidak mampu mengajarkannya, ia harus mengizinkannya untuk menghadiri tempat-tempat pengajaran agama bagi kaum wanita yang diselenggarakan di masjid-masjid, sekolah-sekolah, dan tempat-tempat lainnya, jika tempat-tempat tersebut dianggap aman dari fitnah dan bahaya yang mungkin terjadi. 4. Mempergaulinya dengan baik sesuai dengan firman Allah SWT:
"...Dan bergaullah dengan mereka secara patut... " (QS.an-Nisa':19)
Di antara bentuk pergaulan yang baik, adalah tidak mengabaikan haknya dalam hubungan suami istri, tidak menyakitinya dengan celaan, cacian, dan penghinaan. Diantara bentuk pergaulan yang baik, adalah tidak menghalanginya untuk mengunjungi kerabatnya jika tidak khawatir terjadi fitnah, tidak membebamnya dengan pekerjaan yang tidak 'ia mampu, dan berbuat baik kepadanya dalam ucapan dan perbuatan. Sesuai dengan sabda Rasulullah & :
"Orang yang terbaik diantara kalian adalah yang baik terhadap keluarganya, dan aku adalah orang yang paling baik terhadap keluargaku" (HR. Tirmizi)
Sabda Rasululullah & :
"Tidaklah wanita dimuliakan kecuali oleh orang yang mulia, dan tidaklah ia dihinakan kecuali oleh orang yang hina"
Hijab
Islam memberikan perhatian yang besar dalam menghindarkan kehancuran keluarga dengan menetapkan aturan yang kokoh berupa adab-adab dan etika-etika, agar jiwa manusia menjadi baik dan masyarakat menjadi bersih, serta tidak ada godaan syahwat yang timbul. Demikian juga, Islam telah meletakkan rambu-rambu yang dapat mencegah timbulnya fitnah, yaitu dengan memerintahkan kaum laki-laki dan wanita menjaga pandangan mereka masing-masing.
Allah menetapkan aturan hijab bagi wanita sebagai pemuliaan baginya, melindunginya dari penghinaan, menjauhkannya dari pelecehan orang-orang yang berjiwa buruk dan berwatak jelek, menjaganya dari orang-orang yang tidak mengenal nilai kemuliaan, serta untuk menutup pintu fitnah yang ditimbulkan oleh pandangan beracun. Demikian juga, dalam rangka menjadikan wanita terhormat dan berwibawa.
Para ulama sepakat bahwa selain muka dan telapak tangan wajib ditutup dan tidak boleh ditampakkan. Wanita diwajibkan untuk tidak menampakkan perhiasan dan bagian-bagian yang menggoda di hadapan laki-laki asing (bukan muhrim). Para ulama terbagi menjadi dua pendapat yang berbeda dalam masalah muka dan telapak tangan, dan kedua pendapat tersebut memiliki dalil untuk mendukung pendapatnya masing-masing.
Banyak dalil yang berbicara tentang hijab, kewajiban memakainya, dan batasannya. Setiap pendapat mengambil sebagian dari dali-dalil tersebut dan memberikan komentar yang berbeda-beda terhadap dalil yang tidak sesuai dengan pendapatnya.
Diantara dalil-dalil tersebut:
Firman Allah SWT:
"Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cora yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka... " (QS.al-Ahzab:53)

"Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. " (QS. al-Ahzab:59)
"Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada mereka, dan janganlah menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atan putra-putra suami mereka... " (QS.an-Nur:30)
Sedangkan dalil dari hadits, adalah apa yang diriwayatkan oleh istri Rasulullah, Aisyah ra. ia berkata:
"Para wanita pernah shalat fajar bersama Rasulullah, maka setelah beliau mengucapkan salam, mereka pergi dengan tubuh terbalut pakaian yang terbuat dari bulu, mereka tidak dikenal karena gelap" (HR. Nasa'i)
Diriwayatkan dari Aisyah ra. ia berkata:
"Pernah ada sekelompok rombongan melewati kami, sementara kami sedang berihram bersama Rasulullah. Tatkala mereka berpapasan dengan kami, salah seorang dari kami mengulurkan jilbabnya dari kepala hingga ke wajahnya, dan jika mereka telah pergi, kami membukanya kembali" (HR.AbuDaud)
Diriwayatkan dari Aisyah ra. ia berkata:
"Semoga Allah merahmati para wanita Muhajirin generasi pertama, tatkala diturunkan firman Allahl: "Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dada mereka... "(QS. an-Nur:31), mereka merobek kain yang terbuat dari bulu untuk menutup kepala mereka." (HR. Bukhari)
Dalil-dalil tentang hijab "cukup banyak, Walaupuri terdapat perbedaan dalam masalah ini. Namun, para ulama bersepakat bahwa membuka wajah diperbolehkan dalam keadaan terpaksa, seperti di hadapan dokter ketika berobat. Sebagaimana mereka juga tidak memperbolehkan wanita membuka wajahnya, jika khawatir itu bisa menimbulkan fitnah. Dan, pada masa sekarang ~ dimana kerusakan sudah merambah ke seluruh tempat, seperti pasar-pasar dan tempat-tempat lainnya, sedangkan keberadaan orang-orang yang baik dan bertakwa sangat sedikit--, maka kekhawatiran akan timbulnya fitnah sangatlah besar.
Islam mengharamkan wanita berkumpul bersama laki-laki asing untuk menjaga akhlak dan kehormatannya, dan Islam juga sangat memperhatikan tertutupnya pintu-pintu fitnah dan godaan. Keluarnya wanita, berkumpulnya dia bersama laki-laki, dan perbuatannya membuka aurat akan menimbulkan godaan, melahirkan tindakan kriminal, dan merendahkan wanita itu sendiri.
Allah SWT. berfirman:

janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu... "(QS: al-Ahzab:33)
"...Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka... " (QS: al-Ahzab:53)
Rasulullah sangat keras melarang wanita berkumpul bersama laki-laki dan mencegah semua jalan ke arah tersebut, bahkan pada perkumpulan di tempat-tempat ibadah dan lainnya. Terkadang wanita harus keluar ke suatu tempat yang terdapat laki-laki untuk memenuhi kebutuhannya, sementara tidak ada seseorang yang bisa menggantikannya. Atau, ia ingin menjual dan membeli barang makanan untuk dirinya, atau untuk orang yang menjadi tanggungannya, atau untuk memenuhi kebutuhan yang lain. Maka, semua itu diperbolehkan selama menjaga batasan-batasan agama dengan memakai pakaian yang Islami, menutup aurat, tidak menampakkan perhiasan, dan terpisah dari kaum laki-laki.
Diantara aturan yang Allah tetapkan untuk menjaga keluarga dan akhlak, adalah diharamkannya laki-laki berduaan dengan wanita asing. Karena itu, Rasulullah ' sangat keras melarang berduaan dengan wanita asing tanpa didampingi suami atau muhrimnya, karena setan sangat berkeinginan merusak jiwa dan akhlak manusia.
[ Index ]

Waktu dan lamanya haid.
1. Usia kebiasan haid bagi wanita adalah antara usia dua belas tahun hingga lima puluh tahun, dan terkadang dijumpai seorang wanita yang telah atau masih mengalami haid sebelum atau sesudah masa tersebut, tergantung kondisi dan lingkungannya.
2. Masa lamanya haid: Tidak ada batas minimal dan maksimal masa lamanya haid.
Haid bagi wanita hamil
Ketika wanita sedang hamil biasanya darah haidnya terhenti. Dan, jika seorang wanita yang hamil melihat darah mengalir, maka jika itu terjadi dua atau tiga hari sebelum melahirkan disertai rasa sakit, maka itu darah nifas. Akan tetapi, jika terjadi beberapa lama sebelum melahirkan atau beberapa saat sebelumnya, namun tidak disertai rasa sakit, maka darah tersebut bukan darah nifas atau haid. Kecuali, jika haid tetap berlangsung, tidak berhenti dengan datangnya masa hamil, maka itu termasuk darah haid.
Beberapa perubahan yang terjadi selama haid
1. Bertambah-dan berkurangnya masa haid. Misalnya, seorang wanita biasa haid selama enam hari, namun pada suatu kali, darah masih tetap keluar hingga ia haid sebanyak tujuh hari. Atau sebaliknya, ia biasa haid tujuh hari, dan pada suatu kali, haidnya hanya enam hari.
2. Lebih cepat dan terlambat. Misalnya, seorang wanita biasa haid pada akhir bulan dan pada suatu kali haid datang pada awal bulan. Atau sebaliknya, ia bisa haid pada awal bulan, dan pada suatu kali, ia haid pada akhir bulan. Pada prinsipnya, kapan saja wanita melihat darah mengalir, maka ia sedang haid. Dan, ketika ia telah suci, maka ia tidak lagi haid, apakah lebih dari kebiasaan atau berkurang, dan apakah lebih cepat atau terlambat.
3. Diantara perubahan pada masa haid, adalah adanya warna kekuning-kuningan atau keruh. Misalnya, seorang wanita melihat darah berwarna kekuning-kuningan seperti cairan luka atau keruh antara kuning dan hitam. Jika hal ini terjadi pada masa haid, atau masih bersambung dengan haid sebelum suci, maka darah tersebut adalah darah haid yang berlaku padanya hukum-hukum haid, dan jika terjadi setelah suci, maka itu bukan darah haid.
4. Terputusnya darah haid. Misalnya, satu hari, ia melihat darah dan satu hari lagi tidak begitu dan seterasnya. Keadaan seperti ini ada dua macam: pertama, kondisi semacam ini terus berlangsung pada seorang wanita secara terns meneras, tanpa henti, maka darah tersebut adalah darah istihadhah. Kedua, kondisi semacam ini tidak terjadi terus-meneras pada seorang wanita, tapi terjadi pada sebagian waktu saja, dan setelah itu ia suci kembali, maka darah yang berhenti kurang dari sehari tersebut tidak dipandang suci. Kecuali, jika ada tanda atau ciri yang menunjukkan telah suci. Misalnya, darah berhenti pada masa akhir kebiasaan haidnya, atau ia telah melihat cairan putih yang mengalir dari rahim setelah darah terhenti.
5. Darah telah kering. Misalnya, seorang wanita hanya melihat lembab saja (tidak ada darah). Jika terjadi pada masa haid atau masih bersambung dengan haid, dan belum suci, maka ia masih haid, dan jika terjadi setelah suci, maka itu bukan haid.

Hukum-hukum haid
1. Shalat. Wanita haid diharamkan mengerjakan shalat, baik shalat wajib maupun shalat sunah, dan hukum shalatnya tidak sah. Demikian juga, ia tidak wajib shalat, kecuali jika masih mendapatkan waktu sekitar satu rakaat penuh, maka saat itu, ia wajib mengerjakan shalat, baik ia mendapatkan waktu tersebut pada awal atau akhir waktu.
Contoh bila dia mendapatkan awal waktu: Seorang wanita mulai haid beberapa saat setelah matahari terbenam (setelah masuk waktu maghrib), yaitu sekitar waktu yang cukup untuk satu rakaat shalat, maka setelah suci, ia wajib meng-qadha shalat maghrib. Karena sebelum haid, ia masih mendapatkan waktu yang cukup untuk mengerjakan satu rakaat.
Contoh bila dia mendapatkan akhir waktu: Seorang wanita suci dari haid beberapa saat sebelum matahari terbit, yaitu sekitar waktu yang cukup untuk satu rakaat shalat, maka setelah suci ia wajib m&ng-qadha shalat fajar, karena ia mendapatkan waktu yang cukup untuk mengerjakan satu rakaat shalat.
Tidak diharamkan bagi orang yang haid zikir, takbir, tasbih, tahmid, membaca basmalah ketika makan dan lainnya, membaca buku fikih, buku hadits, berdoa, mengamini doa, dan mendengarkan bacaan al-Qur'an. Sedangkan bacaan al-Qu'an bagi orang yang haid, jika dilakukan dengan melihat mushaf atau membaca di dalam hati, tanpa diucapkan dengan lisan, diperbolehkan. MiSalnya, ia membuka al-Qur'an lalu membacanya di dalam hati. Yang lebih utama bagi orang yang haid, tidak membaca al-Qur'an dengan lisan kecuali karena ada kebutuhan. Misalnya, seorang guru wanita yang ingin mengajarkan anak-anak al-Qur'an, juga ketika seorang wanita sedang ujian membaca al-Qur'an, maka ia diperbolehkan membacanya.
2. Puasa. Wanita haid tidak diperbolehkan berpuasa dan puasa yang ia lakukan tidak sah, tetapi ia diwajibkan meng-qadha puasa wajib yang ditinggalkan. Jika ia haid ketika berpuasa walaupun hanya tinggal beberapa saat lagi matahari terbenam, maka puasanya batal, dan ia wajib meng-qadha puasa hari itu, jika termasuk puasa wajib. Sedangkan jika ia merasa darah haid akan keluar tetapi belum keluar kecuali setelah matahari terbenam, maka puasanya sah, tidak batal. Ketika fajar terbit dan seorang wanita masih haid walaupun ia suci beberapa saat setelah itu, maka puasanya pada hari itu tidak sah. Jika seorang wanita suci dari haidnya sebelum fajar terbit, maka puasanya pada hari itu sah, walaupun ia baru mandi setelah fajar.
3. Thawaf di Baitullah. Diharamkan bagi wanita haid, melaksanakan thawaf di Baitullah, baik thawaf wajib maupun sunah, dan thawaf yang ia lakukan tidak sah. Sedang melakukan manasik lain selain thawaf diperbolehkan, seperti sa'i di antara bukit Shafa dan Marwah, wukuf di padang Arafah, bermalam di Muzdalifah dan Mina, dan melempar Jumrah. Oleh karena itu, jika seorang wanita haid setelah thawaf, atau ketika sedang melakukan sa'i, maka hal itu tidak apa-apa.
4. Tinggal di masjid. Diharamkan bagi wanita yang sedang haid untuk tinggal di masjid.
5. Bersetubuh. Diharamkan bagi seorang suami menyetubuhi istrinya yang sedang haid, dan istri tidak boleh memberi peluang. kepada suaminya untuk itu. Namun meskipun demikian, Allah membolehkan suami memenuhi syahwatnya selain dengan jima', seperti dengan mencium, berpelukan, dan bersentuhan kulit selain pada farji.
6. Talak. Seorang laki-laki diharamkan menceraikan istrinya yang sedang haid. Jika ia menjatuhkan talak ketika istri sedang haid, maka ia telah berbuat dosa pada Allah dan Rasul-Nya, serta telah melakukan perbuatan haram. la harus merujuk kembali istrinya sampai istri suci. Setelah itu, jika ia mau, ia boleh menjatuhkan talak kepadanya. Akan tetapi yang lebih utama, adalah membiarkannya sampai datang haid kedua lalu istri suci kembali. Dan setelah itu, jika ia mau, ia boleh menjatuhkan talaknya atau tidak.
7. Mandi jinabah. Diwajibkan bagi wanita setelah suci dari haid untuk mandi membersihkan seluruh badannya, dan dia tidak diwajibkan melepaskan kepangan rambutnya, kecuali jika ikatannya sangat kuat. Sehingga, dikhawatirkan air tidak akan sampai ke akar-akarnya. Jika wanita yang haid tersebut suci pada pertengahan waktu shalat, maka ia harus segera mandi agar bisa melaksanakan shalat pada waktunya. Jika ia sedang dalam perjalanan, sementara tidak ada air untuk mandi, atau ada air tetapi ia takut bila menggunakannya akan mendatangkan mudharat, atau ia sakit dan bila menggunakan air akan membahayakan dirinya, maka ia boleh bertayamum sampai semua hal-hal yang menghalangi mandi tersebut hilang. Dan, jika hal-hal yang menghalangi mandi tersebut telah hilang, barulah ia mandi.
Istihadhah dan hukum-hukumnya
Istihadhah artinya darah yang terus mengalir pada seorang wanita dan tidak pernah berhenti, atau berhenti dalam beberapa hari saja, misalnya satu atau dua hari dalam satu bulan. Ada yang berpendapat bahwa, istihadhah adalah darah yang mengalir setelah lewat lima belas hari (haid), kecuali jika kebiasaan haid wanita memang lebih dari itu.
Wanita istihadhah ada tiga golongan:
1. Jika sebelum istihadhah ia telah memiliki masa haid yang bisa diketahui, maka pada masa tersebut ia diam dan berlaku padanya hukum-hukum haid. Sedangkan masa selainnya adalah istihadhah dan berlaku padanya semua hukumnya.
2. Jika sebelum istihadhah ia tidak memiliki masa haid yang bisa diketahui yang mana darah terus mengalir sejak pertama ia mengalami haid, maka ia harus berpegang pada perbedaan warna darah yang ada. Jika darah berwarna kehitam-hitaman, atau kental, atau memiliki bau, maka itu darah haid, dan selain itu adalah darah istihadhah.
3. Jika ia tidak memiliki masa haid yang bisa diketahui, serta tidak bisa membedakan jenis darah yang ada, (apakah haid atau istihadhah) yang mana darah terus mengalir sejak pertama ia melihatnya dengan bentuk yang sama, atau bentuk tidak pasti yang tidak bisa dikatakan darah haid, maka ia harus mengikuti kebiasaan haid sebagian besar kaum wanita, yaitu enam atau tujuh hari pada setiap bulan, dimulai sejak pertama ia melihat darah mengalir. Dan, selain hari-hari tersebut adalah darah istihadhah.
[ Index ]

Hukum-hukum istihadhah
Hukum-hukum bagi wanita istihadhah sama dengan wanita suci, tidak ada perbedaan antara keduanya, kecuali beberapa hal berikut:
1. Wanita istihadhah wajib wudhu setiap kali akan melaksanakan shalat.
2. Jika ingin berwudhu, ia harus menyuci bekas darah dan meletakkan di vaginanya sesuatu yang bisa menahan darah mengalir (sejenis softex).
Nifas dan hukum-hukumnya
Nifas adalah darah yang mengalir dari rahim karena melahirkan, apakah ia keluar pada saat melahirkan, setelahnya, atau keluar dua atau tiga hari sebelum melahirkan bersama rasa sakit pra kelahiran. Setelah darah berhenti, seorang wanita berarti telah suci. Jika darah keluar lebih dari empat puluh hari, maka ia harus mandi. Karena, masa empat puluh hari merupakan batas maksimal nifas. Kecuali, jika darah yang lebih dari hari tersebut adalah darah haid, maka ia harus diam sampai suci, lalu mandi.
Hukum nifas tidak berlaku kecuali jika seorang wanita melahirkan janin yang telah berbentuk manusia. Oleh karena itu, jika ia melahirkan janin yang belum berbentuk manusia, maka darahnya tidak disebut sebagai darah nifas, tetapi istihadhah. Masa tercepat terbentuknya janin menjadi manusia yang sempurna adalah delapan pulnh hari, dan biasanya adalah sembilan puluh hari. Adapun hukum-hukum yang berkaitan dengan nifas sama seperti hukum-hukum haid yang telah dijelaskan sebelunmya.


Pencegah haid
Menggunakan alat pencegah haid bagi wanita diperbolehkan dengan dua syarat: Pertama, tidak takut akan bahaya. Jika takut berbahaya, tidak diperbolehkan. Kedua, atas izin suami
Menggunakan alat untuk mendatangkan haid diperbolehkan dengan dua syarat: Pertama, dengan izin suami. Dan kedua, tidak digunakan untuk menggugurkan suatu kewajiban, seperti shalat dan puasa.
Mencegah kehamilan ada dua macam: Pertama, mencegah secara permanen, dan itu tidak diperbolehkan. Dan kedua, mencegah sesaat. Misalnya, seorang wanita yang banyak melahirkan anak sedang melahirkan sangat melelahkannya, lalu ia ingin mengatur kehamilannya dua tahun sekali, maka hal itu diperbolehkan, dengan syarat atas izin suami dan tidak membahayakan.

Ditulis Oleh : irwansyah Hari: Selasa, Agustus 14, 2012 Kategori:

0 komentar:

Posting Komentar

jangan lupa komentar yah